33. Gadis Amon

70 12 0
                                    

"Lucifer--"

"Amon." Lucifer menatap Amon dengan perasaan bersalah. "I dont know."

Amon berteriak. Matanya memerah dan rahangnya mengeras. Dia menginjak-injak Lavaier hingga menjadi abu.

Lucifer mengatupkan bibir.

"Ke mana Zia?" tanya Amon serius kepada kepala Lavaier yang masih utuh.

"J-jurang kematian," jawab Lavaier menahan sakit.

"Bersama siapa gadisku di sana?" tanya Amon dingin.

"S-sendirian." Lavaier memelototkan matanya. "M-mungkin sekarang d-dia terkapar ketakutan."

"Di mana letak jurang kematian?" tanya Amon.

"Di bawah Tartaros," jawab Lucifer. "Jurang maut adalah tempat makhluk-makhluk yang membangkang."

Amon mengangguk paham. Ia menghancurkan kepala Lavaier dengan sekali injakan lalu melangkah menjauh. Lucifer menghembuskan napas lalu ikut melangkah mengikuti Amon.

"Zia akan selamat." Amon menoleh saat mendengar perkataan Lucifer.

"Haruskah aku percaya?"

Lucifer mengangguk. "Kau adalah putra Jason dan Zia adalah gadismu. Kau jelas paham apa yang kumaksud."

"Aku paham," jawab Amon. "Tolong tunjukkan jalan ke arah Tartaros."

"Boleh," jawab Lucifer. "Temui dulu daddy-mu. Jelaskan dulu kepadanya. Baru aku akan mengantarmu."

"Kau telah selamat. Kau sudah boleh kembali, bukan?"

"Boleh. Sebenarnya, aku bisa kembali kapanpun aku mau," jawab Lucifer.

"Kalau kau bisa kembali, kenapa misi ini diadakan?"

"Kalau misi ini tidak diadakan, kau tidak akan bertemu dengan gadismu."

Amon terdiam.

"Dengan kata lain, misi ini sebenarnya adalah misi menemukan jodoh." Lucifer menjelaskan.

"Hanya jodohku saja?"

Lucifer tertawa. "Kau ternyata polos seperti Brianna."

Amon mendesis. "Aku putranya. Ada masalah jika aku mirip mommy-ku?"

"Tidak," jawab Lucifer lalu tersenyum. "Aku hanya rindu Veela."

Amon diam sebentar. "Kau kembali saja ke dunia iblis. Aku bisa meminta bantuan kepada yang lain."

"Aku tidak ingin melewatkan kejadian menarik nantinya," kata Lucifer. "Kita tidak berdua untuk menyelamatkan Zia, tetapi, bersepuluh. Bersama iblis yang lain."

"Tentu."

***


"Bi," panggil Orion. "Mau ngopi bentar di luar? Mumpung Mentari udah sama Echa, Bunga dan yang lain. Mau?"

"Bisa gue minum kopi di sini sementara anak gue di sana pasti ketakutan?" Abimanyu berhasil menyentak Orion.

"Zia itu kuat, Bi. Lo harus percaya sama anak lo," kata Bumi lalu beranjak, mengambil tissue di meja lalu ia sodorkan kepada Bunga yang menangis di pelukan Syaila.

Masalahnya, Bunga sering membelikan Zia banyak parfume branded dari kecil sampai sekarang. Maka dari itu ia menangisi Zia sampai matanya bengkak.

"Tolong, ya, Sya," kata Bumi membuat Syaila mengangguk.

"Iya, Kak," jawab Syaila lalu memgambil ponselnya yang berdering. Ternyata panggilan dari Juven, putranya.

Raka keluar dari perpustakaan rumah Abimanyu. Ia menghampiri putra sulungnya yang duduk di sofa.

RUMITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang