PART 35 - Curhat Bujang Jomblo

40 3 0
                                    

Pagi hari ini, Kala bangun dengan suasana hati yang jauh lebih baik. Setelah shalat subuh berjamaah dengan Bapak, Bapak lekas berpamitan untuk bermain golf dengan rekan bisnis yang paling setia dengan Bapak. Kala pagi ini dapat dispensasi untuk tidak perlu menemani Bapak, karena ini lebih ke arah jumpa sahabat dibandingkan pembicaraan bisnis. Kala bersyukur untuk hal itu. Setidaknya, Kala pagi ini punya waktu untuk dirinya sendiri. Gara-gara masalahnya, Kala hampir melupakan kliniknya. Kala langsung menghubungi Roy untuk mengecek kondisi klinik.

"Baru jam 8 pagi. Harusnya di sana masih jam 7 pagi. Belum mulai buka Klinik. Ayo Roy angkat telponnya."

Sambungan telpon di seberang sana tak lama diangkat. Sambutan heboh bernada teraniaya terdengar dari suara Roy, "Ya Tuhan terima kasih karena telah menyuruh bosku yang hilang kabar ini menghubungi bawahannya yang sudah pusing tujuh keliling."

"Lebai lo. Ada apa?" tanya Kala yang berlagak dingin.

"Dih. Lo yang telpon gue kan," sahut Roy balik bertanya, "ada apa telpon-telpon gue? Merasa berdosa lupa sama kondisi klinik lo atau kangen lo sama PLT lo ini? Seharian kemarin kemana lo? Sinyal di sana hilang diterjang badai elekromagnetik emang?" lanjut Roy murka karena seharian kemarin seluruh akses komunikasinya kepada Kala mandek, padahal kemarin ada kasus yang membutuhkan diskusi penting dengan Kala.

"Sorry Roy, gue kemarin lagi sibuk banget nemenin Bapak rapat. Iya... iya gue kangen kok sama lo. Jangan khawatir," tutur Kala yang merayu agar kesal Roy mereda

"Sorra sorry... tapi gue gak kangen lo ya. Gue lebih kangen sama adik sepupu lo," ungkap Roy terang-terangan.

"Hmm... Lo kangen Mona? Hahaha... Emang dia mau dikangenin sama lo? Lagian sebelum lo coba-coba usaha deketin Mona, rasakan dulu hidangan bogem mentah dari gue. Enak aja lo main kangen-kangen sama adik sepupu gue." Ternyata sama saja gaya Kala dan Mona kalau sedang menjaga orang penting di sekitarnya.

"Kal... Kal... gimana adik lo bisa punya pasangan? Kalau satpamnya model elo begini. Kasihan tau dia, ngapa-ngapain sendiri. Kan kalau ada yang jagain dia lebih baik."

"Lo mau daftar jadi pengawal dia?"

"Yes! Jadi pengawal hidup lho ya tapinya."

"Berani daftar jadi suaminya Mona?" tembak Kala.

"Ah luar biasa! Gak langsung jadi suami juga kali, Kal."

"Kalau masih mikir-mikir. Mending minggir."

"Kalau jadi pacar dulu sih oke. Tapi kalau suami gimana ya? Nanti dulu. Gak percaya diri gue."

"Ya makanya mending minggir. Gue bilangin ya, dia itu anak tunggal. Anak perempuan satu-satunya. Sangat dijaga keluarganya. Walaupun keliatan anaknya santai dan cuek, tapi sebetulnya beban hidupnya sebagai anak tunggal luar biasa berat lho. Dia selalu dipantau dari jauh. Gue pun termasuk yang memantau dia. Gue dan keluarganya gak bermaksud membuatnya ngerasa dibatasi pergaulannya. Tapi kami juga gak mau membiarkan dia punya pasangan yang gak sanggup menjaganya dengan alasan belum siap."

"Lo sadar gak sih. Lo sama Mona itu kayak anak sultan. Terlihat dari kaca mata orang luar itu terbiasa baik-baik saja. Kehidupan kalian lengkap. Bahagia dengan orang tua lengkap. Orang tua kandung yang jelas. Gak seperti gue. Gue dari kecil hidup di panti asuhan. Gak tau orang tua kandung gue siapa? Apa masih hidup atau udah mati? Karena kata ibu panti asuhan, gue dulu ditemuin di deket tempat sampah depan panti asuhan. Gue dari kecil bahkan takut terlahir sebagai anak dari hasil di luar pernikahan. Beruntung ada keluarga baik yang angkat gue jadi anak dan memberikan gue kehidupan super layak. Tapi tetap aja sampai sekarang gue ngerasa gue bukan siapa-siapa. Gue selalu minder dan merasa jauh dari kata setara sama orang model kalian. Sehingga ketika lo bilang siap gak jadi suaminya Mona? gue ngerasa gak layak dan masih harus bekerja ekstra keras biar bisa setara lo, minimal."

KALA SEA (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang