Berjam-jam, Kala menemani Bapak mengerjakan tugas-tugasnya di ruang kerja. Untuk pertama kalinya Kala melihat betapa Bapaknya adalah seorang pejuang sejati. Kepala jadi kaki, kaki jadi kepala pun dilakukannya. Di usia senjanya, Bapak tetap berjibaku dengan setumpuk dokumen penting demi beratus-ratus anak buah Bapak di kantor. Demi berpuluh-puluh yayasan yang bergantung hidup pada donasi yang berasal dari Perusahaan Bapak. Demi janji Bapak pada mendiang orang tuanya. Demi menjaga janjinya pada mendiang belahan jiwanya yaitu Ibu Kala. Dan mungkin juga demi dirinya yang sedang berjuang mandiri melalui kliniknya. Semua Bapak lakukan tanpa mengeluh.
Harusnya Bapak sudah sedang santai-santai menikmati hidup di hari tuanya. Menikmati secangkir teh hangat, menghirup udara pagi ditemani dengan sederet pot tanaman hias kesukaannya. Kala sungguh tak tega. Kala ingin sekali membantu Bapak dengan sungguh-sungguh.
"Kenapa bengong ngeliatin Bapak?" tanya Bapak
"Gak apa-apa, Pak." Kala tersadar dari lamunannya. Kala membetulkan posisi duduknya
Tidak banyak suara setelah itu. Keduanya tenggelam dalam tugas masing-masing, hanya sesekali terlibat diskusi kecil tapi kemudian hening kembali. Kala banyak memberikan ide-ide baru yang fresh untuk penyesuaian data yang sedang mereka lakukan. Bapak sangat berterima kasih sekali untuk itu.
Bapak juga menyaksikan anaknya ini lebih bersemangat dan tidak seperti biasanya yang lebih mengalir dan mengikuti arus. Auranya hari ini lebih bergairah. Hal ini terpancar jelas dari guratan matanya yang seakan-akan terus menyiratkan binar bahagia. Bibir Kala juga senantiasa mengembang lebar diiringi dengan siulan merdu lagu-lagu kesukaannya.
"Senyum terus, Nak. Ada apa?" tanya Bapak tanpa basa-basi. Kening Kala mengerut bingung karena tiba-tiba Bapak bertanya. Tapi senyum Kala masih tercetak tebal di bibirnya tanpa bisa dikontrolnya. Kala menggeleng dan tetap hanya menyuguhkan senyuman kepada Bapak.
"Perempuan luar biasa mana yang sanggup mengembalikan senyum anak Bapak selebar ini? Perempuan hebat mana yang bisa mengembalikan semangat anak Bapak yang sempat hilang?" Bapak benar-benar mencecar Kala dengan serentetan pertanyaan.
Kala makin lebar tersenyum dalam menanggapi pertanyaan Bapak. Tapi Kala belum ingin menjawab rasa penasaran Bapaknya.
"Senyam-senyum. Dijawab, Nak," sahut Bapaknya yang makin dibuat penasaran. Kala malah beranjak pergi dari hadapan Bapak dan berdalih ingin buang air kecil ke kamar mandi.
Tapi rupanya rasa penasaran Bapak malah terjawab dengan kedatangan Pak Hanan yang hendak melaporkan hasil pekerjaannya hari ini kepada Kala. Namun, Bapak keburu lebih dulu bertanya. "Ya, Hanan. Ada apa datang kemari?"
"Saya mau laporan sama Mas Kala," jawab Pak Hanan singkat.
"Laporan?" tanya Bapak heran. "Kamu disuruh apa sama Kala?"
Pak Hanan terdiam, bingung apakah harus menjelaskan hal ini kepada Bapak atau tidak. Tapi Bapak malah makin mendesak Pak Hanan.
"Hanan... kamu disuruh apa sama anak saya?" Bapak mengulangi pertanyaan yang sama dengan penekanan yang lebih dalam.
Akhirnya, Pak Hanan menjelaskan bahwa tadi pagi Kala memintanya untuk mengikuti seseorang hari ini. Seorang perempuan lebih tepatnya. Ke mana pun perempuan tersebut pergi hari ini, hingga kembali lagi ke hotel tempatnya menginap.
"Dan kamu benar-benar ngikutin dia sampai pulang ke hotelnya?"
"Iya, Pak."
"Emangnya tadi kamu ikutin kemana?"
"Ke Kota Terlarang, Pak."
"Dia sendiri?"
"Tidak, Pak. Bertiga dengan dua teman perempuan lainnya."
"Oke kalau begitu. Kamu bisa tunggu sebentar. Kala sedang di kamar mandi."
Tak lama, Kala muncul dan panik mendapati Pak Hanan sudah berada bersama Bapak. "Pak Hanan... Kok gak kabarin saya dulu kalau mau datang," ujar Kala mendadak kaku.
"Katanya, Hanan mau laporan sama kamu."
"Sebentar ya, Pak. Saya bicara dulu ya sama Pak Hanan di luar."
"Di sini aja. Ngapain ke luar. Hanan juga sudah laporan kok sama Bapak."
Lidah Kala mendadak kelu. Wajahnya tertunduk malu. Ganti Bapak tertawa terbahak-bahak. Ternyata betul dugaannya bahwa ada makhluk cantik yang berada dibalik senyum anaknya. "Jadi ternyata urusan perempuanmu."
"Ah, Bapak," sahut Kala malu, "Kala keluar dulu. Mari kita bicara di luar, Pak Hanan."
"Jadi, Bapak gak diajak bicara juga soal ini," goda Bapak sambil menaik-turunkan alisnya.
"Bapaaaaakkk... Pleaseeeee...." Kala memelas agar jangan diledek lagi. Kala kemudian berjalan keluar diikuti oleh Pak Hanan.
Tawa Bapak masih terdengar sepeninggalan mereka berdua.
Di ruang tamu kamar, Kala mempersilahkan Pak Hanan untuk duduk. Kala langsung menagih laporan kepada Pak Hanan. Kala memang menyuruh Pak Hanan untuk mengikuti Sea hari ini. Pak Hanan lalu menjelaskan secara rinci apapun yang dilakukan Sea termasuk disaat Sea dan Noni kembali berjalan balik untuk mencari mobil angkut untuk turis.
"Ya ampun, Pak Hanan. Maaf ya, Pak Hanan jadi ikut-ikutan jalan kaki sejauh itu."
"Gak apa-apa, Mas. Hitung-hitung olah raga."
"Tapi Sea gimana keadaannya?"
"Begitu selesai, Nona Sea sepertinya kelelahan sekali. Rencana mereka untuk pergi ke destinasi lainnya juga terpaksa batal. Mereka bertiga langsung kembali ke hotel, Mas."
"Kalau begitu, terima kasih banyak ya, Pak Hanan. Pak Hanan bisa kembali ke kamar dan beristirahat."
"Sama-sama, Mas. Saya pamit dengan Bapak dulu."
"Baik, saya temani."
Kala kembali ke ruang kerja Bapak, sembari mengantarkan Pak Hanan yang hendak pamit ke Bapak. Sepeninggalan Pak Hanan. Kala sudah siap untuk diinterogasi oleh Bapak. Terlihat dari tatapan mata Bapak yang seolah-olah menagih hutang jawaban terkait apa yang sedang terjadi.
"Perlu Bapak bertanya lagi?"
Kala menggeleng hebat. "Sebenarnya hari ini Kala sudah punya agenda keluar. Tapi kebetulan Bapak meminta Kala untuk tetap tinggal dan membantu Bapak. Makanya Kala minta bantuan Pak Hanan untuk..."
"Untuk mengikuti perempuanmu?" potong Bapak.
"Betul. Eh bukan. Nggg... maksud Kala betul mengikuti tapi dia bukan perempuan Kala," lanjut Kala menjelaskan dengan super belibet.
"Bukan atau belum?" tanya Bapak memastikan.
Kala merasa terjebak sendiri. "Belum, Pak. Dia kenal Kala juga belum."
"Lah, kok bisa? Kok bisa kamu kenal dan suka dia tapi dianya gak kenal kamu."
"Panjang ceritanya, Pak. Pokoknya, Kala cuma minta Bapak doain Kala. Semoga dia memang perempuan yang selama ini disiapkan Tuhan untuk Kala."
"Amin. Selama kamu melibatkan Tuhan dalam pencarian jodohmu, selama itu pula kamu tidak akan pernah kehilangan arah. Kalian insya Allah akan dipertemukan dalam langkah yang sama. Bapak senang mendengar ini. Senang juga karena senyum kamu sudah kembali."
"Makasih ya, Pak."
"Jangan cuma sama Bapak. Sama Pak Hanan tuh. Dia sampai harus ikutan jalan kaki sejauh itu untuk ikuti perempuanmu."
"Hahaha... Iya, Kala juga jadi gak enak sama Pak Hanan. Kesian pasti kakinya pegel-pegel."
"Hayo... tanggung jawab kamu, Nak. Hahaha...."
***
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
KALA SEA (TAMAT)
RomanceKala adalah seorang dokter yang nyaris tidak bisa beranjak dari luka kisah percintaan masa lalunya. Sementara Sea adalah seorang dosen yang belum ingin membuka hati untuk mencintai karena takut terluka oleh orang yang salah. Keduanya ditautkan pada...