38. Terbongkar

386 64 12
                                    

Koridor teramat sepi karena para murid masih berada di auditorium untuk menyaksikan pemilihan OSIS tadi. Yeonjun bisa dengan leluasa mengejar langkah Taehyun yang cukup jauh didepannya.

Taehyun terbiasa menang, dan kali ini anak itu mengalami kekalahan. Yeonjun kawatir melihat raut muram yang tercetak jelas di wajah yang biasanya minim emosi itu.

"Taehyun, tunggu Hyung" Panggil Yeonjun kesekian kalinya saat Taehyun semakin mempercepat langkahnya.

Tidak ada jawaban yang ia dapatkan. Yeonjun memilih mengikuti Taehyun yang memasuki lapangan basket indoor.

Tempat itu tepat untuknya meluapkan seluruh emosinya. Melemparkan bola-bola tanpa kawatir mengenai orang lain dan malah menambah masalah. Hanya itu yang akan Taehyun lakukan. Dia bukan tipe orang yang akan membahayakan dirinya sendiri saat sedang marah. Ia masih cukup waras untuk itu.

Sebenarnya Yeonjun agak ngeri berdiri disini, bola hilir mudik dilemparkan Taehyun dengan brutal. Ekspresi wajahnya mengeras dan matanya menatap ke depan dengan nyalang.

Yeonjun tidak pandai membaca ekspresi, tapi dia bisa melihat kekecewaan dalam sorot Taehyun. Adiknya itu terus melemparkan bola ditangannya kearah ring, tidak perduli masuk atau tidak ia hanya butuh pelampiasan.

Hingga bola tersebut bergulir menjauh, Taehyun mengacak rambutnya asal. Berjalan kearah sudut untuk mengambil bola lain.

Saat itulah Yeonjun menghampirinya.

Merangkul pundaknya dari belakang, Yeonjun bisa merasakan tubuh Taehyun bergetar. Yeonjun mengeratkan pelukannya. Sementara Taehyun hanya diam tanpa perlawanan.

"Tidak masalah sesekali gagal, Taehyun. Ini bukan akhir dari segalanya" Gumamnya menenangkan.

Taehyun menggeleng, mencoba melepaskan diri tapi Yeonjun tetap kukuh.

"Minggir Hyung, jangan ganggu aku" Kesalnya. "Pergilah"

"Lalu membiarkanmu membabi buta seperti tadi?" Yeonjun mendengus. "Tidak. Itu bahaya, Taehyun. Kau punya aku dan yang lain. Kau bisa mengeluh pada kami. Jangan memendam sendiri"

"Apa bedanya? Tidak akan merubah apapun juga" Balas Taehyun skeptis.

Yeonjun memutar tubuh Taehyun, masih mencengkeram pundaknya. "Kau takut pada ayah?"

Taehyun lagi-lagi diam.

"Aku yang akan bicara padanya nanti. Ayah pasti mengerti, Taehyun. Dan soal rencana mu, kita cari jalan keluarnya nanti. Aku akan membantumu mewujudkan mimpimu. Aku janji" Tegas Yeonjun meyakinkan. "Setidaknya kau tidak pergi"

Taehyun terkekeh geli.

Bukan itu masalahnya. Aku gagal atau menang aku akan tetap pergi.

"Sudahlah Hyung, biarkan aku sendiri saat ini. Aku butuh waktu"

Yeonjun menghela nafasnya pasrah. Kenapa susah sekali sih membujuk anak ini? Taehyun total mewarisi sifat keras kepala ayahnya.

"Baiklah, tapi jangan berbuat sesuatu yang membahayakan Taehyun. Dan jangan lama-lama. Aku, Jisung, Changbin, Dongpyo dan Midam siap mendengarkan mu kapanpun"

"Yedam" Ralat Taehyun malas.

Yeonjun terkekeh geli sebelum melenggang pergi dari sana. Air mata Taehyun yang sedari tadi ia tahan kontan meluncur bebas begitu tubuh Yeonjun menghilang dibalik pintu. Ia mengusapnya dengan kasar, benci karena menangis membuatnya terlihat lemah.

Tapi sialan, air matanya terus menetes.

Takut orang lain tiba-tiba masuk dan melihatnya menangis, Taehyun memilih bersembunyi dibalik keranjang besar berisi banyak bola basket yang tak jauh darinya. Menahan isakan hingga rasanya sesak.

SHOULD YOU GO? || TXT BROTHERSHIPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang