12. Tulisan kertas

68 11 0
                                    

"Jadi cuma gini doang???" Biru membulatkan mata saat Nathan mengusirnya pulang.

"Sabar, Ru, sabar," kata Digo kepada Biru.

"Ya elu mikir dong, Go. Lo ... anjir! Anjir! Dah, dah! Gue mau pulang!" ujarnya lalu berdiri membuat Bara mendongak, menatap kembarannya.

"Ru, lo serius?" tanya Bara.

"Lo pikir gue lagi bercanda?!" tanya Biru membuat Sangga berjengit. Beruntung telinga adik Sangga disumpet oleh Lintang.

"Sorry, Ru," kata Nicholas tak enak.

"Santai aja. Tapi lo tetep hutang penjelasan sama gue," kata Biru kepada Nicholas.

"Ru! Ini Ita gimana??" tanya Bara sembari menunjuk Brigita yang sudah tertidur di lantai bersama Nabila.

Sudah setengah jam sesi tanya jawab berlalu, dua cewek yang memang kelelahan pun tertidur damai di lantai yang beralaskan karpet bulu tanpa bantal ataupun guling.

Biru berdecak, "Itu bocah satu emang hobi banget ngerepotin orang!" Meski begitu, Biru tetap beranjak untuk menggendong tubuh Brigita dan dibawa keluar menuju mobil. "Gue duluan!" pamitnya.

Digo tercengang. "Anjir?!" pekiknya heboh.

"Nggak usah kaget! Kayak nggak tau Biru sama Brigita aja!" kata Bara lalu ikut berdiri. "Gue juga duluan!" pamitnya.

Zidan menatap Sangga, Satya dan Lintang. "Kalian gimana? Mau gue suruh bawahan bokap gue buat nganter?"

"Nggak usah!" tolak Lintang cepat. "Satya bawa mobil, kok. Nanti gue sama Sangga dianterin Satya."

Zidan mangut-mangut.

"Kita pulang ya, Dan," pamit Sangga.

"Makasih, ya. Sorry ngerepotin," kata Zidan lalu mengantar Sangga, Satya dan Lintang ke ambang pintu.

"A'a kamu tuh," kata Nathan membuat Zia mendesis.

"Kenapa emang??" kesal Zia kepada Nicholas lalu menatap satu persatu makhluk yang baris di hadapannya. "Kalian siapa, deh?" tanyanya membuat Nicholas dan Nathan menegang.

"A'a sini. Jangan di situ," kata Zia kepada Zidan yang berdiri sembari bermain ponsel di samping sofa. "Kamu dipelototin sama dia," ujarnya sembari menunjuk salah satu makhluk tak kasat mata menggunakan dagu.

Zidan berjengit lalu melangkah dan bersembunyi di belakang tubuh Zia.

Digo yang semula duduk lesehan pun langsung berdiri. "Gue pulang dulu," ujarnya.

"Tunggu," kata Leviathan. "Kamu di sini dulu."

"Ada apa?" tanya Digo kepada Leviathan.

"Kamu didatengin Asmodeus, kan?" Digo menegang. Leviathan terkekeh. "Duduk dulu, lihat dulu apa yang terjadi, Indigo Deriandas."

Mau tak mau Digo duduk di sofa, sedikit kesal saat melihat banyak asap hitam yang seperti berbaris rapi. Terbukti karena asap itu tidak banyak beterbangan ke sana kemari.

"Kalian temennya Amon?" tanya Zia polos membuat Leviathan menahan tawanya.

Zia terlonjak kaget saat potongan kertas yang bercecer itu terbang dan tertumpuk rapi di meja yang ada di hadapannya. Nicholas, Nathan dan Zidan sudah menahan napas. Berbeda dengan Digo yang tercengang dan menolak mengakui jika ini adalah nyata.

Zia dengan ragu mengambil satu potongan kertas itu. Lalu membacanya. "Veela?"

Sosok yang ada di tengah itu pun membuka tudung jubahnya. Zia terpengarah saat melihat parasnya yang cantik menawan. Rambutnya pirang, kulitnya putih bersih lalu senyumnya amat sangat manis.

RUMITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang