Kia POV
.Onewhero di pagi hari adalah hal terbaik yang pernah ku jumpai. Disini tidak ada lalu lintas yang padat oleh kendaraan, hanya para domba dan bebek yang melintasi jalanan. Sesekali motor tua para petani lewat dan suara mesinnya yang bising memang mengganggu. Tapi hal itulah yang meramaikan desa yang sepi.
Disini begitu damai. Penduduknya ramah terhadap turis. Bahkan kemarin aku mendapat pie gratis dari seorang bibi di samping rumah yang sekarang ku tempati untuk menginap. Aroma pie disini begitu khas. Sangat berbeda dengan Seoul. Setiap pagi atau sore selalu saja ada yang memanggangnya. Seolah pie sudah menjadi makanan sehari-hari. Aku juga sempat memakan biskuit aznac yang renyah dan manis.
Ketika mendapat jatah liburan beberapa hari untuk sekedar melepas penat sekaligus menyegarkan otak dan mencari ide baru, kota ini langsung terbayang olehku. Sudah begitu lama aku ingin kesini. Penampakannya dari foto yang aku dapat di internet sudah sangat bisa memanjakan mata. Sekarang melihatnya langsung dengan mataku sendiri, sungguh anugerah yang tak terkira.
Sejak cerita terakhir yang ku tulis ramai dibincangkan di jejaring sosial serta situs online lainnya, aku akhirnya sibuk terikat dengan perusahaan penerbit yang membukukan cerita itu. Mereka seperti sel bawah tanah yang tidak membiarkanku menghirup kebebasan barang sebentar. Hari libur biasanya hanya ku habiskan untuk tidur. Deadline dan segala yang berbau waktu mengejar ku tiap hari.
Tapi aku senang. Sangat senang. Impianku untuk menjadi penulis yang dikenal banyak orang akhirnya terwujud. Perusahaan yang ku bangun juga sudah cukup sukses. Aku sempat tidak percaya. Itu hanya cerita yang awalnya aku terima setengah hati dengan dalih penasaran. Lalu aku tulis dengan penuh perasaan sampai aku pikir tidak apa-apa jika tidak ada yang membaca, setidaknya mereka sudah abadi dalam setiap sajak yang aku ketikkan.
Kini sudah ada beberapa judul novel lain juga yang aku tulis. Orang-orang mengenalku. Novel pertamaku dan beberapa novel lain bahkan sudah diterjemahkan dalam beberapa bahasa. Penghasilan dari situ yang membuatku berada di Selandia Baru sekarang, meskipun masih saja editor cerewet itu meminta ku segera menyelesaikan tulisan yang sekarang sedang ku kerjakan.
Aku menoleh ketika seseorang berseru di belakangku. Seorang petani tua yang menggiring dombanya. Aku membiarkan mereka lewat lebih dulu dan mendumel gemas melihat para domba itu. Mereka yang selalu ku hitung jika tidak bisa tidur.
Onewhero terletak diantara Auckland dan Hamilton City, yaitu kota besar di distrik Waikato. Onewhero termasuk daerah blusukan. Tidak ada angkutan umum seperti bus atau taksi yang dapat ditumpangi menuju Auckland. Kecuali bus sekolah. Aku sempat kesulitan ketika pertama kali tiba di Selandia Baru. Beruntung ada kerabat dari temanku yang bisa memberi tumpangan dan tempat menginap.
Aku mendengar cerita bahwa musim dingin di Onewhero masih terbilang hangat daripada di negara-negara Eropa atau South Island. Dan saat ini masih musim semi. Segala macam jenis bunga seperti tumpahan cat warna-warni di halaman rumah penduduk.
Aku masih menghabiskan sisa pagi dengan menjelajah desa. Kadang menyapa beberapa penduduk yang lewat. Anak muda seusia ku di desa ini kebanyakan bekerja di kebun pir Jepang atau merawat kuda. Mereka sangat dekat dengan alam, masih tak tersentuh budaya modern ibukota.
Orang kiwi adalah panggilan untuk penduduk disini. Mereka memiliki tradisi yang disebut hangi, yaitu memasak didalam bumi dengan cara menggali lubang, dilapisi dengan arang membara lalu diatasnya ditumpuk daging dan sayuran berlapis-lapis sebelum ditutup lagi dengan tanah. Sayangnya sejak kedatanganku ke Onewhero, belum ada penduduk yang mengadakan tradisi itu.
Nilai lebihnya, pria disini tampan. Tentu saja. Mereka tinggi dengan hidung mancung dan bola mata hijau. Aku bisa sekalian menikmati pemandangan itu.
Ah, aku jadi teringat seseorang. Dia juga tinggi dan tampan. Dia dan ceritanya yang telah membawaku dikenal oleh dunia.
Park Chanyeol.
Aku tidak akan bisa melupakan nama itu. Dia berperan banyak dalam kesuksesan ku sekarang. Anggap saja kami saling menguntungkan. Aku dikenal, dan ceritanya pun di ketahui dunia. Mustahil memang, tapi aku selalu berharap cerita itu sampai pada Oh Sehun.
See You In Autumn adalah novel pertama ku. Lima tahun lalu.
Sudah begitu lama, dan aku masih bisa dengan jelas mengingat tiap kata yang ada didalamnya. Bagaimana itu berakhir dengan akhir bahagia yang menipu banyak orang. Aku menikmati waktu membaca ulang cerita itu di sela jadwalku yang padat.
Diakhir pertemuanku dengan Chanyeol, aku benar-benar terkejut melihat Kim Jongin disana. Air mataku menetes karena melihat senyumanya. Hanya karena terlihat tenang dan tak terganggu, bukan berarti aku tidak mengetahui beberapa hal. Senyum itu melukis banyak luka. Bola matanya yang jernih seolah menunjukkan betapa sering ia tersiram oleh air mata.
Aku menangis karena rasa sakit yang Jongin bawa di pertemuan pertama kami. Banyak hal yang kami ceritakan malam itu. Tentang tulisan ku. Tentang Sehun. Jongin tetap tegar dalam nostalgia.
Duk!
Suara pekikan anak kecil beriringan dengan tubuhku yang sedikit termundur. Kami baru saja saling saling berbenturan. Kepala anak itu menghantam pingggulku.
"Hey, are you okay?" Oh, ku harap dia mengerti bahas inggris. Omong-omong, bahasa inggris ku juga sangat buruk. Nekat menjadi modal utamaku bepergian keluar negeri.
"I'm sowy~"
Astaga, lucu sekali.
"Kau terluka?" Anak itu menggelang. Kutebak usianya baru menginjak lima tahun. Rambutnya kecoklatan saat tertempa matahari. Aku berjongkok mengusap kepalanya. Wajah anak ini seperti orang asia. "Kau sendirian? Dimana orangtuamu?"
Anak itu mendongak menatapku ingin berkata sesuatu ketika suara seseorang memanggilnya di belakang.
"Tae Oh?" Aku menoleh dan anak itu berlari melewatiku, menghampiri seorang pria yang berdiri di depan pagar sebuah rumah.
Tae Oh? Mereka orang Korea? Ternyata ada orang Korea juga disini. Apakah mereka turis
sepertiku?Aku dan pria itu saling tersenyum canggung. Aku lebih dulu membungkukkan badan dan dia membalas setelahnya. Wajahnya terlihat berkerut. Mungkin juga terkejut melihat orang Korea lain di desa ini.
Pria itu.. aku seperti pernah bertemu dengannya.
Aku berbalik lagi untuk melanjutkan perjalanan dan kembali melihat pria lain dengan kemeja putih serta celana kain hitam berjalan kearahku. Mungkin teman pria yang bersama Tae Oh tadi karena ku lihat dia tersenyum pada mereka.
Senyum nya begitu menyenangkan untuk dilihat.
Aroma maskulin dari pria segagah dia tercium hingga ke rongga hidungku ketika kami berselisihan.
"Sehun-ah, semuanya sudah kau siapkan?"
Aku terpaku. Berhenti melangkah. Atmosfer disekitarku tiba-tiba berubah. Seolah semua menjadi lambat dan nama itu terulang terus menerus disamping telingaku.
Sehun? Sehun yang itu? Atau Sehun yang lain? Tidak tau kenapa ada satu keyakinan yang enggan ku tolak ketika nama itu terlontar dari mulut pria lain selain Chanyeol.
Aku tidak lagi menoleh untuk memastikan. Awan yang beriringan diatas sana lebih menarik. Selandia Baru memang dikenal dengan sebutan Long White Cloud.
Pantas aku merasa mengenalnya. Dia yang ku tulis selama beberapa minggu ternyata bersembunyi di desa kecil Selandia Baru yang sangat indah ini.
Aku berharap memiliki telepati sekarang. Untuk mengatakan pada Chanyeol agar menyampaikan pesanku ke Jongin.
Bahwa waktu masih memberi kesempatan.
"Senang bertemu denganmu."
.
.
.
Begin Again
Ps: Are you guys ready?
KAMU SEDANG MEMBACA
See You In Autumn 2022 || KAIHUN ✓
Novela Juvenil"Aku akan menceritakan semua kisah tentangmu pada bintang-bintang. Menjawab tanya mereka mengapa ini disebut cinta dan luka," gumam Sehun yang tengah duduk di atas rumput hijau, di samping orang yang telah membawa separuh kenangannya pergi, bersama...