25. Keluarga Wu

205 24 6
                                    

Sehun pikir, dia dan Wendy hanyalah sebatas teman yang akan saling memahami hingga tua nanti. Tapi dunia berkata lain, mereka sepertinya memang sudah ditakdirkan.

Ketika dia membuka mata di suatu pagi yang penuh suara keributan kepakan sayap burung merpati dan kucing yang meminta sarapan, Sehun rasa dia sudah mati dan berada di surga. Langit-langit ruangan ini sangat tinggi, berwarna putih dan penuh dengan ornamen rumit. Kaca jendelanya juga begitu tinggi sampai cahaya bisa masuk dengan bebas ke dalam ruangan. Kasur tempatnya berbaring sangat lembut dan empuk, wangi bunga-entah apa merasuk ke dalam penciumannya.

Sehun masih terdiam, memikirkan betapa cepat kematian menghampirinya yang tengah patah hati, sebelum mendengar suara orang dari balik pintu kayu di depan sana.

"Oppa, dia tidak mati, 'kan?"

"Mulutmu itu! Makanya kita cek ke dalam, siapa tau dia sudah bangun."

"Kalau dia masih tidak bangun, bagaimana?"

"Kita bawa ke rumah sakit."

Sehun bisa mendengar suara perempuan dan laki-laki yang cukup familiar. Belum selesai dia mengira-ngira, suara pintu terbuka membuat tubuhnya menegang, terkejut dan belum siap bertemu malaikat maut atau siapapun itu di surga ini. Dia takut tiba-tiba dibawa ke neraka karena sudah ketahuan menyimpang.

"Oh Sehun!" Pekikan itu membuat Sehun linglung sesaat. Tubuh wangi seorang gadis memeluknya dengan erat. "Ku kira kau mati."

"Wendy?" Keningnya menukik tajam, kebingungan mendapati gadis berambut sebahu itu di depannya.

"Kau baik-baik saja? Ada yang sakit? Apa kita harus ke dokter?" Wendy mengecek seluruh tubuh Sehun yang masih melongo.

"Oh? Aku belum mati?" Tanyanya yang kemudian mendapat cubitan pelan di lengan.

"Kau belum boleh mati," ucap Wendy.

Rasa sakit seketika kembali menyergap dadanya. Meski ruangan ini cantik, tapi Sehun juga belum siap untuk mati. Dia setengah ketakutan tadi. Tubuh Wendy kembali ia peluk.

"Aku kira aku mati."

"Aku kira juga begitu. Tapi syukurlah kau baik-baik saja."

Setelah melepas pelukan, barulah Sehun sadar ada sosok lain yang berdiri di dekat mereka berdua. Matanya hampir membulat tidak percaya.

"Kris Hyung?"

Pria yang namanya di sebut mengangguk, "Sudah? Kau harus sarapan lalu minum obat. Dan Wendy, segera pergi ke sekolah!"

Gadis itu berdecak, menghentakkan kakinya dengan kesal di hadapan tubuh menjulang Kris.

"Iya, sebentar lagi."

"Tunggu--" Sehun mengangkat tangannya, menginterupsi kedua orang itu. "Kalian saling kenal? Lalu aku ini ada dimana?"

Kris berjalan mendekat kearahnya, duduk di dekat kakinya.

"Di rumahku," jawab Kris, "Wendy ini sepupuku. Kau lupa? Kemarin malam kau pingsan di jalan. Karena panik, aku membawamu kesini dan ternyata kau dengan Wendy berteman."

"Aku sementara tinggal disini karena ayah dan ibu sudah lebih dulu pergi ke luar negeri." Wendy menambahi.

Sehun memijit keningnya yang berdenyut. Kebetulan macam apa ini? Oh? Atau memang seperti ini cara takdir bermain? Entahlah.

Maka sejak itu, Sehun selalu saja berkata bahwa dia dan Wendy memang sebuah takdir.

Wendy tidak mengijinkannya pulang ke asrama. Dia bahkan merengek pada Kris untuk membujuk Sehun agar menginap beberapa hari ini di rumah besar ini. Sehun tentu saja tidak enak hati, karena bagaimanapun dia dan Kris belum sedekat itu, pun tidak ingin merepotkan orang lain.

See You In Autumn 2022 || KAIHUN ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang