Selama 18 tahun hidupnya, Yeonjun selalu hidup dipenuhi ambisi. Apa yang ia inginkan, ia akan berusaha dapatkan. Termasuk impiannya menjadi dancer. Ia bahkan menentang ayahnya yang berakibat secara tidak sengaja Yeonjun mengorbankan Taehyun, adiknya.Yeonjun tentu beberapa kali merasakan putus asa, seolah ia berada di titik terendah dalam hidupnya. Yang pertama saat seseorang terpenting dalam hidupnya memutuskan pergi meninggalkannya, kedua saat Taehyun perlahan menjauh darinya. Yeonjun kira ia akan merasakan yang ketiga kalinya saat Taehyun pergi nanti. Tapi ternyata salah.
Keputusasaan ketiganya adalah saat ini. Saat Taehyun menolak bicara padanya. Untuk pertama kali dalam seumur hidupnya, Yeonjun berlutut dihadapan seseorang.
Dan itu adalah adiknya sendiri.
Yeonjun tidak keberatan. Ia tahu semua salahnya, ia sadar ia pantas mendapatkannya. Yeonjun lebih takut jika Taehyun benar-benar tidak pernah ingin bicara lagi dengannya.
"Hyung mohon, Taehyun" Yeonjun benar-benar putus asa sekarang. "Dengan amat sangat"
Ia tidak berani mengangkat wajahnya untuk melihat Taehyun. Ia bahkan tidak menyadari bahwa perlahan kedua mata Taehyun berair melihat kelakuannya.
Taehyun mengedipkan matanya cepat, menghalau air mata agar tidak turun. Apa yang Yeonjun lakukan benar-benar tidak pernah ada dalam bayangannya.
Apa dia ingin Taehyun merasakan perasaan bersalah juga? Apa ia ingin balas dendam?
"Bangunlah, bicara di dalam" Sebisa mungkin Taehyun menjaga nada bicaranya agar tidak tercekat. Berjalan kedalam mendahului Yeonjun yang masih berlutut seolah Taehyun tidak perduli.
Yeonjun mengangkat wajahnya, apa Taehyun akhirnya mau bicara dengannya?
"Cepatlah sebelum aku berubah pikiran"
Buru-buru Yeonjun bangkit, menyusul Taehyun yang sudah duduk di sofa didepan televisi super besar.
Yeonjun menghela nafas pasrah saat Taehyun bahkan tidak mau menatapnya. Biarlah, setidaknya ia masih diberi kesempatan untuk bicara. Semoga kesalahpahaman tadi bisa segera diluruskan.
"Taehyun, aku benar-benar minta maaf"
"Minta maaf untuk apa? Salah mu banyak"
Yah, ucapan Taehyun tidak salah. Yeonjun berdeham pelan.
"Aku minta maaf soal kejadian tadi sore. Harusnya aku tidak membahas hal itu lagi. Harusnya sebagai kakak aku mendukungmu penuh. Aku sadar aku belum bisa menjadi kakak yang baik untukmu. Aku benar-benar minta maaf"
Taehyun akhirnya menatap Yeonjun. Kenapa raut Yeonjun se kusut itu? Sebegitu merasa bersalah nya kah dia? Wah Taehyun merasa ia sedang memerankan karakter antagonis yang egois sekarang.
Ia menghela nafas keras. Situasi ini menyebalkan baginya.
"Sudahlah, aku juga juga minta maaf karena memaksamu membantuku. Kali ini tidak lagi. Kau tidak perlu ikut andil, aku bisa sendiri. Bantu saja temanmu itu"
Ucapan Taehyun bukannya membuat tenang, malah membuat Yeonjun semakin tidak enak. Harusnya ia bisa mencegah Beomgyu tadi.
"Taehyun, maafkan ucapan Beomgyu tadi. Dia mungkin lepas kontrol tadi. Tapi aku yakin dia tak berniat seperti itu padamu"
Wah, apa ini? Yeonjun baru saja minta maaf atas nama Beomgyu dan membelanya?
"Bukan kau yang melakukan tapi kau yang minta maaf. Kenapa? Ucapan dia itu benar ya?"
Sial, Yeonjun benar-benar salah bicara sepertinya.
"Maaf sudah egois dengan memaksamu. Harusnya kau katakan saja jika kau memang berniat membantu temanmu. Sekarang kembalilah padanya" Lanjut Taehyun.
Kalimat Taehyun terkesan ramah tapi terselip sarkasme dibaliknya. Apalagi dia mengatakannya dengan wajah datar.
"Pantas saja kau terlihat keberatan saat aku meminta. Kalau memang terpaksa harusnya bilang dari awal"
Habis sudah kau Yeonjun, diserang bertubi-tubi oleh Taehyun. Tapi Taehyun malah makin salah paham. Bukan itu yang Yeonjun maksud.
"Taehyun, dengar" Yeonjun harus meluruskan semuanya. "Jujur, aku memang terpaksa menerima permintaanmu. Tapi bukan karena aku ingin membantu Beomgyu. Ada hal lain yang saat itu aku tidak bisa katakan"
"Kalau begitu katakanlah"
Helaan nafas berat keluar dari mulut Yeonjun. Walaupun merasa tidak pantas, ia tetap harus mengatakan ini agar Taehyun mengerti.
"Hyung hanya takut, Taehyun" Yeonjun menatap dalam adiknya. "Hyung takut jika kau berhasil menjadi ketua OSIS, kau akan pergi sesuai perjanjian mu dengan ayah. Sungguh, aku tidak keberatan kau meminta apapun. Aku dengan senang hati melakukannya selama aku bisa. Tapi dengan konsekuensi kau harus pergi? Itu berat, Taehyun"
"Kenapa? Kenapa berat? Kita bahkan sudah terbiasa masing-masing. Harusnya itu bukan hal sulit". Taehyun mengernyit saat pertanyaan itu muncul di otaknya. Hingga ada satu hal terlintas dipikirannya, yang rasanya masuk akal soal ketakutan Yeonjun.
"Kau takut jika aku pergi, ayah akan membuatmu berada di posisiku?"
Astaga, Yeonjun benar-benar frustasi. Kenapa Taehyun tidak kunjung paham juga sih? Yeonjun bahkan rela menggantikan posisinya sekarang juga jika itu bisa membuat Taehyun tetap tinggal. Tapi ayahnya tidak semurah hati itu.
"Sebenarnya dalam kesepakatan aku dengan ayah, masih ada satu hal yang belum aku katakan. Aku meminta ayah untuk tidak membebani mu saat aku pergi. Dia akan tetap membebaskan mu walaupun sebagai gantinya aku__" Taehyun melipat bibirnya, matanya melirik kemanapun asal bukan Yeonjun.
"Intinya ini tidak akan berdampak apa-apa padamu"Yeonjun sadar ada yang Taehyun sembunyikan. Taehyun tidak pernah gugup saat bicara kecuali saat terdesak.
"Sebagai gantinya apa, Taehyun?"
"Sebagai gantinya apa? Tidak ada" Taehyun mengedikkan bahu acuh, menjaga mimik wajahnya.
Yeonjun memutuskan tidak bertanya lagi. Taehyun tidak akan menjawab jika memang berniat menyembunyikannya. Nanti saja ia cari tahu sendiri. Lebih baik sekarang Yeonjun memantapkan hati untuk kalimat selanjutnya yang akan ia lontarkan.
"Taehyun, Hyung akan tetap membantumu" Yeonjun buka suara lagi. "Hyung sudah memikirkan ini sebelumnya. Aku tidak boleh egois juga menahanmu disini. Kau berhak bebas, kau berhak menentukan apa yang kau mau. Aku akan mendukungmu semaksimal mungkin. Termasuk jika kau harus pergi"
Yah, setelah tadi sore ia banyak berfikir, ia merasa bahwa ia egois jika meminta Taehyun tetap disini. Taehyun benar, ayahnya tidak mudah dibujuk. Yeonjun harus mengesampingkan perasaannya sendiri dan mengutamakan kepentingan Taehyun. Dia harus ingat, bahwa dia sudah berjanji akan melakukan apapun untuk menebus rasa bersalahnya. Mungkin ini memang jalan yang tepat.
Semoga saja.
"Oh, terimakasih kalau begitu" Jawab Taehyun pendek.
Yeonjun tersenyum melihat perubahan ekspresi wajah Taehyun menjadi lebih ramah. "Aku juga mengajukan kesepakatan dengan ayah, omong-omong"
Taehyun mengernyit.
"Mulai besok kau pergi ke sekolah denganku, pergi les juga denganku. Tidak ada lagi sopir menyebalkan yang selalu menguntitmu itu. Jika luang kita bisa jalan-jalan juga. Jadwal les mu dikurangi beberapa"
"Oh" Taehyun tidak tahu harus berkata apa. Kenapa Yeonjun membuat perjanjian yang tidak ada untungnya untuk dirinya sendiri? Bukankah itu hanya akan membuatnya repot?
"Kau tidak senang ya?" Yeonjun menekuk wajahnya.
Taehyun menggeleng. Dia tidak tahu saja Yeonjun tertawa dalam hati melihat sikap Taehyun tidak sedingin tadi.
"Aku hanya bingung, apa keuntungannya untukmu perjanjian itu?"
"Apa lagi? Tentu itu adalah bagian dari janjimu untuk tidak lagi menjauh dariku. Kita bisa memperbaiki semuanya Taehyun"
Oh, janji itu. Tentu Taehyun tidak lupa. Sudah dibilang kan dia ini orangnya memegang janjinya.
"Baiklah"
"Bagus" Yeonjun tersenyum, sendu. "Setidaknya kita harus berdamai dulu, dan membuat banyak waktu menyenangkan. Sebelum kau pergi"
≈★≈

KAMU SEDANG MEMBACA
SHOULD YOU GO? || TXT BROTHERSHIP
FanficBUKAN LAPAK BXB ‼️ ----- Yeonjun tahu, sebagai sulung harusnya ia bertanggung jawab menjaga adiknya. Tapi yang Yeonjun lakukan justru menempatkan adik nya dalam tekanan yang dibuat ayahnya. Yeonjun hanya ingin adiknya juga bebas, bahagia dengan mene...