Lima hari lama nya sadar dari tidur panjang, Aily mengenal orang orang baru yang berkaitan dengan pemilik raga yang ia tempati, dari seseorang yang ia panggil Mama dan Papa, juga dua orang remaja cantik yang mengaku sebagai sahabat nya.
Aily memang masih bingung dengan takdir yang ada, bangun di raga berbeda dan kehidupan yang berbeda pula membuat Aily tak tau harus bagaimana.
Namun satu hal yang ia tangkap dari kejadian ini, apa yang terjadi pada nya adalah jawaban atas setiap doa nya.
Aily kecil memang bukan seorang pendendam, namun ia tak akan melupakan bagaimana orang orang mengejek nya karna terlihat jelek dan tak mempunyai apapun untuk di banggakan. Aily pintar, namun kepintaran nya terdengar tak menarik sedikitpun untuk di banggakan.
Aily hanya ingin sedikit merasakan bagaimana ia hidup dengan uang, bukan kesusahan yang ia dapat untuk bertahan.
Gadis kecil itu melihat bangunan kokoh menjulang yang berada di hadapan nya, Aily saja tak pernah bermimpi ataupun bermajinasi mempunyai rumah sebesar itu, mimpi Aily hanya bisa hidup dengan cukup agar tak mendengar gunjingan orang terhadap nya.
"Ayo sayang, masuk!"
Suara dari belakang nya membuat Aily menengok, dari lima hari ia berada di rumah sakit, dua orang itu yang selalu rutin mengunjungi nya bahkan menemani nya bermalam di sana, mereka seperti dua orang yang berperan menjadi orang tua super baik bagi Kara.
Aily mengangguk bersama dengan senyum tipis yang tercipta, pintu di buka dan Aily di sambut oleh puluhan orang yang berseragam sama, seperti adegan sebuah film yang Aily tonton di pos ronda.
"SELAMAT DATANG NONA KARA!" Mereka bicara bak paduan suara, Aily tak merespon apapun kecuali menatap bingung pada dua orang di samping nya.
Regan--Papa Kara memberikan senyum tipis terhadap nya, senyum tulus yang tak pernah Aily dapatkan sebelum nya kecuali saat Bapak menerima uang pemberian Aily hasil menyembunyikan nya dari Emak.
Winda--Mama Kara melakukan hal yang sama, wanita paruh baya yang masih terlihat cantik di umur nya yang 40 tahun ke atas itu menyapu puncak kepala nya.
"Ily mau langsung istirahat?"
Karna ia sudah berada di tubuh Kara, mari kita sebut Emily sebagai Kara disini.
Kara mengerutkan kening, Ily? Siapa lagi yang wanita ini sebut Ily, dari awal mereka bertemu, baik Papa maupun Mama nya memang jarang bicara, sekali bicara pun pasti hanya menanyakan hal hal dasar seperti, masih sakit? Mau di panggilkan dokter? Atau apalah itu yang pasti nya hanya Aily jawab dengan gelengan.
"Ily itu panggilan dari Papa sama Mama buat Kara," penjelasan Winda disambut gerakan mengangguk kecil, entah hanya perasaan nya atau memang benar jika Kara melihat beberapa orang membeliak kan mata seakan terkejut hanya dengan respon kecil itu.
"Ily mau ke kamar." Ucapan bernada rengekan itu terdengar, ingat jika jiwa nya yang sebenar nya masih bocah 12 tahun, nada itu memang lumrah di gunakan oleh anak seusia nya, dulu ia sering merengek saat Emak menghukum nya karna hasil pulungan nya tak sampai sepuluh ribu.
Kungkungan hangat yang ia rasakan membuat Kara membatu, ia tak biasa dengan pelukan dari siapapun, bahkan dari Emak atau Bapak yang Kara tak ingat pernah memeluk nya.
"Ayo sayang, Mama antar." Kara mengangguk, senyum berlebihan yang Winda berikan membuat gadis itu mengerutkan kening, hanya beberapa saat, sebelum akhir nya mengikuti gerakan Winda yang menuntun nya lembut menuju lift.
Regan, tersenyum lebar melihat pemandangan itu, setelah kejadian hari itu, ia tak pernah melihat Kara tersenyum di hadapan nya, bahkan putri nya itu selalu menghindar saat mereka bertemu.
KAMU SEDANG MEMBACA
AILY || Not an Antagonis Girl ✔️
Jugendliteratur#Follow akun author dulu sebelum membaca# Aily Safitri Biar ku ceritakan dulu sedikit tentang Aily, bocah kelas 6 SD, gadis polos dengan tingkah laku yang sering membuat orang di sekelilingnya beristighfar. Anak dari emak Safitri yang bekerja sebaga...