27. Misteri Babilonia

343 55 5
                                    

Empat pria bergotong membawa kayu panjang. Beberapa pria lainnya sibuk memalu. Para perjaka atau remaja membantu orang-orang, membentuk kerangka rumah-rumah. Sisanya, memukul-mukul bumi, meratakan tanah. Pada Asia bagian sekitar Selatan ke Tenggara itu diisi oleh orang-orang yang membangun kembali tempat tinggal mereka, akibat tsunami sebulan yang lalu.

Sebagian wilayah yang masih tenggelam, mereka relakan. Beberapa dari mereka yang terpisah datarannya, harus menggunakan kapal, menyusuri lautan yang dahulunya adalah daratan. Atau yang mereka sebut sebagai selat. Demi mendatangi wilayah--atau yang mereka sebut sekarang pulau, yang lain.

Dan untunglah, mereka bisa menjalankan cobaan itu dengan baik. Anak-anak kecil dan ibu-ibu juga ikut serta membantu, menyiapkan makanan untuk para pria. Semua perbaikan berjalan lancar karena mereka memiliki pengayom terpercaya. Pengayom yang tak lain adalah dewa yang tak pernah absen dengan permen, bersurai perak dikonde. Ia hampir selalu membawa tongkat emasnya. Dan sekarang, ia berbaur pada para pria, menggotong balok. Dia yang memakai tanktop hitam bermotif kelinci berlapis jubah cokelat susu, membantu, sambil terkekeh.

"Huft! Hari ini panas sekali!" serunya, usai menaruh balok di tumpukan balok dekat rumah setengah jadi. Ia mengibas-ngibas tangan, setelah itu, lengannya ia gunakan untuk membasuh peluh di wajah. Dua gigi taring yang berada di barisan bawah, muncul setiap kali ia membuka mulut.

"Tuan Buddha!" seru para wanita yang sangat menghormatinya, salah satu dari mereka berlari dan menepuk salah satu pundak pria berjubah. Buddha yang merasa dirinya dipanggil menoleh ke arah sembilan meter di sebelah Barat, menatap sosok yang juga memakai jubah sepertinya. Ia mengernyit, jelas sudah bahwa para wanita tengah salah orang. "Sedang tidak enak badan? Ayo dimakan dulu buah duriannya."

Angin menerpa wajah pria berjubah itu. Menurunkan kupluk, membeliakkan siapa saja yang sempat beramah-tamah kepadanya. Cepat-cepat pria itu melengos, Buddha tertawa kencang karenanya.

Ah, sekarang Buddha tahu siapa yang lagi memakai jubah sepertinya. Ia berlari menghampiri Poseidon, menepuk punggung pria yang tengah dilanda kekesalan karena ada yang sembarangan menyentuhnya. Tak kenal rasa takut, Buddha merangkul leher Poseidon. Ia menggiringnya untuk menghampiri para ibu dan duduk bersama di sana.

"Kau sedang apa, mantan penguasa laut?" ledek Buddha, usai duduk. Ia melepas permen yang tertempel pada lidah. Lalu menyila kaki, siap mendengarkan alibi Poseidon yang memejamkan mata sambil duduk rapi.

"Hmph. Aku sedang mencari kalung," jawab Poseidon, acuh tak acuh.

"Lalu, mengapa pakai jubah dan sampai ke sini?" Buddha semakin penasaran. Memang itu bukan urusannya, tetapi memang begitulah Buddha. Ia akan melakukan apapun yang ia inginkan.

"Semua sudah tahu wajah asliku, mengubah wujud terus menerus sudah dilarang karena dianggap memakai seperempat kekuatan, " Poseidon berbicara fakta. "Seperti yang kubilang, aku mencari kalung."

"Kalau Kau sampai ke sini berarti kalung itu penting. Bagaimana wujudnya?" pertanyaan beruntun akhirnya dilontarkan Buddha.

"Memang kalau Kau sudah tau wujudnya nanti, apa untungnya bagiku?" ketus Poseidon.

Buddha terkekeh. "Ya, kali saja aku lihat. Kali-kali Kau harus menurunkan egomu untuk mendapatkan apa yang Kau mau."

"Proteus, gambarkan kalung yang kucari ke Buddha." Poseidon tak mau ambil pusing, Proteus pun menampakkan diri. Ia mengeluarkan buku dan pensil dari saku, mulai menggambar. Setelahnya ia jelaskan kepada Buddha secara terperinci, bagaimana warna dan teksturnya. Buddha sempat bergeming, tatapannya tertuju kepada Poseidon yang melengos.

"Sudah jelas, 'kan?" tanya Poseidon, Buddha mengangguk. "Proteus boleh pergi sekarang."

Proteus menghilangkan diri. Sementara para wanita yang berada di dekat kedua dewa itu penasaran, akan wujudnya. Mereka sontak terkejut. Wanita bersurai abu keputihan yang tak lain adalah uban, mengajukan diri untuk menjelaskan mengapa mereka sangat tak asing dengan kalung itu.

✔ Tyrant of the Ocean [ Poseidon X Reader ] || Record of RagnarokTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang