"Ah, Sooyoung. Maaf aku terlambat."
"Bukan masalah."
Tadi, di jam istirahat makan siang, Sooyoung datang ke ruangan OSIS untuk menemui Sungjae. Bukan untuk mengajaknya makan siang, melainkan meminta Sungjae untuk bertemu dengannya setelah di jam pulang sekolah. Gadis itu juga memintanya untuk pergi ke taman sekolah sebagai tempat yang ditentukan.
Sooyoung bilang, ada yang ingin ia bicarakan dengan Sungjae. Hal itu tentu membuat hatinya berdebar. Jangan-jangan Sooyoung akan membicarakan soal ungkapan perasaanya dua hari yang lalu?
"Aku sudah memiliki jawaban atas pernyataan rasamu dua hari yang lalu, Sungjae." Bingo! Rupanya tebakan Sungjae benar. Hatinya semakin dibuat berdebar mendengar penuturan tersebut.
"Apa itu, Sooyoung?" tanyanya, sudah tak sabar.
Gadis yang berada di hadapannya itu menyunggingkan sebuah senyum. "Maaf... aku tidak bisa menerimamu."
"Jujur saja, aku nyaman berada di dekatmu. Tapi, tak pernah sekalipun aku menyukaimu lebih dari seorang teman. Bahkan aku tak pernah berpikiran untuk berpacaran denganmu."
"Jadi... sekali lagi aku minta maaf. Aku tidak bisa berpacaran denganmu, Sungjae."
Bohong jika Sungjae berkata hatinya tak sakit. Tentu hatinya itu terasa sakit. Mau bagaimanapun, ia baru saja ditolak oleh sang pujaan hati.
Sungjae membalas senyuman Sooyoung. "Terima kasih untuk jawabannya, Sooyoung. Setidaknya aku bisa lega karena telah mengetahui jawaban atas perasaanku," kata Sungjae.
"Uhm... apa kau akan menjauhiku, Sungjae?" tanya Sooyoung, khawatir.
"Eh? Kenapa juga aku harus melakukan itu?" tanya balik Sungjae.
"Yaah... aku, kan, baru saja menolakmu. Bukankah biasanya orang-orang saling menjauhi satu sama lain setelah perasaannya ditolak?" ucap Sooyoung, menjelaskan.
"Memang benar," balas Sungjae, "tapi itu orang lain, Sooyoung. Bukan aku."
"Bagiku, selama kau memberikan jawaban yang jelas untuk peraasanku, itu sudah cukup. Toh, aku justru senang karena aku sudah mengira bahwa kau akan cukup lama menggantung perasaanku. Tapi ternyata itu tidak benar," lanjut pria itu. Senyumannya masih saja tercetak di wajah tampannya itu.
"Tapi, pasti rasanya sakit jika kau harus terus di sisiku ketika perasaanmu tak dibalas, Sungjae."
"Iya, betul. Tapi perasaanku bukanlah sebuah penghalang untuk kita tetap berteman, Sooyoung."
"Suatu saat, kita pasti akan menemukan jodoh kita yang sesungguhnya. Jadi, jangan khawatirkan perasaanku, oke?"
"Ini pilihanku. Aku ingin mengungkapkan perasaanku padamu, dan aku sendiri sudah siap dengan apapun jawabanmu. Jika belum, aku tak mungkin menembakmu."
"Tapi jujur, aku senang bahwa cinta pertamaku adalah kau, Sooyoung." Cengiran lebar terbit di wajah Sungjae, menampakkan deretan rapi giginya setelah menyelesaikan semua perkataannya.
"Ayo aku traktir kau di kedai ayam," ajak Sooyoung tiba-tiba.
"Eh? Untuk apa?" bingung si pria Yook.
"Untuk menghiburmu karena aku telah menolakmu." Jawaban Sooyoung sukses membuat Sungjae semakin bingung. Kenapa juga? pikirnya.
"Pokoknya aku tidak terima penolakkan. Ayo!" potong Sooyoung cepat kala Sungjae hendak membuka mulutnya dan melemparkan kalimat.
Tangan Sooyoung meraih tangan Sungjae, lalu menariknya lembut ke luar dari area taman sekolah. Orang yang ditarik Sooyoung hanya bisa mengikuti keinginannya tanpa membantah.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝚂𝚘𝚞𝚕𝚖𝚊𝚝𝚎 || 𝚆𝚎𝚗𝙹𝚘𝚢
Fanfiction[ᴠᴇʀsɪ ʀᴇᴠɪsɪ] sᴏᴜʟᴍᴀᴛᴇ; ᴋᴇᴛɪᴋᴀ ᴅᴜᴀ ʙᴇʟᴀʜ ᴊɪᴡᴀ ᴛᴇʟᴀʜ ᴅɪᴘᴇʀᴛᴇᴍᴜᴋᴀɴ, ᴋᴇᴅᴜᴀɴʏᴀ ᴀᴋᴀɴ sᴀʟɪɴɢ ᴍᴇʟᴇɴɢᴋᴀᴘɪ ᴅᴀɴ ᴛɪᴅᴀᴋ ᴅᴀᴘᴀᴛ ᴅɪᴘɪsᴀʜᴋᴀɴ. -------------------- ᴘᴀʀᴋ sᴏᴏʏᴏᴜɴɢ ᴅᴀɴ sᴏɴ sᴇᴜɴɢᴡᴀɴ ᴀᴅᴀʟᴀʜ sᴇᴘᴀsᴀɴɢ sᴀʜᴀʙᴀᴛ sᴇᴊᴀᴋ ᴋᴇᴄɪʟ ʏᴀɴɢ ᴍᴇᴍʙᴜᴀᴛ ᴋᴇᴅᴜᴀɴʏᴀ sᴀɴɢᴀᴛ ᴅᴇᴋᴀ...