30. Yang Diasingkan

302 48 4
                                    

Siren bersiul, suaranya menyusuri tiap sela bangunan istana Naram Sin yang terlapis pasir solid. Burung-burung bercicit di jendela. Sementara gadis yang sekamar dengan Siren, akhirnya membuka mata.

Suara Siren yang merdu, menghasilkan ketentraman bagi siapapun yang mendengarnya. Burung-burung juga terbang kian ke mari, bergerak sesuai tempo yang Siren lantunkan. Begitu syahdu.

[Y/n] memainkan jari-jemari, kepalanya menunduk menatap itu.

"Ah, [Y/n] sudah bangun?" Siren memberhentikan lantunannya. "Aku kira Kau bersama Poseidon. Ke mana sebenarnya Poseidon? Terima kasih telah berusaha mengirimku ke laut kemarin."

[Y/n] menggeleng. "Aku berusaha untuk menutup aksesku bersama Dewa Laut. Aku menyelamatkanmu selain karena Kau makhluk hidup yang layak bebas.  Aku juga ingin mengirimmu ke laut karena aku tak ingin mendengar lagi nama Dewa Laut itu. Bahkan siulanmu yang mirip lantunannya juga hanya melukai perasaanku."

Siren senyap, bibirnya terbuka sedikit. Perasaan ngilu, hadir dalam dada. Dia meminta maaf, lantas memalingkan wajah. Tubuhnya yang sempat bergerak-gerak di akuarium, berhenti. Para burung yang sempat menantikan lanjutan lantunan, pupus sudah harapan mereka.

Pintu kamar [Y/n] diketuk sebanyak tiga kali. Setelah pengetuk dipersilakan masuk, ia membuka pintu sambil membawa beberapa kertas berisi data. Pandangan tamu itu tertuju pada [Y/n] lalu tersenyum. [Y/n] yang mendongak dan menatapnya pun, membalas senyuman.

"Izinkan aku untuk menginterogasi temanmu. Naram Sin yang menyuruhku," ujar Alastor, [Y/n] mengiyakan. Langkah kaki dewa tak bergelar itu tertuju pada Siren.

"Setelah Alastor mewawancarai Siren, para pelayan Tuan Naram Sin akan mengembalikannya ke laut, 'kan?" tanya [Y/n], menggaruk pipi. Alastor mengiyakan keraguan [Y/n], lantas membiarkan Sang Dewi Pencipta beranjak dari kamar.

Beberapa pertanyaan Alastor mulai dilontarkan. Dan di akhir pertanyaan, Siren bertanya balik tentang hal yang tak terduga. Alastor yang selalu memakai pakaian tertutup, membuka jas gotik dan kemeja putihnya. Dia menampakkan seluruh tubuh, termasuk wajah yang seketika dingin dan dua benda nan tergantung di leher. Yang membelalakan mata Siren.

***

Alastor memakai kembali pakaiannya. Dia meninggalkan ruangan [Y/n], meninggalkan Siren yang menatap lesu hadapannya. [Y/n] yang menyambut Alastor, segera memanggil para pengawal Naram Sin. Dia mentitahkan mereka untuk mengirim Siren menuju lautan.

Dan sesampainya di lautan, Siren sama sekali tak memasang wajah sumringahnya. Raut wajah penuh kebencian dan dendam, justru menghiasi. Dia, kembali ke lautan tanpa mengatakan sepatah kata, kepada [Y/n]. Rambut putih berantakannya, seolah memperkuat bahwa Siren tidaklah baik-baik saja.

Apa interogasi Alastor keterlaluan sampai-sampai Siren begitu? Batin [Y/n], menatap lautan. Dia memang ikut serta dalam pengantaran Siren, sebab dialah yang lebih tahu tentang lautan daripada para pengawal Naram Sin. Atau ucapanku yang keterlaluan hingga dia begitu? Maafkan aku, Siren.

Siren menyelam, menelisik lebih jauh lautan. Dia melewati lubang besar, mendatangi Atlantis. Di sana, dia berenang lebih cepat, memasuki istana yang dahulu milik Poseidon. Dia bersimpuh di aula singgasana, menangkupkan tangan, menutup wajah.

"Poseidon, Tuan Poseidon, mohon kembalilah," isak Siren.

"Ada apa, Siren?" Suara dingin yang dirindukan Siren, seolah mengabulkan doa wanita albino setengah duyung itu. Dia yang bersimpuh, bangkit dan membalikkan badan. Menatap mantan penguasa laut, yang tampak lebih tak terurus seperti biasanya. Lingkaran hitam di bawah mata Poseidon adalah bukti bahwa ia memiliki banyak pikiran, sampai tidur saja tak mampu.

✔ Tyrant of the Ocean [ Poseidon X Reader ] || Record of RagnarokTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang