PART 40 - Kepulangan yang Sunyi Senyap

29 2 0
                                    

Setelah perjalanan berjam-jam, akhirnya Kala tiba di depan kliniknya. Diliriknya jam ditangannya, waktu sudah menunjukkan pukul 12 malam. Klinik nampak sepi. Tak terlihat motor Roy terparkir di situ. Berarti klinik malam ini tak ada penghuninya sama sekali. Kala hendak mencari kunci cadangan di dalam tas backpack-nya. Diletakkannya terlebih dulu koper besar di sudut pintu masuk klinik. Kemudian, Kala menurunkan tasnya ke bangku teras agar lebih mudah mencari kunci tersebut. Dirogoh-rogohnya selipan kantong secara perlahan dan akhirnya kunci klinik didapatkannya.

Segera Kala membuka pintu klinik dan masuk ke dalam. Kembali dikuncinya pintu masuknya. Tadinya kunci tersebut ingin tetap dibiarkan tergantung di lubang kuncinya. Tapi sesaat ide jahilnya muncul. Kala buru-buru menariknya agar tidak meninggalkan jejak kepulangannya sama sekali. Rupanya Kala ingin mengerjai Roy yang memang belum diberitahu tentang kedatangannya. Setelah itu, Kala langsung naik menuju kamarnya di atas.

Begitu sampai di kamarnya, Kala menyalakan lampu. Cukup terkejut mendapati kamarnya tetap rapi seperti biasanya. Kala kira kamarnya bahkan akan berubah jadi kapal pecah. Ternyata tidak sama sekali.

Kala segera mandi dan setelah selesai Kala memilih untuk beres-beres isi kopernya mengingat matanya masih sangat terjaga dan tidak mengantuk sama sekali. Kala segera membuka kopernya dan mengambil cucian kotor miliknya. Lalu Kala memasukkan baju kotornya langsung ke mesin cuci sembari melempar beberapa gel ball sabun deterjen. Ditutupnya pintu mesin cuci dan dibiarkannya cucian di dalamnya berputar.

Kala menjauh dan memilih duduk di bangku malasnya. Diambilnya handphone-nya. Kembali dibukanya galeri foto hanya untuk sekedar menatap gambar Sea. Kala masih tak menyangka bahwa bisa kembali kesini lebih cepat dari yang seharusnya. Kala menyenderkan tubuhnya di bangku malasnya, berupaya melepaskan lelah. Hingga akhirnya, Kala terlelap dengan sendirinya.

***

Suara adzan terdengar dari luar, Kala terbangun dan menyadari telah tertidur pulas di bangku malasnya sejak semalam. Kala mengambil wudhu dan segera shalat subuh. Selepas shalat, Kala mengambil cucian baju di mesin cuci yang sudah selesai dan siap dijemur. Kala mengeluarkan semua cucian dan memindahkannya ke keranjang. Kala membawa keranjang tersebut diruang khusus menjemur.

Dari tempat Kala menjemur pakaiannya, Kala bisa memandang rumah-rumah disekitar klinik. Masih belum terlalu banyak aktivitas yang dilakukan tetangganya. Hanya satu-dua pengendara motor yang sudah lalu lalang. Sambil menikmati udara pagi, Kala jadi teringat akan rencana mengerjai Roy. Harusnya Roy akan datang pagi-pagi sekali untuk buka klinik. Benar saja, tak lama terdengar suara motor kebanggaan Roy memasuki parkiran klinik. Kala buru-buru berlari masuk ke kamarnya, mengambil selimut dan segera menutupi tubuhnya dengan itu. Kala mematikan lampu dan berdiri persis agak sedikit menjauh dari pintu kamarnya. Kala berdiam diri dengan pose seperti hantu.

Terdengar Roy sudah mulai menaiki anak tangga. Roy makin mendekat ke arah kamar Kala. Getaran langkah kaki Roy kian terasa di tempat Kala berpijak.

Sementara Roy yang tidak merasakan tanda-tanda akan dikerjai, berjalan santai sebagaimana biasanya. Roy sudah berada persis di depan pintu kamar Kala.

Kala sudah bersiap-siap akan memberikan kejutan. Dilihatnya handel pintu kamar mulai bergerak turun. Daun pintu terbuka.

Roy masuk kedalam dan menyalakan lampu. Begitu lampu menyala, Roy dibuat terkejut setengah mati melihat penampakan menyeramkan seperti hantu berdiri tegak di depannya. Roy yang refleks langsung mengambil apapun yang dekat dengan tangannya. Sayangnya, benda terdekat yang bisa diraih Roy adalah sekaleng oksigen portabel. Otomatis kaleng oksigen itu melayang kearah penampakan di depannya itu.

"Aduh." Terdengar suara hantu itu mengaduh.

Roy melongo ketika penampakan itu justru merintih kesakitan saat terkena lemparannya. Gimana ceritanya hantu bisa kesakitan? tanya Roy dalam hati.

Sementara sang hantu yang kesakitan akhirnya menampakkan wujud aslinya. Kala keluar dari balik selimut sambil memegangi keningnya yang tertimpuk kaleng oksigen.

"Wah ngaco lo. Mau bikin gue gegar otak?" semprot Kala tiba-tiba.

"Elo?" Roy terperangah melihat Kala berdiri didepannya. Tak percaya.

"Iya, ini gue. Kenapa emangnya?" teriak Kala yang masih menutupi keningnya yang terasa nyeri.

"Kok lo bisa ada disini. Kapan baliknya?" tanya Roy balik.

"Semalem."

"Terus kenapa gak kabarin gue? Mana pakai acara ngerjain gue segala. Kaget tau. Untung jantung gue gak copot, Kal."

"Jantung lo gak copot, tapi jidat gue memar."

"Lah siapa suruh bikin ulah begitu? Terima nasib. Hahaha... sukurin."

"Rese lo. Sakit nih."

"Hahaha... coba sini gue liat. Siapa tau jidat lo butuh penanganan khusus." Roy menarik kepala Kala tiba-tiba, Kala tertarik maju. Roy mulai mengecek kening Kala. Rupanya terdapat sedikit luka baret.

"Kebaret jidat lo. Gue bersihin dulu darahnya."

"Gak usah, Roy. Luka segini mah santai aja."

"Serius gak apa-apa?"

"Iya, serius. Gue malah yang mesti minta maaf gara-gara iseng ngerjain lo barusan."

"Ya memang harus itu. Minta maaf sekarang!"

"Maaf," tandas Kala singkat padat.

"Pelit amat cuma satu kata," gerutu Roy.

"Biar satu kata maknanya udah cukup mewakili," sahut Kala dengan nada tak mau kalah.

"Iyaaaa.... gue maafin."

Kala berjalan mengambil tisu dan menghapus darah yang ada di keningnya. Hanya sedikit dan setelah itu darahnya hilang.

Roy kembali bertanya terkait kepulangan Kala yang lebih awal dari yang seharusnya. "Kerjaan sama bokap lo emang udah beres?"

Kala menggelengkan kepala.

"Kok lo udah balik ke Jakarta?" cecar Roy lagi.

Kala terdiam.

"Jangan bilang gara-gara cewek itu ya?"

Kala masih ogah buka suara.

"Ya ampun, Kal. Tinggal cerita aja sama gue. Pakai acara diem-diem begitu. Lagian kalau pun gara-gara itu cewek juga gak apa-apa."

"Iya, gue balik karena kepikiran sama dia."

"Bokap lo gak apa-apa ditinggal begitu?"

"Gak apa-apa. Bokap juga tau ini soal apa."

"Wuih, lampu hijau sepertinya."

"Apaan sih lo."

"Jarang-jarang bokap lo perhatian soal beginian. Dulu jaman lo sama mantan. Bokap keliatannya biasa aja. Flat kayak TV-TV jaman sekarang."

"Iya sih. Mungkin karena gue makin tua kali ya."

"Bisa jadi. Atau... kode tuh," seru Roy sambil menyeringai lebar.

"Kode apa?"

"Kode minta cucu. Hahaha...."

"Ya ampuuuuun... kenalan sama dia aja belum?! Pakai ngebahas minta cucu segala."

"Payahnya bos aku ini. Naksir cewek tapi belum kenalan. Kelamaan dipendam, meledak lo. Hahaha..."

"Rese lo."

***

Bersambung...

KALA SEA (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang