Suara bising dari serangga mulai saling sahut. Itu tandanya hari sudah semakin malam. Sea mengakhiri kelas malamnya. Sebenarnya ini bukan kelasnya, Sea hanya menggantikan temannya yang mendadak tidak bisa datang karena harus membawa anaknya ke rumah sakit.
Untungnya Sea hanya bertugas mengawasi kuis di kelas itu. Setelah semua lembar jawaban terkumpul, semua mahasiswa di kelas itu pamit kepada Sea. Sea pun mematikan AC dan lampu serta menutup pintu kelas. Sea lapor diri kepada petugas jaga di gedung itu bahwa perkuliahan malamnya telah usai. Sea lanjut pulang ke kosan.
Baru saja keluar dari lingkungan kampus, handphone-nya berdering. Nama Mona terpampang di layar. "Iya, Mon," sahut Sea.
"Dimana lo, Mbak? Gue ke kamar lo, lo gak ada," tanya Mona.
"Baru keluar dari Kampus nih."
"Ada kelas malam?" tanya Mona lagi. Setahu Mona, semester ini Sea tidak ada jadwal ngajar malam. Soalnya kalau ada kelas malam, biasanya Sea selalu minta dirinya untuk mengingatkan pada sore harinya bahwa malamnya Sea akan ada kelas. Takut Sea kelupaan dan malah bablas tidur.
"Iya, gantiin temen ngawasin ujian. Ada apa?"
"Ntar aja deh. Tunggu lo sampai kosan aja."
"Ya udah, bentar ya."
"Hati-hati. Udah malam soalnya, Mbak."
"Oke."
***
Sea melanjutkan perjalanan pulangnya. Sebenarnya Sea paling malas kalau ada kelas malam. Bukan karena malas mengajar tapi lebih kepada suasana pulang yang rada mencekam. Sendirian di tengah malam gelap. Belum lagi melewati jalan di belakang kosan yang sepi. Rasanya seperti lagi ikutan acara adu nyali. Sambil mendekap tas backpack di depan dada, Sea berjalan lurus sambil mulutnya komat-kamit baca doa. Berharap tidak ketemu anjing galak, preman nakal, dan makhluk mulus... eh halus.
Tapi persis di depan Mushola kecil yang ada di ujung jalan, tiba-tiba sepatu kets Sea jebol. Kakinya yang terbalut kaos kaki mendadak menyembul keluar. Langkah Sea seketika itu terhenti. "Ya ampun, pakai jebol di tengah jalan. Kenapa gak ntar aja pas di depan kosan sih," keluah Sea, mengangkat sepatunya yang jebol dan lalu mengamati kerusakannya itu, "parah banget lagi jebolnya. Gak bisa dipakai jalan ini mah ceritanya. Gimana nih? Masa gue mesti nyeker."
Sea melihat ke arah Mushola. "Di dalam sana pasti ada sendal jepit. Mungkin bisa gue pinjam sebentar. Besok gue balikin. Gue coba masuk dan tanya deh sama penjaga Musholanya." Sea lalu berjalan dengan satu kaki bersepatu. Sementara satu kaki yang tak beralaskan sepatu, terpaksa jinjit agar kotoran debu tidak menempel pada kaos kakinya.
Sea melihat ada seorang bapak-bapak tua yang sedang duduk di teras depan Mushola. "Assalamu'alaikum, Pak," sapa Sea.
Bapak-bapak itu menoleh kepala ke atas mengikuti asal suara Sea. "Eh, Iya, Neng. Wa'alaikumussalam. Ada yang bisa saya bantu, Neng?"
"Iya, Pak. Sebelumnya maaf kalau saya mengganggu Bapak. Apa saya boleh meminjam sendal jepit Mushola? Kebetulan sepatu saya jebol, Pak. Saya mau pinjam dulu agar saya bisa pulang," ujar Sea sambil menunjukkan sepatunya yang rusak.
"Oh, boleh... boleh kok Neng. Sebentar bapak ambilin ya." Bapak itu kemudian mengambil sepasang sendal jepit untuk Sea. "Ini Neng... Silahkan digunakan."
Sea mengambil sendal jepit dari tangan Bapak itu, lalu meletakkannya di bawah supaya bisa langsung dipakai. "Makasih ya, Pak. Insya Allah, besok saya pasti pulangin, Pak."
"Iya, Neng... Pakai aja dulu. Yang penting kakinya aman dulu."
"Kalau boleh tahu... dengan bapak siapa ya?" tanya Sea.
KAMU SEDANG MEMBACA
KALA SEA (TAMAT)
عاطفيةKala adalah seorang dokter yang nyaris tidak bisa beranjak dari luka kisah percintaan masa lalunya. Sementara Sea adalah seorang dosen yang belum ingin membuka hati untuk mencintai karena takut terluka oleh orang yang salah. Keduanya ditautkan pada...