19. Dimulai

65 9 0
                                    

Zia, Nabila, Digo dan Demas berbaring di kamar tamu rumah Abimanyu yang sudah disediakan 4 ranjang berbeda-beda.

Leviathan berdiri di antara ranjang Zia dan Nabila.

"Leviathan," panggil Abimanyu dengan raut datar. "Saya percayakan semuanya kepada kamu."

Leviathan terkekeh. "Tentu, Mr."

Nicholas, Nathan dan Zidan berdiri di samping Abimanyu yang sedang merangkul Mentari.

"Dadah Ayah! Bunda! Abang! Nanti kita balik lagi, kok!" ujar Zia dengan tubuh yang berbaring di kasur.

Novan memeluk Nindi yang menangis. Mata Nindi sudah memerah karena terlalu lama menangis. Semalaman ia menangis karena putra sulungnya akan melakukan fantasi di dunia lain.

Sementara Brady dan Bianca hanya diam sembari memandang Demas. Semoga Demas selamat. Karena hanya Demas yang akan meneruskan perusahaan keluarga Brady.

Leviathan memejamkan mata lalu berkata, "Hoy los llevaré al mundo de la inmortalidad por un tiempo. Para salvar al rey y establecer la justicia."

Setelah mengucapkan itu, ia pun memetik jari bersamaan dengan dirinya yang mengilang kemudian Zia, Nabila, Digo dan Demas seakan terpental lalu tak sadarkan diri.

Jiwa mereka melayang untuk menuju ke dunia iblis.

"Mereka hanya pergi untuk sementara. Tidak perlu khawatir, kita bisa melanjutkan aktivitas kita seperti biasa," kata Abimanyu dengan tatapan tajam.



***



"Halo, Shea. Gue datang lagi," kata Nathan kepada Shea yang sedang mengambil buku menu lalu menyodorkan buku itu kepadanya.

"Selamat datang. Silahkan pilih menu yang cocok," kata Shea sopan.

Nathan terkekeh lalu memilih menu. "Vanila tiga sama kebab tiga," ujarnya membuat Shea mengerjab.

Shea sempat heran, namun ia tersenyum lalu menulis pesanan Nathan.

"Aneh ya, karena gue nggak pesen greentea sama taro?" tanya Nathan membuat Shea mendongak.

"Nggak. Itu tergantung anda mau memesan apa," kata Shea.

Nathan mangut-mangut. "Pesanan atas nama 'yang mencintai saya', okey?"

Shea menghembuskan napas. "Baik," jawabnya. "Silahkan duduk terlebih dahulu."

Nathan duduk di bangku pojokan. Ia sengaja memilih untuk menyendiri karena otaknya dipenuhi oleh Nabila dan Zia. Bagaimana keadaan mereka di sana? Apa Digo dan Demas menjaga mereka dengan baik?

"Hai."

Nathan mendongak, menatap gadis yang berdiri di hadapannya ini dengan tatapan datar.

"Masih inget gue, nggak?" Gadis itu menunjuk dirinya sendiri.

Nathan menggeleng. Sebetulnya ia juga merasa tidak asing dengan gadis yang ada di hadapannya ini.

"Gue yang waktu itu nabrak tubuh lo," kata gadis itu. Ya. Dia Stella.

Ingat tidak ingat, Nathan tetap mengangguk.

"Gue boleh duduk?" tanya Stella.

"Duduk aja," jawab Nathan sebenarnya merasa risih.

Stella pun duduk di hadapannya. Gadis itu melepas tas selempangnya lalu di letakkan di meja. "Lo sendirian?"

"Seperti yang lo lihat," jawab Nathan cuek.

Stella mangut-mangut. "Udah pesen?" tanyanya membuat Nathan mengangguk.

"Oh iya, gue Stella," ujarnya memperkenalkan diri.

RUMITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang