Sehun meremas tangannya yang dingin di pangkuan, sesekali menatap gundah pada jalanan yang dilewati taksi yang di tumpangi. Jongin melihatnya, menahan senyum melihat kegugupan pria itu. Lalu sebelah tangan dia berikan, ikut merasakan dingin yang Sehun diamkan.
"Tidak apa-apa, kita hanya bertemu ibu," ucap Jongin melirik sekilas guna memberi senyuman.
Sehun menarik nafas, "Tapi aku sudah lama tidak bertemu ibu."
"Ibu merindukan mu, sayang."
Panggilan itu nyatanya mampu membuat Sehun teralihkan. Masih asing dan aneh di telinga, tapi tak menutup senyum di sudut bibirnya. Musim gugur tahun ini membuat Sehun sadar kalau hidupnya sudah masuk dalam halaman baru.
Setelah pertemuan mereka di Waikato, Jongin mengajak Sehun pulang ke Korea untuk bertemu Ibu dan meminta restu pada Kris serta keluarga besar Wu. Sehun ragu, pikirnya tidakkah terlalu cepat untuk proses itu? Tapi kalimat Jongin membuat Sehun menyiapkan kopernya tanpa pikir panjang.
"Aku sudah menunggu hampir sebelas tahun, masih terlalu cepat kah untukmu?"
Dan disinilah mereka sekarang, setelah pulang dari makam Kris, Sehun bersama Jongin dan Ellios pergi ke rumah besar keluarga Wu. Sambutan si nyonya besar masih terasa hangat untuk Sehun, pelukannya masih terasa sama, dia masih sangat di terima. Ellios bermain dengan sepupu nya yang baru lahir enam bulan lalu, anak dari Yuan. Sedangkan Jongin di sambut layaknya tamu kehormatan. Meski di dalam obrolan itu ada getir kesedihan yang Nancy ucapkan, tapi mereka memberikan ucapan suka cita untuk keputusan Sehun.
Mereka menghabiskan sisa siang dengan makanan enak dari mommy Wu yang masih saja heboh setiap kali menceritakan sesuatu. Gurat sedih atas kehilangan anak laki-lakinya masih tergambar jelas disana, tapi rasa rela terpatri dalam senyumnya. Mereka sudah menerima kehilangan itu tanpa berniat melupakannya sedikitpun. Kris Wu akan selalu ada di dalam rumah ini, apalagi ada sosok Ellios yang sangat mirip dengan ayahnya itu.
Ellios akhirnya tidak mau pulang karena betah bermain di rumah neneknya, hingga perjalanan dilanjutkan hanya oleh Jongin dan Sehun saja menuju kediaman keluarga Kim. Pintu rumah yang sunyi membuat Sehun berkeringat dingin, bergerak gusar di samping Jongin yang tidak henti mengucapkan kalimat penenang.
Tangan Jongin di genggam erat oleh Sehun, meminta kekuatan kalau-kalau ada kejadian yang tidak terduga.
Pintu akhirnya di buka, ruang tamu yang biasanya hanya diisi ketika ada tamu saja, kini penuh oleh tiga kepala yang menoleh bersamaan menyambut keduanya.
"Sehun," serak suara Ibu membuat Sehun yang berdiri sedikit di belakang tubuh Jongin akhirnya menampakkan diri. Wanita paruh baya itu berdiri dengan tergopoh-gopoh, memeluk tubuh tinggi Sehun dengan sangat erat.
"Sehun, maafkan ibu..maaf.."
Sehun menyambutnya, terkejut mendengar isak tangis wanita itu. Dia usap punggung ibu dengan lembut.
"Sudah, Bu. Tidak apa-apa, jangan meminta maaf," katanya tulus. Jongin membiarkan dua orang itu melepas rindu kemudian. Duduk bersama dua adiknya di sofa.
Bisa dilihat ibu yang terus saja berkata bahwa Sehun tumbuh menjadi lebih tampan. Berkali-kali memeluk Sehun seolah enggan melepaskan anak itu lagi. Setelah akhirnya ibu beranjak ke dapur untuk menyiapkan makan malam, barulah Sehun sadar bahwa ada dua orang lagi di ruang tamu.
"Wah, aku sampai lupa yang mana Jinan dan yang mana Jian." Sehun berkedip, mencoba mengenali wajah adik kembar Jongin yang sekarang sudah tumbuh dewasa.
"Aku Jinan." Satu yang berambut pendek mengacungkan tangan, tersenyum lebar ketika Sehun mengusap kepalanya.
"Aku Jian." Yang satu lagi berambut panjang dan diikat ekor kuda, memakai kacamata minus di batang hidung mancungnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
See You In Autumn 2022 || KAIHUN ✓
Jugendliteratur"Aku akan menceritakan semua kisah tentangmu pada bintang-bintang. Menjawab tanya mereka mengapa ini disebut cinta dan luka," gumam Sehun yang tengah duduk di atas rumput hijau, di samping orang yang telah membawa separuh kenangannya pergi, bersama...