-31- Tiga Dimensi

1.6K 242 15
                                    

Detik demi detik berlalu. Kian minggu telah terlewati seiring bulan berganti. Andin, wanita hamil itu tengah berjalan-jalan kecil di halaman belakang rumah pagi ini. Hal ini tentu dia lakukan karena usia kehamilannya yang sudah masuk 33 minggu atau delapan bulan lebih.

Tentu saja dia ditemani oleh Aldebaran. Padahal hanya berjalan kecil. Tetapi tidak menghilangkan sikap protektif Aldebaran kepada istrinya. Apalagi, karena ini kehamilan pertama Andin setelah empat tahun dan keguguran dahulu.

"Tunggu sebentar, Mas" pinta Andin. Wajar saja, di usia kehamilan yang semakin membesar, Andin semakin mudah lelah. Itu karena janin yang semakin membesar dan menekan organ-organ di dalam tubuh Andin.

Aldebaran merangkul Andin. Dia takut terjadi apa-apa terhadap istrinya. "Udah dulu aja, Ndin. Udah ngos-ngos an gini" ucapnya.

"Ih ini, tuh, biar nanti persalinan aku lancar, Mas" balas Andin. Dia mengelus perutnya. "Semakin sering jalan atau main gymball, nanti persalinannya juga gampang"

Sang suami hanya menghela nafas. "Yaudah, saya sih ikut kata kamu aja" ucapnya. Andin mengangguk kecil, "Yaudah, ayo lanjut jalan"

Setelah berjalan kembali selama lima belas menit, Andin mulai merasa kelelahan yang sesungguhnya. "Capek, Mas"

Aldebaran mengelus kening sang istri. "Kita masuk aja, yuk" ajak Aldebaran.

"Iya, yuk, aku capek" ucap Andin segera bangun dari kursi itu dan berjalan masuk ke rumah.

Mereka masuk ke dalam rumah dan disambut Arthur yang berlari mendekat. "Papa! Mama!" serunya.

"Papa Mama habis dari mana?" tanya Arthur.

Al tertawa kecil. "Dari halaman belakang, Papa habis temenin Mama jalan-jalan kecil" jelasnya.

"Papa Mama ke kamar abang, dong. Temenin abang" pinta Arthur. Aldebaran pun mengangguk. "Iyaa-iyaa, Papa sama Mama temenin abang, ya"

Al dan Andin berjalan ke kamar Arthur. Mereka duduk bersempitan di ranjang kecil itu. Arthur berada di tengah-tengah Aldebaran dan Andin.

"Mama, kapan adeknya lahir?" tanya Arthur.

Andin tersenyum. HPL wanita itu kira-kira berada diantara tanggal 18-25 Mei. Artinya, masih kurang sekitar dua bulan dari bulan Maret ini. "Dua bulan lagi, sayang" jawab wanita itu.

Aldebaran mencubit kecil pipi Arthur. "Udah ga sabar banget, ya" ucapnya.

Arthur mengangguk-angguk layaknya burung kutilang. "Iya, abang mau ajak adek main" ucap pria kecil itu.

Lima tahun menjadi anak tunggal, wajar saja Arthur merasa kesepian. Untung Aldebaran mempekerjakan pengasuh, Suster Mirna. Sehingga bisa menemani Arthur bermain.

"Do'ain adeknya, ya, bang. Biar nanti pas lahir, adeknya sehat, kuat, ya" ucap Andin.

Putra Aldebaran itu mengangguk lagi. Aldebaran juga tersenyum sambil melirik sang istri. "Tanpa Mama minta juga, kita do'ain, ya, bang" ucap pria itu.

"Iya, dehh, makasih, yaa" balas Andin kepada sang suami.

"Oiya, Mama, adeknya abang cewek atau cowok?" tanya Arthur.

Pertanyaan yang jawabannya ingin diketahui semua orang. Jenis kelamin anak kedua Aldebaran dan Andin. Wanita itu tersenyum tipis. "Mama belum tau, bang. Soalnya, kata bu dokter nya, adeknya abang ngumpet. Jadi engga tau, deh, cewek atau cowok" jelas Andin.

"Adeknya mau bikin kejutan buat abang" ucap Aldebaran.

Arthur menyeringai sambil tertawa. "Hihihii emangnya bisa, Pa?" tanya pria kecil itu.

FOREVER 2 : ALADIN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang