-Extra Part-

660 74 14
                                    

"Buku, mamaa," celoteh Athar yang kini sudah berusia 22 bulan. Sebentar lagi, pria kecil Aldebaran dan Andin itu memasuki usia dua tahun. Di usianya yang hampir dua tahun, Athar terbilang sudah cukup banyak mengucapkan kosakata baru. Seperti mama, papa, opa, oma, abang, dan beberapa kosakata lainnya.

Athar cenderung lebih menempel dengan Andin dibanding Aldebaran. Bayi kecil itu kini berada di pangkuan Andin, dengan mata bulatnya yang penuh rasa ingin tahu memandang halaman buku. Sementara Aldebaran duduk di samping sang istri, menyaksikan momen kebersamaan mereka dengan senyum lembut di wajahnya.

"Tolong ambilin bukunya, Pa," pinta Andin sambil mengusap rambut halus Athar.

Sang suami hari ini sengaja meliburkan diri agar bisa bermain dengan anak bungsunya. Sementara Arthur, anak sulung mereka, harus tetap masuk sekolah. Apalagi ini sudah semester kedua dan mendekati kenaikan kelas.

Aldebaran meraih sebuah buku yang berada di atas nakas. Athar sangat menyukai apapun tentang buku. Ia sangat senang apabila Andin mulai membacakan buku bergambar kepadanya.

Memang sejak awal, Al dan Andin tidak pernah membiasakan gadget kepada kedua anaknya. Sehingga di antara Arthur dan Athar tidak ada yang pernah merengek untuk meminta gadget.

"Ini warna apa, dek?" tanya Aldebaran seraya jari telunjuknya menunjuk gambar buah apel.

Athar mendongak ke arah sang papa yang bertanya. "Yed," ocehnya belum jelas. Maksud dari bayi itu adalah 'red' atau merah dalam bahasa Indonesia.

Senyum bahagia tergambar di wajah Aldebaran. Pria itu merasa sangat bangga dengan perkembangan Athar yang sangat baik. Rasanya parenting mereka sudah cukup bagus untuk mendidik anak-anak.

"Pinter banget, sih, adek," ucap Andin dengan mata berbinar. Wanita berusia 31 tahun itu menghujani Athar dengan ciuman di pipinya yang gembul. Athar tertawa, senang mendapatkan perhatian dari kedua orang tuanya.

"Sebentar lagi abang pulang. Adek mau jemput abang?" tanya Andin kepada Athar yang fokus dengan gambar di buku.

Athar mengangguk antusias. "Abang!" serunya bersemangat. Seperti sudah lama tidak berjumpa dengan sang kakak.

Andin mengelus pipi Athar dengan sentuhan dan belaian lembut. "Adek sama papa, mama ganti baju dulu, boleh?" tanyanya.

Athar hanya diam. Bibirnya mencucu. Ia layaknya menunjukkan jika dirinya tidak ingin ditinggal sang mama. Kedekatan Athar dan Andin bisa dibilang lengket seperti perangko.

"Sama papa mau liat burung enggak?" tanya Aldebaran, mencoba mengalihkan perhatian Athar.

Athar berpikir sejenak, matanya berbinar penuh rasa ingin tahu. "Mana buung!" balasnya dengan ucapan yang masih belum jelas, meskipun masih agak ragu untuk berpisah dengan Andin.

Aldebaran tersenyum dan mengangkat Athar dari pangkuan Andin. "Ayo, kita liat burung di taman dulu. Mama ganti baju dulu," ucapnya.

Andin memberi ciuman lembut di pipi Athar sebelum beranjak ke kamar untuk berganti pakaian. "Titip Athar, ya, Mas," ucapnya.

"Kamu jangan lama-lama. Udah tau anaknya nempel banget," ucap Aldebaran.

"Iya, sayang," balas Andin dari kamar mandi.

Aldebaran membawa Athar keluar menuju taman kecil di halaman belakang, di mana mereka sering melihat burung-burung yang hinggap di pepohonan. Athar memandang burung itu dengan mata terbelalak, lalu mencoba menirukan suara kicauan burung tersebut. "Cuit-cuit," katanya dengan tawa kecil.

Sementara itu, Andin berganti pakaian dengan cepat. Ia memilih pakaian yang nyaman namun tetap rapi untuk menjemput Arthur. Ketika Andin kembali, ia melihat Aldebaran dan Athar tertawa bersama, menikmati waktu mereka di taman.

FOREVER 2 : ALADIN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang