05. Dua Sisi

544 69 1
                                    


Yeonjun terbangun karena dering di ponselnya terus bersuara tanpa henti. Tidak, itu bukan alarm. Yeonjun tidak pernah memasang alarm karena ia selalu bangun tepat waktu, kecuali hari libur. Tapi ponselnya berbunyi menandakan panggilan masuk.

Sulung Han itu mendesis kesal, masih dengan setengah nyawa terkumpul ia meraih ponselnya yang diletakkan disamping bantal. Melihat layarnya yang menampilkan nama si penelepon. Kim Soobin.

Astaga, kenapa bocah itu tidak memberikan ketenangan untuknya sih?

"Halo" Meskipun dibuat nada kesal, suara Yeonjun terdengar parau. Khas bangun tidur.

"Hey kau baru bangun? Astaga dasar manusia. Lihat jam berapa sekarang?!" Omelan Soobin menyambut. Yeonjun melirik jam digital diatas nakas. Baru pukul 09.15.

"Jam sembilan lewat sedikit. Ada apa sih memangnya?" Tanyanya yang tidak paham apa alasan Soobin mengomel. Ia kan sedang tidak ada kegiatan apapun, tidak ada janji dengan siapapun. Tidak masalah bangun pukul berapapun kan?

"Aishhh kau belum membaca pesan ku ya?"

Yeonjun menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Menggulingkan badan ke sebelah kiri hingga ia kini menghadap jendela yang gordennya masih tertutup.

"Pesan apa? Kapan kau mengirimkan pesan?" Ayolah, ia baru bangun dan sudah dibuat bingung. "Sebentar aku cek dulu"

"Sudahlah biar ku beritahu langsung. Beomgyu mencalonkan diri sebagai ketua OSIS dan meminta kita membantunya. Aku dan yang lain setuju dan kami sudah berkumpul di tempat biasa. Kau juga harus setuju. Jadi cepat kesini dalam 20 menit"

Tut.

Telepon diputus sepihak oleh Soobin, membuat Yeonjun mengerang keras. Soobin sialan. Yeonjun tak keberatan membantu Beomgyu, tentu. Mereka teman baik. Tapi Soobin barusan itu benar-benar menyebalkan.

Ah, kapan sih Soobin tidak menyebalkan. Dia kan memang selalu begitu.

Yeonjun lantas bangkit, merapikan tempat tidurnya sebentar lalu berlalu ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelah selesai dan bersiap-siap, ia langsung turun kebawah.

Saat melewati ruang makan, Yeonjun disambut pemandangan Taehyun yang sedang sarapan seorang diri di meja makan yang begitu besar itu. Yeonjun meringis, ia mendekat dan duduk dihadapan adiknya.

"Selamat pagi" Sapa Yeonjun ramah, seperti biasa. Namun hanya dehaman yang ia terima sebagai balasan. Taehyun bahkan tidak ber repot-repot memandangnya.

"Sudah dari tadi?" Tanyanya.

"Tidak juga" Balas Taehyun sekenanya.

Yeonjun mengangguk, hendak meraih sepotong sandwich diatas piring namun suara Taehyun menginterupsi nya.

"Pergilah" Anak itu kali ini memandang Yeonjun. Mengusap sudut bibirnya sendiri yang ternoda saus dengan serbet. Tuan muda yang taat tata krama.

Yeonjun mengernyit. Apa semalam Taehyun semarah itu sampai tak sudi makan satu meja dengannya? Ah, ini gawat. Yeonjun harus segera minta maaf sepertinya.

"Tae__"

"Kau mau pergi kan? Pergilah. Aku bisa makan sendiri" Kali ini kalimat yang keluar dari mulutnya sedikit lebih panjang.

Mengusap tengkuk, Yeonjun merasa tidak enak. Dia memang mau pergi, tanpa sarapan dulu karena berniat sarapan dengan teman-temannya di tempat yang sudah dijanjikan. Tapi melihat Taehyun yang sarapan sendirian itu membuat Yeonjun ingin menemaninya.

Bagaimanapun Yeonjun tahu, anak itu dari dulu tidak suka makan sendirian. Walaupun keadaan hubungan mereka yang merenggang, Yeonjun selalu berusaha untuk menemani adiknya makan. Bahkan jika sebelumnya ia sudah kenyang karena sudah makan duluan. Taehyun tidak pernah berubah.

SHOULD YOU GO? || TXT BROTHERSHIPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang