Seusai magrib, langit mulai menyempurnakan siluet jingganya. Seseorang bertubuh tinggi putih turun setengah berlari dari lantai atas sambil menguncir rambut gondrongnya ala Man Bun Style. Kemudian menyamber kunci mobil dan handphone yang tergeletak di atas meja kerjanya. Tampak sebuah jas praktek berwarna putih tersampir di kursi kerjanya. Terlihat dari pin nama yang tertempel pada jas itu. dr. Kala Damaresh. Kala mengambil tas prakteknya dan mengecek kelengkapan peralatan medis yang ada di dalamnya.
Teman Kala yang bernama Roy, yang juga berpraktek di Klinik milik Kala, melihat Kala dari seberang ruangan kerjanya. Kebetulan Roy yang belum pulang karena masih membereskan peralatan tensi digital. Dia langsung bertanya begitu dilihatnya Kala terburu-buru menuju pintu keluar klinik sambil menenteng tas praktek, "Lo mau kemana, Kal?"
"Gue keluar dulu ya sebentar. Urgent. Tadi temen gue telpon ngabarin suaminya jatuh di kamar mandi terus pingsan. Temen gue panik karena gak ada orang yang bisa dimintain bantuan. Sementara dia sendiri baru abis lahiran beberapa hari yang lalu. Gue mau ngecek suaminya dulu. Kebetulan gak jauh dari sini."
"Perlu tenaga tambahan gak?" timpal Roy menyodorkan diri sebagai relawan dadakan.
Kala berpikir sejenak, mencoba memperhitungkan kemungkinan yang terjadi disana. "Pasti butuh sih. Lo masih ada list pasien yang mau datang lagi gak?"
"Gak ada. List accomplished," jawab Roy mengangkat tumpukan riwayat medis pasien yang sudah selesai di input, "Aura sih udah pulang duluan tadi. Si Teddy aplusan gue tapi telat. Katanya sih bentar lagi sampai."
"Ya udah, ikut gue sekarang. Kasih tau Teddy suruh buruan gitu datangnya. Soalnya lo harus keluar nemenin gue," perintah Kala.
***
Perjalanan menuju rumah teman Kala yang tadi menghubunginya bisa dicapai dengan mobil hanya dalam waktu kurang dari beberapa menit saja. Kedatangan Kala dan Roy rupanya sudah ditunggu oleh teman Kala di pagar rumah.
Dengan mata sembab dan sambil menggendong bayinya yang menangis, perempuan itu berujar lirih, "Kal, tolongin suami gue. Dia masih di kamar mandi, gue gak berani angkat dia. Tolongin ya..."
"Udah, lo tenang dulu. Jangan panik. Urusin bayi lo aja dulu. Biar gue sama temen gue yang ngecek suami lo," ujar Kala menenangkan temannya itu.
Perempuannya itu menggangguk menurut.
Kala dan Roy segera masuk ke dalam dan berjalan menuju kamar mandi. Kala memberikan tas prakteknya untuk dipegangi Roy. Rupanya suami temannya masih pingsan dalam posisi terduduk menyender ke tembok. Kala perlahan masuk kedalam ruangan kecil itu lalu berjongkok sambil menepuk-nepuk pelan lengan pasien seraya mengecek responnya. Tapi tidak ada respon. "Roy, tolong stetoskop gue."
Roy segera mengambil dari dalam tas Kala dan memberikannya.
Kala memeriksa apakah pasiennya itu bernafas atau tidak. "Gimana, Kal?" tanya Roy.
"Masih nafas. Bentar gue cek dulu ada luka serius apa gak?" Kala mulai melakukan screening manual dengan memeriksa satu persatu bagian tubuh pasien yang kemungkinan terdampak akibat jatuh.
"Ada luka atau patah tulang gak, Kal?" tanya Roy lagi.
"Aman. Gak ada luka serius," jawab Kala sambil bernafas lega.
Beruntung pasiennya itu tidak mengalami dampak jatuh yang serius. Hanya sedikit memar di bagian pipi dan lengan karena terbentur ubin luar kolam. Benturannya sepertinya juga tidak cukup keras.
Tiba-tiba, pasiennya itu tersadar dari pingsannya. "Aaaa... aaaa... sakit... sakit" pasiennya itu meringis kesakitan memegang lengannya dan segera beranjak dari duduknya.
"Maaf, Mas... perlahan bangunnya." Kala membantu mengangkat pasiennya.
"Kami bantu Mas jalan ke kamar ya," ujar Roy yang ikut membantu membopong lalu medudukkan pasien tersebut di tempat tidurnya.
"Kalau boleh tau apa yang sekarang Mas rasakan? Bagian mana yang terasa sakit?" lanjut Kala memeriksa.
"Hanya sakit di sekitar pipi dan lengan," sahutnya lemah.
"Apa yang terjadi sebelum jatuh? Apakah Mas merasa pusing atau hal lain?" Kala mulai menyodorkan pertanyaan.
