PART 39 - Gejolak yang Teredam

45 3 0
                                    

Kala menarik kopernya keluar dari hotel tempatnya menginap selama di Beijing. Dengan langkah penuh harap, Kala menyusuri lorong panjang menuju Lobi. Pak Hanan telah menunggunya di sana. Pak Hanan mengambil alih koper yang dibawa Kala. Lalu mereka berdua bergegas keluar Lobi dan menuju Parkiran VIP Hotel.

Pak Hanan menunjukkan mobil yang akan Kala naiki. Khusus hari ini, Pak Hanan sendiri yang akan mengendarai mobil untuk mengantarkan Kala ke bandara.

"Silahkan masuk, Mas. Saya mau meletakkan koper mas dulu di bagasi."

"Makasih, Pak Hanan."

Pak Hanan berjalan pelan ke arah bagasi, membuka kap bagasi di belakang mobil lalu menaruh koper Kala di dalamnya.

Sementara, Kala masuk kedalam mobil dan menemukan paperbag berwarna coklat di bangku mobil. Tercium aroma lezat yang menggugah selera makannya. Segera dibukanya. Kala melihat kentang goreng dan burger kesukaan Kala serta sebuah botol air mineral ada di dalamnya. Kala segera menanyakan perihal paperbag tersebut saat Pak Hanan masuk kedalam mobil.

"Ini punya siapa, Pak?" Kala mengangkat paperbag disampingnya itu. Pak Hanan menoleh ke arah Kala.

"Oh itu buat Mas Kala dari Bapak. Tadi Bapak menyuruh saya untuk membelikan makanan siap saji untuk Mas Kala."

"Makasih ya, Pak."

"Oh iya, Mas. Tadi Bapak juga titip surat ini untuk Mas. Katanya suruh di baca kalau sudah diperjalanan menuju Bandara. Bapak juga minta maaf tidak bisa antar mas karena ada janji untuk sarapan pagi dan rapat dengan investor lagi." Pak Hanan mengeluarkan secarik kertas terlipat dan segera memberikannya kepada Kala. Kala menerimanya dan lalu membacanya.

Hai Nak, sudah dalam perjalanan menuju Bandara? Bapak minta maaf karena tidak bisa mengantarkanmu ke sana. Pagi-pagi sekali Bapak ada janji dengan investor untuk rapat. Tadi ingin membangunkanmu pagi-pagi, Bapak tidak tega. Jadi Bapak tulis surat ini. Oh iya, Bapak sudah meminta Hanan untuk membelikan makanan siap saji kesukaanmu. Habiskan! Jangan sampai perutmu kosong. Kalau sudah sampai di Jakarta tolong langsung kabari Bapak. Semoga kepulanganmu hari ini membawa kabar baik. Safe flight, Kal.

- Bapak -

Setelah selesai membaca surat dari Bapak, Kala melipat kembali kertas itu. Pak Hanan melirik yang dilakuakan Kala dari kaca spion depan.

"Sudah siap untuk berangkat, Mas?" tanya Pak Hanan.

"Sudah, Pak."

"Baik. Kita berangkat sekarang ya, Mas."

Sepanjang perjalanan menuju Bandara membuat Kala berpikir. Entah kenapa Kala bisa seyakin ini mengambil keputusan penting dalam waktu singkat. Tidak seperti hubungannya dengan Anabel lalu. Banyak sekali hal yang membuatnya meragu dan lelah karena bentangan jurang yang menghalangi jalan hubungan mereka. Tapi dengan Sea, meski sulit, Kala selalu punya tenaga lebih untuk melewati segala rintangan yang ada.

Ketika hati Kala dibuat hancur oleh kenangan masa lalu bersama Anabel. Dan mengingat semua hal itu sungguh menyesakkan dada. Kala jadi teringat kembali mimpi tentang dirinya yang sedang di dalam hutan. Dalam mimpi itu Kala merasa tangan yang dikejarnya menjauh, tangan Anabel yang dilihatnya malah pergi meninggalkannya.

Sementara di belakangnya, justru terdengar langkah kaki seseorang yang berlari mendekat seperti berharap ditunggu. Dan langkah kaki Kala seolah terhenti. Mengkaku. Tidak bisa digerakkan. Seperti ada medan magnet menariknya dari dalam bumi. Seperti alam semesta memintanya untuk tetap di tempat menanti kedatangan seseorang yang baru.

Kala paham sekarang bahwa langkah kaki yang datang kepadanya waktu itu adalah langkah kaki Sea. Tanpa Kala sadari ternyata selama ini, Sea berharap bisa bertemu dengannya. Berdoa untuknya. Dan di saat Kala benar-benar merasa sendirian semenjak kepergian Anabel, Sea hadir dan mewarnai hidupnya. Memompa semangatnya agar bisa menemukan dirinya yang hilang. Pelan-pelan mengarahkannya menjadi pribadi yang lebih punya prinsip. Kala mau Sea. Semoga Tuhan juga mendengar doa-doa Kala.

KALA SEA (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang