Hari sudah sore. Aldebaran, pria itu mencoba mendatangi kamar putranya. Ketika tiba disana, Arthur, berbaring menghadap jendela besar di sebelah ranjangnya. Hal itu membuat Aldebaran ingin mendekati Arthur.
"Anak Papa" ucapnya pelan, tak ingin mengganggu Arthur.
Dia duduk di pinggir ranjang kecil itu. Mengelus pelan rambut hitam dan lebat Arthur disana.
"Maafin Papa ya, Papa telat karena macet. Papa janji, habis ini, kalau abang ada acara lagi, Papa dateng tepat waktu. Nggak telat" ucap Aldebaran.
Tak ada balasan dari putra Aldebaran itu. Dia hanya menghela nafasnya. "Papa beneran ga dimaafin nih? Abang gamau maafin Papa, ya, karena Papa telat?" tanya pria itu lagi.
"Yaudah, kalau gitu, abang bilang mau apa, nanti Papa kabulin. Semuanya"
Mendengar hal itu, Arthur sedikit terbuka hatinya untuk memaafkan sang Papa. "Emang Papa bisa?" tanyanya.
Al hanya tersenyum tipis. Wajar saja Arthur kurang yakin dengan dirinya karena kejadian tadi. "Masa sih Papa ngga bisa, emangnya abang mau apa?" tanya Al.
"Tapi.."
Arthur yang semula menghadap membelakangi Aldebaran sontak berbalik badan. "Kenapa berhenti, Pa?" tanya pria kecil itu.
"Papa minta maaf dulu, Papa minta maaf, Papa udah coba biar ngga telat, tapi jalannya emang macet bang, jadi Papa telat. Maafin Papa yaa" jelas Aldebaran.
Putra Aldebaran sedikit mengernyit. "Tapi Papa janji, abang bisa dapet yang abang mau?" tanya Arthur. "Abang mau maafin Papa"
Aldebaran mengangguk. Dia yakin bisa menuruti semua yang diinginkan Arthur sebagai permintaan maafnya. "Iya, Papa kasih semua, yang abang Arthur mau. Besok, besok pulang sekolah Papa jemput, kita langsung jalan berdua, mau?"
"Mau. Mama ikut engga?" tanya Arthur.
Ayah Arthur itu menggeleng pelan. Andin lebih baik istirahat di rumah karena tensinya juga baru saja turun.
"Mama kayaknya, ngga ikut. Mama kan, baru sembuh, biar Mama istirahat, ya" jelas pria itu kepada putranya.
"Kita beliin sesuatu buat Mama, ya, Pa?" pinta Arthur.
Senyum Aldebaran merekah saat itu juga. "Iya, kita beliin, ya" balas pria itu.
Segera Arthur memeluk Aldebaran dengan erat. Interaksi ayah dan anak itu memang sangat romantis. Tak ada yang bisa mengalahkan mereka.
"I love you, Papa" bisik Arthur di pelukan Aldebaran.
Pria yang biasa dipanggil 'Papa' oleh Arthur itu tersenyum dan mencium pipi kanan Arthur sebagai bukti rasa sayangnya. "I love you too, abang Arthur"
---
Cahaya bulan mulai menyinari malam Jumat Aldebaran dan Andin. Seperti biasa mereka sempat menghabiskan waktu untuk bicara berdua sebelum tidur.
"Jadi kamu mau ajak Arthur kemana besok?" tanya Andin seraya menarik selimut ke pangkuannya.
Aldebaran menyeringai. Dia belum tau apa yang akan dilakukan besok. Tentu dia harus menunggu permintaan dari putra pertamanya.
"Belum tau"
"Intinya besok dia harus happy" ucap Aldebaran.
Andin meletakkan tangannya di bahu kanan Aldebaran seraya mengelus nya perlahan. "Iya, intinya dia happy aja, deh" ucap wanita itu.
Mereka berdua tersenyum bersama. Aldebaran kemudian memerhatikan perut Andin yang mulai terlihat dari luar. Dia pun menggeser posisinya agar lebih dekat dengan Andin dan mengelus perut wanita itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
FOREVER 2 : ALADIN [END]
Short StoryLanjutan dari FOREVER : ALADIN Kisah rumah tangga Aldebaran Putra Alfahri dan Andini Putri Lesmana. *CERITA TIDAK DIDASARI OLEH KONFLIK *KONFLIK RINGAN Nomor 2 #andini 2 Februari 2022 Nomor 2 #surya 30 April 2022 Nomor 1 #surya 7 Mei 2022 Nomor 2...