"Iya, kebetulan saya tadi merasa pusing. Dan tiba-tiba kaki saya kayak lemes."
"Oke, sebentar ya saya cek tensi Mas dulu." Kala mengecek tensi pasiennya itu dan menemukan bahwa tekanan darahnya terbilang rendah. "Tekanan darah Mas rendah. Pada orang dewasa tekanan darah dikatakan normal apabila angkanya berada di atas 90/60 mmHg hingga 120/80 mmHg. Sementara tekanan darah mas saat ini hanya 80/60 mmHg. Kalau boleh tau apakah Mas biasa mengalami hipotensi seperti ini?" tanya Kala.
Sang pasien menggeleng.
Kala berpikir lagi. "Mas abis kerja yang lumayan menguras energi tidak sebelumnya?"
"Iya, saya abis benerin genteng yang bocor dari tadi siang," jawabnya membenarkan.
"Apakah sempat makan siang?" lanjut Kala bertanya.
"Saya hanya baru sarapan kue saja dan minum teh. Belum sempat makan siang," ungkapnya.
"Sepertinya tenaga Mas terforsir. Sementara Mas kekurangan energi karena tidak ada asupan yang cukup yang seharusnya masuk ke dalam tubuh Mas," jelas Kala memberitahu.
Tak lama, istrinya masuk dan mengambil tempat disebelah suaminya yang baru saja siuman. "Mas tadi kenapa bisa sampai pingsan di kamar mandi?"
"Tadi kepala Mas pusing. Kaki Mas juga mendadak lemes. Mas buru-buru duduk aja, cuma udah keburu gak sadar kayaknya. Bangun-bangun udah ada dokter yang bantu Mas."
"Oh iya, Mas. Kenalin ini teman aku. Tadi aku minta tolong dia untuk datang ngecek kamu. Aku panik," kata teman Kala yang memunculkan wajah cemasnya lagi.
"Saya Kala dan ini Roy, rekan dokter saya," seru Kala memperkenalkan dirinya dan juga Roy.
"Gimana kondisi suami gue, Kal?" tanya teman Kala.
"Tensi darahnya lumayan rendah, mungkin karena belum makan siang dan sarapan pun juga kue seadanya. Sayangnya suami lo tetap maksa kerja berat. Tapi Alhamdulillah gak ada sesuatu yang mengkhawatirkan. Cuma ada sedikit memar di pipi dan lengan akibat jatuh tadi. Nanti gue kasih obat penambah darah biar tekanan darahnya kembali normal dan obat pereda nyeri untuk mengurangi sakitnya serta obat oles untuk menghilangkan memarnya. Gue kirim pakai ojek on line aja obatnya, jadi lo gak perlu ribet."
"Tapi bener gak apa-apa?" ujar teman Kala memastikan, "perlu screening lanjutan gak?"
"Gini aja kalau dalam 1 x 24 jam terjadi mual, muntah dan pusing hebat. Bawa suami lo langsung ke klinik gue untuk melakukan screening lanjutan. Kita pastikan apakah ada gegar otak atau tidak. Kalau memang ada gajala gegar otak, gue bantu rujuk ke rumah sakit untuk CT scan. Tapi kalau gak terjadi apa-apa, gue rasa gak ada yang perlu dicemaskan. Tinggal makan yang cukup, minum obat yang gue kasih, lalu istirahat sampai pulih," ucap Kala menjelaskan panjang lebar.
"Oke. Aduh, semoga gak terjadi hal aneh-aneh deh. Makasih banyak ya, Kal, Mas Roy," sahut teman Kala seraya menangkupkan kedua tangannya di depan mulut. Berterima kasih.
"Makasih banyak ya, Mas. Kalian sudah bantu saya dan istri saya," imbuh sang pasien.
"Sama-sama. Cepat sembuh, Mas. Kami pamit pulang ya," ujar Kala undur diri.
"Mas, sebentar aku anterin mereka ke luar dulu."
Di luar pagar rumah, temannya Kala itu menarik baju Kala lalu berbisik, "Gimana soal pembayarannya, Kal? Gue mesti transfer ke mana? Biar nanti gue transfer ke rekening lo."
"Gak usah. Duitnya buat lo simpen aja. Buat lo beli makanan yang bergizi biar lo bisa ngasih ASI yang berkualitas buat bayi lo," tolak Kala.
"Makasih banyak ya, Kal. Maaf ngerepotin," jawab teman Kala penuh haru.
"Santai. Kayak siapa aja."
"Biasa itu, Mbak. Kala emang orangnya hobi direpotin kok. Hahaha... Seneng malah kalo ngerepotin diri," sahut Roy menimpali.
***
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
KALA SEA (TAMAT)
RomanceKala adalah seorang dokter yang nyaris tidak bisa beranjak dari luka kisah percintaan masa lalunya. Sementara Sea adalah seorang dosen yang belum ingin membuka hati untuk mencintai karena takut terluka oleh orang yang salah. Keduanya ditautkan pada...