23. Salah tingkah

61 8 0
                                    

Raka menyeruput secangkir kopi hitam yang ada di hadapannya. Ia menatap sekeliling caffe, lalu, tatapannya jatuh ke arah sosok gadis yang melayani pembeli. Gadis itu adalah gadis yang disukai Nathan.

Namanya Shea. Sheanna Rinjani.

Raka terkekeh. Tak lama kemudian, sosok pria yang ia nantikan datang memasuki caffe. Pria itu lebih dulu memesan cappucino dan menunggu di sana, lalu ia datang ke tempat duduk Raka dengan membawa segelas cappucino itu.

"Hai, dude," sapanya.

"Hai, Jason," balas Raka saat Jason sudah duduk di hadapannya.

"Serius sekali, Mr. Ada apa?" tanya Jason.

Raka menaikkan satu alisnya. "Keponakanmu akan berjodoh dengan cucuku?"

Jason mengerutkan kening. "Aku tidak tahu, Mr."

"Jangan berbohong, Jason," kata Raka. "Aku tau, mereka tertangkap, kan?"

Jason tersenyum. "Sure," jawabnya. "Bagaimana? Tragis, bukan?"

"Sungguh tragis," jawab Raka. "Bagaimana reaksi Leviathan nantinya, kita hanya bisa melihat saja."

"Kau ... ah, bagaimana perasaanmu saat mengetahui bahwa semesta tidak berpihak kepada cucumu, Mr?" Jason pun bertanya.

"Tentu saja aku tidak senang," jawab Raka.

"Tenang saja. Semesta mungkin tidak berpihak kepada cucumu, namun ... keponakanku akan selalu memihaknya," kata Jason lalu tertawa.

"Omong kosongmu membuatku muak, Jason," ujar Raka bercanda membuat Jason mendelik.

"Siapa yang omong kosong, Raka? Kau tau, dia sudah mencintai cucumu," kata Jason. "Tidak usah khawatir. Selama semesta tidak menenggelamkannya, mereka pasti bisa bersama."

"Siapa yang tenggelam, Jason?"

"Cucumu," jawab Jason membuat Raka menajamkan mata. "Mungkin."

***


"Cinta itu buta dan tul--" Hana yang bersenandung pun seketika langsung membinarkan mata saat melihat Zidan yang berjalan sendirian di koridor. "ZIDAN!!" panggilnya membuat Zidan menoleh.

Hana berlari kecil mendekat ke arah Zidan. "Lo mau ke mana?" tanyanya begitu sudah berdiri di hadapan Zidan.

"Pulang," jawab Zidan.

"Gue nebeng, dong!" ujar Hana tanpa tau malu.

"Gue harus--"

"Zidan." Zidan menoleh lalu tersenyum saat Belva sudah keluar dari kelas dan menghampirinya.

Hana menipiskan bibir. "Oh, sama Belva."

Belva menoleh. "Loh, Hana? Kenapa, Han?"

"Nggak. Tadinya gue mau nebeng Zidan. Tapi nggak jadi, deh. Kan Zidan udah sama lo," kata Hana bercerita.

"Nebeng aja. Kita pakai mobil, kok," kata Belva membuat Zidan menatapnya kurang suka.

Hana mengerjab. "Boleh?"

"Nggak--"

"Boleh! Siapa yang bilang enggak boleh?" ujar Belva membuat Zidan mengumpat dalam hati.

Zidan berjalan menggiring Belva dan Hana untuk menuju parkiran. Saat Hana akan duduk di depan, buru-buru Zidan menahannya dan menyuruhnya untuk duduk di belakang. Karena yang akan duduk dengan Zidan di depan adalah Belva.

"Kamu nganter aku dulu. Soalnya, rumah Hana itu nggak searah sama rumahku," kata Belva kepada Zidan.

Zidan berdehem dengan hati dongkol. Ia menjalankan mobilnya dan sesekali melirik Belva yang sibuk bercerita dengan Hana.

RUMITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang