22. Pundak Rapuhnya

158 23 14
                                    

Dunia itu memang lucu. Sehun ingin tertawa dan meludahi tanah kotor di bawah kakinya. Kursi kayu di halaman belakang sekolah yang biasa ia dan Jongin tempati untuk membolos kini hanya di isi olehnya. Seragam sekolah itu kotor di bagian kerah, merah oleh darah. Wajahnya tidak lebih baik. Musim dingin sangat dingin, uap keluar dari sela kekehan kering yang terus keluar sejak tadi.

Semesta masih baik-baik saja. Mereka diam memperhatikan dirinya yang menyedihkan, dunia juga tidak kejam. Yang salah adalah manusia dan egonya. Mereka tidak lebihnya batu keras yang ditempa berapa kali pun tetap saja namanya batu. Meski jadi kerikil kecil, mereka masih keluarga dari batu.

Jadi, ceritanya berawal saat pagi tadi Sehun tiba di sekolah sedikit terlambat karena begadang untuk belajar. Keadaan masih baik-baik saja, dia tidak dihukum atau di marahi pak Seoham. Lalu jam pertama dan kedua juga lancar. Ada tes dadakan tapi Sehun yang sudah belajar tidak memiliki banyak masalah saat menyelesaikan. Jam makan siang, seperti biasa semuanya berkumpul di kantin, tapi Sehun memilih untuk tidur dikelas. Dia mengantuk dan lelah sejak mulai sok-sokan bekerja paruh waktu. Waktunya terbagi dan tidur jadi tidak teratur.

Keadaan kelas hening. Sehun terjaga ketika sinar matahari mengenai wajahnya dan berdecak kesal. Dia bangkit untuk menutup gorden saat mendengar langkah kaki yang berlari tergesa di koridor. Penasaran, Sehun mendekat pada pintu kelas yang tertutup dan membukanya, bertepatan dengan seorang gadis yang mengerem kakinya mendadak karena hampir menabrak dirinya.

Wajahnya pias tapi Sehun masih bisa mengenalinya. Senior yang waktu itu menyatakan cinta pada Jongin di kelas bersama kekasihnya yang marah-marah.

Sooyoung?

Soojun?

"Sunbae?" Akhirnya hanya kalimat itu yang keluar dari mulut Sehun karena tidak berhasil mengingat namanya.

Kakak kelasnya yang memang cantik itu terlihat gelagapan, sesekali menoleh ke belakang, ke arah balkon di ujung lorong. Sehun ikut melongokkan kepalanya kesana. Samar-samar mendengar keributan.

"Ada apa?"

"Ah! Ak-aku dipanggil guru."

Bukan itu yang Sehun tanyakan, tapi si senior sudah lebih dulu melajukan langkah kakinya. Berlari menuruni tangga di samping kelas Sehun. Sesaat membuat Sehun khawatir gadis itu akan tersandung lalu bergelinding jatuh dari tangga dan melukai kepala atau bagain tubuh lainnya.

Tapi, masa bodo.

Sehun mendengar lagi keributan di bawah sana. Jadi dengan malas dia mendekati balkon, melongokkan kepalanya kebawah tepat saat kepala itu juga mendongak, bertubrukan mata dengannya.

Oh, ini hari apa? Sehun lupa kalau ada hari ini di hidupnya.

Sedangkan dari sudut pandang lain, saat itu Jongin yang beriringan dengan Seolhyun melihat Chanyeol disalah satu bangku panjang yang hampir bisa didapati dimana saja jika berkeliling sekolah. Sarana agar murid lebih mudah bercengkrama. Chanyeol menoleh saat Jongin menyerukan namanya, dan melambai pada Seolhyun yang lebih dulu melambaikan tangannya.

Prakk!

Kejadiannya begitu cepat. Bahkan Chanyeol masih belum menurunkan lambaian tangannya saat suara benda padat yang bertabrakan terdengar keras di keriuhan, menyebabkan beberapa siswi memekik dan membentuk kerumunan gaduh. Buku sains di tangannya terlempar begitu saja ketika menyadari apa yang baru saja terjadi dan berlari menuju Seolhyun yang sudah tidak sadarkan diri di pangkuan Jongin.

"Seolhyun! Park Seolhyun!"

"Seolhyun-ah!"

Suara jongin dan Chanyeol bersahutan untuk menyadarkan Seolhyun. Sebuah pot bunga keramik telah pecah di samping tubuh itu. Pot yang baru saja menghantam kepalanya. Jongin mengangkat telapak tangannya yang membantu menopang kepala Seolhyun dan mendapati darah telah menutupi hampir seluruhnya.

See You In Autumn 2022 || KAIHUN ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang