PART 16 - Penyamaran Sang Penguntit

63 4 0
                                    

Sejak pagi, Kala mempersiapkan diri untuk hari ini. Kaos hitam, celana panjang hitam, topi hitam, dipadu dengan sepatu sneaker putih kesayangannya. Agar keberadaan Kala nanti tidak terlalu kentara, Kala memilih menggunakan masker berwarna hitam. Lalu Kala mengambil kunci mobilnya sambil mematikan lampu dan mengunci pintu kamarnya. Kala menyambar sebotol air mineral dan satu lapis roti sandwich untuk bekal di perjalanan. Kala merasa tidak ingin menghabiskan waktu untuk sarapan dirumah. Karena semakin cepat Kala tiba di tempat yang telah ditentukan Mona, semakin cepat pula Kala melihat sosok yang pernah dilihatnya di foto bersama Mona waktu itu.

Diliriknya jam ditangannya, pukul 09.30. Kala bergegas turun kebawah. Baru saja kaki Kala mendarat di anak tangga terbawah, suara heboh Roy sudah nyaring melengking memanggil namanya. "Kalaaaaa!"

"Hmm...." sahut Kala dengan satu deheman singkat.

"Mau kemana lo?"

"Ada urusan sama sepupu gue. Sekalian gue mau cari kekurangan stok obat klinik sebelum gue cabut ke Cina."

"Oh begitu. Eh, by the way... tumben pakai masker. Lagian baju item-item masker item, kayak mau nguntit orang lo. Hahaha...."

"Flu... Gue flu. Uhuk-uhuk!" Kala pura-pura batuk.

"Hahaha... Tukang bohong amatiran."

"Bawel! Udah ya, gue jalan dulu," tukas Kala yang langsung menyelonong pergi.

"Dimana-mana orang flu mah istirahat, ini malah jalan-jalan. Aneh lo."

***

Kala sudah berada di mobilnya dan sedang mengendarainya dengan kecepatan yang lumayan tinggi. Tak lama, mobil itu berhenti tepat saat lampu lalu lintas berubah merah. Kala mengambil roti sandwich dan membuka plastiknya. Digigitnya roti tersebut. Lalu dikunyahnya dengan perlahan. Diliriknya lagi ke arah atas, lampu lalu lintas masih belum berubah warna. Kala kembali menggigit sarapannya hingga tandas tak bersisa. Diteguknya botol mineral setelahnya.

Lampu didepannya itu sudah berubah menjadi warna kuning, Kala bersiap-siap menginjak kopling dan rem dan menarik rem tangan yang berada didekat tuas perseneling. Mobil Kala kembali melaju setelah perlahan-lahan kaki yang menginjak pedal rem dipindahkannya ke pedal gas.

Selang beberapa menit kemudian, Kala sudah memasuki kawasan mal tersebut. Kala lantas segera mencari parkiran. Jam ditangannya sudah menunjukkan pukul 10 lewat. Kala mengambil handphone dari kantong celananya. Mengirim sebuah pesan kepada Mona.

Kala:

Gue baru sampai. Masih diparkiran. Lo dimana? Udah sampai belum?"

Adik sepupunya itu ternyata sudah lebih dulu sampai beberapa menit sebelumnya. Mona langsung menjawab pesan Kala.

Mona:

Gue udah sampai. Lagi di lantai 1. Cari aja di sekitaran toko-toko sepatu. Ingat pesen gue ya, please...

Kala langsung keluar dari mobil dan melanjutkan pencariannya ke lantai di mana Mona berada. Kala harus memastikan dirinya tidak gampang dikenali meskipun sudah menggunakan masker untuk menutupi sebagian wajahnya. Baru saja tiba di lantai 1, Kala sudah dihidangkan dengan penampakan seorang perempuan yang sepertinya mirip dengan teman Mona sedang berjalan kearah yang berlawanan dengan Kala. Sendirian tanpa didampingi Mona. Perempuan itu sempat melempar pandangan kearahnya, tapi kemudian dia berlalu begitu saja dari hadapan Kala. Kala juga masih sangsi apakah perempuan ini benar teman Mona atau hanya sekedar mirip. Kala belum terlalu ingat dengan wajahnya. Tapi hati Kala mendadak berdebar ketika langkah kaki perempuan itu kian mendekat hingga akhirnya berlalu melewatinya. Kala dari belakang melihat perempuan itu berbelok ke arah rest room.

Kala melanjutkan perjalanannya untuk menghampiri Mona. Kala mempercepat langkahnya untuk mencari sepupunya itu. Karena jika benar perempuan yang tadi itu adalah teman Mona, berarti Mona sedang sendirian saat ini. Kala setengah berlari mengedarkan pandangannya ke beberapa toko sepatu. Sampai akhirnya, Kala berhenti berlari ketika dilihatnya Mona sedang asyik memandangi etalase sepatu. Baru saja ingin dihampirinya, tapi Kala teringat pesan yang Mona tegaskan berkali-kali. Langkah kakinya urung maju. Kala berusaha berdiam ditempat, tepat diluar toko menjaga jarak aman.

Kala menghubungi Mona via handphone. Mona mengangkat telpon dari Kala, terlihat dari kejauhan gestur tubuh Mona mendadak waspada. Sepertinya, Mona memang benar-benar merahasiakan kedatangan Kala dari temannya itu. Mona mencari keberadaan Kala. Ternyata penyamarannya lumayan tak dikenali bahkan oleh sepupunya sendiri.

"Tenang aja. Gue gak akan ngedeketin elo. Gue ada di luar, di depan persis toko sepatu yang lo datangin. Liat orang yang pakai topi dan masker hitam, itu gue."

Mona langsung melongok keluar toko dan melambaikan tangan ke arah Kala. Kala membalas lambaian tangan itu dengan anggukan kepalanya.

"Temen lo mana? Kok gak keliatan," selidik Kala.

"Lagi ke toilet. Lo gak liat ada cewek jalan tadi pakai kerudung hitam, kaos hitam, terus pake jaket denim panjang gitu," ujar Mona secara terperinci.

Kala mencoba mengingat kembali sosok perempuan yang tadi sempat berpapasan dengannya di ujung lorong.

"Jangan-jangan itu tadi temen lo lagi!" sahut Kala menduga. Gue tadi sempet papasan sama cewek yang kayaknya mirip sama orang yang ada di foto sama lo waktu itu. Dia sempat ngeliatin gue tapi abis itu ya lewat aja gitu."

"Kayaknya sih iya itu temen gue. Gimana udah ngeliat kan? Pulang gih," usir Mona terang-terangan.

"Ya ampun, Mon. Parah amat. Gue baru juga sampai. Ngeliat juga cuma sekilas, papasan pula. Tega bener."

"Gak usah lama-lama. Nanti makin penasaran. Makin suka."

"Kalau iya emangnya kenapa sih? Siapa juga yang bisa kontrol perasaan suka sama orang."

"Ya, gak apa-apa sih. Tapi ingat misi mustahil lo belum tentu kejadian. Jangan ingkar sama janji lo ya." Mona memastikan bahwa Kala tidak akan melanggar janjinya.

"Soal itu biar jadi rahasia Tuhan. Kalau temen lo itu bertakdir sama gue. Mau gimana pun lo coba jauhin dan halangin gue untuk kenal sama temen lo. Temen lo pasti bakal tetep kenalan... sama gue." Saat sedang membahas tentang takdir, tiba-tiba teman Mona, Si Gadis Biru Laut muncul dari arah rest room. Dia berjalan ke arah toko sepatu di depan Kala. Lidah Kala mendadak kelu. Tak ada satu patah kata lagi yang mampu keluar dari bibir Kala. Matanya juga tak bisa berkedip. Seperti tersihir dengan keberadaan sosok perempuan yang dari kemarin dinantinya.

Sekarang, perempuan itu sedang berjalan ke arahnya walaupun tidak tertuju khusus kepadanya. Setidaknya, Kala bisa secara langsung melihatnya dari jarak sedekat ini. Kala buru-buru merekam wajah itu dalam ingatannya. Agar dirinya bisa mengingatnya ketika ingin, dan saat perasaan bernama rindu coba datang mengusik hatinya nanti. Dan ketika misi mustahil dari Mona terjawab, Kala bisa mengenali wajah itu di mana pun. Ada sesuatu yang terjadi di hati Kala. Sebuah rasa yang membuncah dan tak bisa ditahannya. Kali ini Kala memastikan dirinya akan mengejar Si Gadis Biru Laut.

Mona yang sadar bahwa lawan bicaranya di seberang sana sudah mulai membisu bagai patung. Tatapan beku itu memberi tanda bahwa Sea sepertinya sedang berjalan mendekat ke arah toko sepatu ini. Sebelum Mona menutup telpon dengan Kala, Mona kembali mengingatkan Kala untuk tetap pada kesepakatan awal. Peringatan Mona terdengar keras ditelinga Kala membuatnya bangun dari keterpukauannya.

Si Gadis Biru Laut itu sudah bertemu kembali dengan Mona. Dia sempat sekali menoleh ke arah luar dan hampir saja bertemu mata dengan Kala. Namun, Kala sigap balik badan, dan langsung memunggunginya. Mona juga segera mengalihkan perhatian Sea dengan menariknya lebih jauh ke dalam toko.

***

Bersambung...

KALA SEA (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang