14. Jantung tidak aman

74 9 0
                                    

"Na, Hana!" Hanashita atau yang biasa disapa Hana itu menoleh lalu menyuruh Belva untuk diam sebentar. "Gue duluan, habis itu baru lo. Oke?"

Hana mengacungkan jempol membuat Belva tersenyum lebar. Belva mengangkat tangan kanannya dan mengatakan kalau dia ingin ke kamar mandi. Guru yang sedang mengajar pun mempersilahkan membuat Belva bersorak dalam hati.

Belva melangkah keluar lalu segera mengambil tasnya yang tadi ia letakkan di samping tempat sampah.

"Lo nggak dipegang-pegang orang lain, kan?" tanya Belva sembari mengelap-elap tas kesayangannya. Belva menggeleng-gelengkan tasnya lalu tersenyum lebar. "Syukur, deh." Ia segera memakai tas itu kemudian melangkah pelan-pelan sembari memerhatikan kanan kiri, berharap tidak ada orang yang melihat.

Belva menyempatkan diri untuk mengirim pesan kepada Rega, papahnya.

Belva : papah, aku sakit perut jadi ijin ga ikut pelajaran bentar

Papah : mau papah kirim ambulance buat jemput?

Belva : woww ga usah pah makasih

Papah : oke, pulang sekolah papah jemput ya

Belva : siap bos

Belva memasukkan ponselnya ke dalam tas sebelum akhirnya ia kembali berjalan.

"Hayo mau ke mana?"

"WOI ANJING!" pekik Belva kaget lalu menutup bibirnya saat melihat Zidan yang berdiri tegak di hadapannya.

"Hayo mau ke mana?" Zidan memiringkan kepalanya, menatap Belva.

"A-apasih?! Orang mau ke toilet!" jawab Belva agak gugup.

"Toilet kok pake tas?" tanya Zidan.

"Y-ya terserah gue lah!" kesal Belva.

Zidan mangut-mangut. "Lo mau bolos," ujarnya membuat Belva melotot.

"Mana ada!" kata Belva. "Nggak usah asal nuduh dong!"

"Nggak nuduh, tapi kenyataan," kata Zidan. "Iya, kan?"

Belva berdecak, "Lo itu!" Ia menguyel-uyel pipi Zidan. "Ngeselin banget, sih!" sambungnya.

Zidan meneguk ludahnya dengan jantung yang berdegup kencang. Ia mengangkat tangan dan membalas Belva dengan ikut menguyel-uyel pipi gadis itu. "Lo pinter banget bohongnya, sih," ujarnya.

Belva mendesis, menjauhkan tangan Zidan dari pipinya lalu menggerucutkan bibir. "Jangan bilang papah, ya??" ujarnya memohon.

"Oh, jadi beneran mau bolos." Zidan mangut-mangut lalu bersidekap. "Bolos ke mana?"

"Ke sekolah lain," cicit Belva.

"Ngapain?" tanya Zidan.

Belva menarik tangan Zidan untuk diajak ke lorong kecil samping ruang UKS kelas sepuluh. Sesampainya di sana, Belva menatap Zidan dengan tatapan memohon.

"Jangan bilangin papah, ya? Please ..." Belva memohon. "Gue punya alasan dan alasan ini bener-bener masuk akal!"

"Apa?" tanya Zidan bersidekap. Ia maju satu langkah membuat Belva spontan mundur hingga punggungnya membentur tembok. Gadis itu meringis dalam hati.

"Y-ya itu," cicit Belva lalu mengerang kesal. "Lo itu kenapa kepo banget, sih?!"

"Oh." Zidan mengeluarkan ponselnya dari saku. "Gue ada kontaknya om Rega--"

"Zidan Zidan, please, jangaan," ujar Belva sembari menahan tangan cowok yang ada di hadapannya ini.

"Kasih tau alasannya," kata Zidan.

RUMITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang