38. Zia dan Amon (akhir)

127 11 0
                                    

"Aku udah dapet restu dari ayah kamu, Zi." Amon mengajak Zia ketemu di caffe Cendana dan langsung membicarakan hal ini.

"Bentar-bentar, aku mau ketemu kak Shea dulu," sergah Zia lalu bangkit dan ngacir menuju Shea.

"Kak Shea!"

Shea yang sedang mencatat sesuatu pun mendongak. Matanya berbinar. "Ziaa!"

Shea melangkah keluar dari area kasir, menghampiri Zia dan langsung memeluk gadis itu membuat Amon yang duduk di kursi pojok pun mendengkus kesal.

Sejak Zia sudah kembali, Shea dan Stella mencoba akrab dengan gadis itu. Awalnya mereka takut. Tapi, melihat respon Zia yang antusias dan bisa menghargai, mereka jadi nggak sungkan dan sering berhubungan sama Zia sampai sekarang.

"Kamu udah pesen?" Shea melerai pelukannya lalu bertanya.

"Udah!" Zia cengengesan. "Tebak aku pesen apa??"

"Greentea," jawab Shea percaya diri membuat Zia nyengir.

"Kak Shea kok tau sihh??"

"Abangmu sering ke sini beliin kamu greentea, terus beliin Nabila taro, terus beli vanila juga buat dia, Nicholas sama Zidan. Iya, kan?"

Zia tercengang. Gadis itu merasa gemas dengan Shea. "Kak Shea lucu bangett!! Aku mau ketemu Hima nanti ya! Aku mau momong Hima!"

"Yakin momong Hima? Emang kamu bisa?" tanya Shea.

"Kan sama Amon." Shea tertawa.

"Iya deh yang udah sama Amon." Shea menepuk pelan kepala Zia. "Baik-baik sama Amon. Bilang sama Kakak kalo dia resein kamu."

Zia mengangguk antusias. "Siap, bos!"

"Kakak kerja dulu." Shea pamit. "Dadaah Zia!"

Zia nyengir. "Dadaahh Kak Shea!" Ia pun berbalik dan duduk di hadapan Amon.

"Udah?" ketus Amon.

"Udah, dong! Kak Shea baik banget, kan? Aku habis ini juga diundang Kak Stella buat main ke rumah," kata Zia. "Kata Kak Stella di rumahnya rame. Ada Jaren sama Ebi. Kamu mau ikut?"

"Mau," jawab Amon.

"Eh jangan dehhh." Zia berubah pikiran. "Yang diundang kan aku, bukan kamu."

"Kok gitu??" Amon melotot tak terima. "Aku mau ikutt."

"Ih, nggak ya," kata Zia. "Nggak sopan tau kamu ikut padahal nggak diundang."

Amon memutar bola mata. "Terserah kamu aja."

Zia tersenyum puas. Ia menyeruput greenteanya lalu menatap Amon. "Tadi kamu mau ngomong apa?"

"Aku udah dapet restu dari ayah kamu," kata Amon.

"Aku??"

"Maksudnya kita," ralat Amon.

"Ya ... terus?" Zia kebingungan.

"Aku mau nikah sama kamu," ujar Amon tiba-tiba.

Zia melotot. "Kapan??"

"Nanti," jawab Amon. "Kenapa? Kamu maunya sekarang? Kalo iya aku bisa pesen gedung, bicara sama mommy soal gaun--"

"Udah udah," potong Zia. "Aku masih sekolah, masih kelas 1 SMA. Gila kamu mau ngajak aku nikah sekarang??"

"Aku nggak gila," jawab Amon. "Aku cuma nawarin."

"Lagian, kan, kamu belum kerja. Mau makan apa aku nanti??"

"Aku punya perusahaan atas nama Diamond. Perusahaan berpusat di Jakarta. Dan ada banyak cabang kayak di Aceh, Nusa Tenggara Barat, Surabaya, Singapura juga ada, London, Prancis dan masih ada lagi. Itu baru di bisnis property, belum lagi bisnis parfume--"

RUMITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang