Park Chanyeol adalah sosok yang sulit ditebak. Sorot matanya kadang menggambarkan kerinduan yang begitu mendalam hingga mampu membawa ribuan kenangan itu dalam tiap rintik embun pada kaca jendela. Meski begitu sosoknya tetap terlihat gagah dan mapan, menipu banyak orang. Bertahan dengan sangat kuat meski hampir roboh.
Park Chanyeol adalah gambaran nyata kerapuhan dandelion yang bersembunyi dibalik raga sang Zeus.
Ia seolah memiliki dua dunia dalam satu kepalanya. Masa lalu dan masa sekarang. Bayang-bayang gelap dari masa lalu tidak bisa lepas dari balik sorot matanya. Kia lebih sering melihatnya melamun saat si penulis sendiri sibuk dengan cerita ini.
Seberapa lama ia menyimpannya seorang diri?
Orang-orang yang dulu menjadi bagian ceritanya seolah memilih jalan masing-masing. Membawa bekas luka yang mendarah daging dan terus bernanah. Mereka hanya ingin menanggungnya. Mereka hanya ingin mendapati hukuman untuk diri sendiri.
Keindahan dunia tidak bisa lagi ditemukan pada dirinya. Park Chanyeol seperti jasad tak bernyawa. Tubuhnya ada disini, namun ruh nya masih melayang di beberapa tahun lalu.
Seorang Oh Sehun yang tidak pernah Kia tau wujudnya mampu membuat pria segagah ini redup. Menghilang dibalik kemilau dirinya yang sekarang entah dimana. Kia merenung. Membayangkan seberapa mengerikan kondisi Kim Jongin. Yang tak mencintai saja sepatah ini, apalagi yang mencintai. Mungkin kehancurannya pun tak berani ia pantulkan dalam cermin. Penyesalan dan rasa bersalah yang akan nampak.
Mungkin.
Buku kusam bersampul coklat kayu itu selalu setia berada di samping laptop Kia sejak dua bulan lalu. Ia dan Park Chanyeol akan bergantian bercerita. Ia yang menceritakan bagian Oh Sehun. Rasa sakitnya dan kekecewaan yang Sehun alami. Buku harian milik Oh Sehun dengan sampul coklat kayu yang kusam, namun tetap seindah dirinya yang tergambar dalam cerita ini. Kia semakin ingin bertemu. Melihat bagaimana kulit putih, hidung mancung, tubuh tinggi dan rambut hitam lembut yang digambarkan Chanyeol.
Segelas kopi sudah mendingin. Udara di luar masih sejuk sehabis hujan. Sore mulai meninggi hingga kini pegawai kantoran yang terlihat memenuhi jalan. Kia setuju pada Sehun. Yang mereka jalani hanya itu-itu saja. Tidak menarik. Pria setampan Chanyeol lebih menarik. Jujur saja, Kia mengaguminya. Jika teman-temannya tau bahwa hampir setiap hari dia bersama seorang pria tampan, Kia akan jadi berita besar di grup chat kantor. Untungnya Kia berinisiatif untuk bertemu dengan pria itu di luar kantor saja.
Kia menggeleng. Seharusnya lebih fokus pada pekerjaan didepannya sekarang. Pernyataan cinta Kris adalah halaman terakhir di buku harian itu, tapi masih ada akhir cerita yang harus dia selesaikan. Kia berhenti sebentar, meminum bubble tea untuk melegakan tenggorokan. Dia jadi penasaran pada rasanya setelah tau betapa sukanya Sehun pada minuman ini. Bubble tea memang sangat enak.
Dia lirik Chanyeol. Wajahnya menyamping, memandang keluar jendela. Anak kecil yang baru bisa berjalan menjadi sumber tawanya. Kekehan halusnya menggetarkan. Kia bergidik. Ia terlihat sangat tampan dari samping, dengan senyuman.
"Aku terkejut karena ada beberapa lembar yang sobek disini." Kia membuka buku harian, mengambil perhatian Chanyeol. Dia menoleh, mendapati wanita itu sedang menelusuri bagian sobek yang di bilang tadi. "Kau menyobek ini?" Tidak menuduh, hanya mencari topik pembicaraan.
Chanyeol menggeleng, "Sehun meninggalkan buku hariannya agar siapapun tau perasaannya. Dan sengaja merobek beberapa bagian"
"Kenapa?"
"Beberapa hal memang harus disimpan sendiri. Mungkin Sehun masih berbaik hati, tidak ingin kami menyesal lebih dari ini."
Perkataan Chanyeol kadang sangat lambat masuk ke otak Kia. Ia berbelit. Namun anehnya Kia dapat memahami semua itu. Jika orang lain bertanya apa maksudnya, maka Kia tidak bisa menjabarkan, tapi dia tau dengan pasti selipan arti yang Chanyeol sisipkan.
"Apa yang terjadi setelah dia kembali dari Busan?"
Chanyeol kembali menoleh padanya, membuat si wanita jatuh cinta berkali-kali pada parasnya.
"Sehun tidak pernah kembali." Suaranya bahkan selalu mampu membuat sekujur tubuh meremang.
"Dan Jongin?"
"Bersikap seolah Sehun tidak pernah ada."
Gambaran yang jelas seolah berputar di depan mata Kia. Bagaimana seorang Kim Jongin mengabaikan hal yang telah terjadi dan menjalani harinya seperti biasa. Sedangkan disisi lain, kekosongan itu mengikisnya hingga lumpuh.
Kembali ia sentuh ujung buku bersampul coklat kayu itu. Sebuah buku yang membuatnya mengerti bagaimana cinta bisa membungkam kejujuran seorang Oh Sehun.
"Loker miliknya yang tidak boleh di lihat siapapun, hari itu tidak terkunci. Kami membukanya dan hanya menemukan buku ini disana. Sengaja ditinggalkan agar kami tau bahwa Sehun sangat mencintai semesta seberapapun kejamnya mereka pada dirinya. Sedangkan di sebelah kami ada orang yang telah benar-benar kehilangan semesta nya. Lalu mencari ke seluruh dunia. Hanya untuk akhir bahagia yang sampai sekarang belum terwujud."
Kia memandang layar laptop. Sudah ratusan halaman yang dia habiskan untuk seorang Oh Sehun. Kia iri pada pria itu. Ia diberkahi oleh pria tampan. Ia diberkahi kasih sayang. Hanya saja, tidak mudah untuk menikmati berkah itu. Batunya sangat banyak.
"Hanya tersisa beberapa halaman lagi." Kia merujuk pada cerita yang akan segera berakhir.
"Benarkah? Tidak terasa sama sekali," kekeh Chanyeol. Suaranya serak menahan rindu.
Kia hampir merengek. Bertemu Park Chanyeol adalah anugerah. Mereka bertemu untuk satu cerita. Jika cerita ini berakhir, pertemuan ini juga akan berakhir. Tapi setitik lega itu ada, Kia lelah menangisi orang-orang ini. Menulis mereka menguras tenaga dan pikiran. Kadang dia menangis di depan Park Chanyeol. Hanya terbawa suasana.
"Jadi akhir seperti apa yang sudah kau rencanakan?"
Hening.
Wanita itu membiarkan Chanyeol kembali membuang pandangannya pada jendela. Dia memang suka memperhatikan sekitar. Manusia yang berlalu lalang, angin yang menggerakkan daun, bunga yang terkurung dalam rumah kaca atau sekedar cipratan air bekas hujan yang diinjak oleh para anak-anak. Ia penikmat semua itu.
Park Chanyeol pernah mengatakan pada Kia bahwa setiap akhir dari bagian film tak selalu sesuai dengan seleranya. Ia tidak suka akhir yang begitu-begitu saja, yang sudah bisa ia tebak bahkan sejak pertama film diputar. Ia ingin akhir yang berbeda, andai ia yang menulis cerita pada film itu. Kia sedikit bisa menebak isi kepala pria itu pada cerita ini.
"Dari semua kata yang ku tau didunia ini, hanya satu kata yang sangat kusukai." Chanyeol berucap tanpa menatap Kia. Ia mengalihkan keresahan itu, malu jika singgungan mereka menampakkan kerapuhannya lagi. "Akhir yang bahagia."
Seperti yang di duga. Ia memilih akhir yang membosankan.
###
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
See You In Autumn 2022 || KAIHUN ✓
Ficção Adolescente"Aku akan menceritakan semua kisah tentangmu pada bintang-bintang. Menjawab tanya mereka mengapa ini disebut cinta dan luka," gumam Sehun yang tengah duduk di atas rumput hijau, di samping orang yang telah membawa separuh kenangannya pergi, bersama...