Kabar kelahiran Adam, sampai ke telinga Naram Sin. Dia yang masih berada di gua dan menghabiskan waktu dengan memuja dan menghormati Pazuzu, tetap enggan untuk bergaul. Berita tentang turunnya Adam ke bumi juga hadir, tetapi Naram Sin tak peduli. Ia tetap memuja Pazuzu. Bahkan, saat Adam memiliki anak dan cucu pun ia tak peduli. Dia masih melakukan hal yang telah ia tekuni selama puluhan tahun.
Hingga suatu hari, telah sampailah ia kepada waktu yang telah dijanjikan. Dia yang tubuhnya sudah sebesar Kronos, bertekuk lutut di hadapan Pazuzu. Melontarkan permintaan yang selama ini ia pendam. Pazuzu tertawa mendengarnya, dia melontarkan mantra, mengecilkan tubuh Naram Sin, menyerupai manusia.
"Tubuh dewa cukup menyerupai manusia. Aku akan memberi beberapa kekuatanku, untuk memudahkan keinginanmu dalam balas dendam. Buatlah legenda tentangku agar para manusia memujaku. Buat juga seolah-olah manusia telah ada, sebelum Adam lahir. Kau harus berpura-pura menjadi dewa, karena penusukan yang dilakukan dari belakang lebih jarang diketahui oleh musuh. " Pazuzu menunjukkan seluruh taringnya. Tangannya melepas tiga kalung yang ia pakai, memperlihatkannya kepada Naram Sin. "Kekuatan pencipta, ramalan masa depan, dan menyalurkan kekuatan. Adalah kekuatan yang paling tepat. Tiga kalung ini juga akan merekrut pasukanmu dalam membalas dendam. Karena Kau menunjukkan keroyalan, aku akan membantumu meyakinkan para manusia bahwa aku adalah Tuhan. "
Sekte yang melewati garis mazhab, kembali berkembang. Tiga kalung yang dahulu untuk menentukan layak atau tidak layaknya para raksasa mendapat kekuatan, kini kembali digunakan. Hingga suatu saat, salah satu kalung yang tak pernah cocok oleh orang lain. Akhirnya menemukan sosok yang cocok.
Sosok itu adalah bayi albino, campuran darah dewa dan manusia. Lelaki tampan, yang mungkin menjadi anak terakhir mereka. Pazuzu dibuat terpukau, tetapi sesuai oleh kepercayaan dan aturan yang telah ia buat bersama Naram Sin, bahwa anak itu berarti adalah anak terkutuk. Ibunya yang diam-diam mengantar anak itu tanpa sepengetahuan ayahnya, sangat terpukul oleh kenyataan yang tertera.
"Ini anak dewa! Mana mungkin terkutuk?" bantah sang ibu, meremas bayinya.
Pazuzu memutar bola mata, ia mana peduli. Naram Sin yang berada di sisi Pazuzu pun, menjelaskan. Dia meyakinkan ibu itu, bahwa anak dewa atau bukan, tidak menjamin bahwa anak itu tidak terkutuk.
Sejak itu, bayi malang tersebut dibenci. Sang ibu membawa pergi anaknya, bersama kalung berliontin merah milik Pazuzu. Anak itu tumbuh, terkucilkan. Hampir tiap jam ia dimaki sang ibu. Hanya permintaan maaf yang terlontar dari bibir lebam anak tersebut.
"Ibu, sebenarnya siapa ayahku?" Suatu hari anak itu memberanikan diri untuk bertanya, tubuhnya gemetar. Sang ibu justru menamparnya. Usai itu, ia menatap manik mata sang anak, yang begitu mirip dengan pria yang ia cintai.
"Ah, memang sebaiknya aku membuangmu, Alantos. "
***
Poseidon menopang pipi, menatap kosong hadapannya. Ia duduk di singgasana, tak memedulikan jajaran prajurit yang siap sedia. Tak jauh dari ia duduk, hadir Amfitrit yang tengah menatap akuarium berisi siput-siput murex. Wanita yang belum memiliki anak sama sekali itu, menatap datar siput. Meski ia mencintai warna ungu dan murex, tetapi semuanya tak bisa menghibur Amfitrit yang lara. Wanita itu, menggigit bibir bawah kuat-kuat.
"Sampai kapan Kau masih bermain-main dengan wanita, Poseidon?" tanya Amfitrit, lirih. "Entah berapa banyak wanita yang telah Kau hamili. Padahal aku istrimu saja belum pernah hamil anakmu. Kudengar, anak albinomu yang berada di Babilonia dibenci. Kau tidak mengambil tindakan? Kasihan anak itu. Kau terkenal akan kesempurnaannya, 'kan? Tetapi kenapa Kau tidak setia dan menelantarkan anak-anakmu? Aku selalu menantikan dirimu yang setia."
Poseidon tak menjawab, ia justru meninggalkan Atlantis. Kemanakah dia akan pergi? Sikapnya membuat dada Amfitrit sesak. Namun sampai kapan wanita itu akan bertahan pada rumah tangganya yang tak harmonis?
"Aku selalu menantikan di mana Poseidon tulus mencintai seorang wanita yang mampu merubahnya," isak Amfitrik, menangkupkan wajah. Merubuhkan tubuh. "Dia, terlalu angkuh."
Poseidon yang pergi dari Atlantis, beberapa jam kemudian hadir di gua milik Pazuzu. Trident biru khasnya, tersampir di depan bahu. Dia menantang sosok yang mengaku Tuhan itu, untuk berduel. Naram Sin yang ada di sana, menjadi saksi bisu pertarungan keduanya.
Perseteruan sengit yang berlangsung hampir tujuh belas jam itu, mendapat hasil di luar prediksi Naram Sin. Untuk pertama kalinya, ia melihat betapa kuatnya dewa tingkat tinggi. Dan betapa angkuhnya mereka. Pazuzu dibuat tak berkutik. Dan sesuai perjanjian, Pazuzu mengasingkan diri. Dia menyerahkan dua kalungnya yang tersisa, kepada Naram Sin yang termangu.
Pertandingan itu tak pernah diumumkan, hanya menjadi rahasia Naram Sin. Dia yang tahu bahwa Pazuzu tak sekuat yang ia bayangkan, tetap berusaha menyimpan dua kalung berliontin berbeda itu. Hanya saja, ia menjadi lebih berhati-hati dalam meramal dan menyeleksi pengikut. Batinnya juga lega, karena liontin merah itu sudah tak ada lagi. Karena mungkin saja, itulah yang membuat Poseidon hadir. Atau mungkin, anak terkutuk yang sempat Naram Sin dan Pazuzu periksa adalah anak Dewa Laut? Namun, mengapa dari banyaknya dewa yang Pazuzu dan Naram Sin hadapi, hanya Poseidon saja yang membuat lutut mereka tak berkutik?
***
"Kemungkinan besar, anak albino itu memang anak Poseidon. Aku selalu bertanya-tanya, mengapa bisa Poseidon sekuat itu. Bahkan aku menyewa pengikutnya, untuk menceritakan bagaimana legenda Poseidon berjalan. Mereka yang baik, mewujudkan rasa ingin tahuku. Hampir seluruh alur kisah Poseidon dikumpulkan menjadi satu, lalu dijilid menjadi buku. Aku mencontoh beberapa perilakunya. Apakah tindakanku yang menyuruh bangau putih salah, [Y/n]? Lalu bagaimana dengan Poseidon yang lebih kejam dariku?" Tersirat permintaan dukungan dari pandangan Naram Sin.
[Y/n] bergeming. Ia tenggelam pada cerita yang dia dapat. Dirinya yang nanap, membuka mulut sedikit. Alastor, anak Poseidon? Tapi Naram Sin bilang namanya Alantos. Apa Alantos dan Alastor itu beda? Namun, kenapa Alastor ingin membunuh Naram Sin kalau dia tak tahu. Alastor tak pernah cerita dia punya kembaran. Sepertinya mereka memang orang yang sama.
"Suatu hari, saat aku mulai berbaur dengan dewa lain dan Athena, dua kalung itu hilang dicuri bandit. Entah ke mana kedua kalung itu hilang, aku merasa bersalah pada Pazuzu. Mungkin kematianku nanti terjadi karena kelalaianku sendiri," lirih Naram Sin, mengakhiri cerita.
[Y/n] berdiri dari bangku. Kepalanya sedikit menunduk, menatap dengkul yang lemas. Batin dan pikirannya bertarung sejak tadi. Pertanyaan yang terus mempertanyakan ayah dari Alastor dan siapa Alantos, terus terulang.
"Ah, apa ceritaku tidak nyaman?" Naram Sin ikut bangkit, [Y/n] menggeleng cepat. Kakek tua itu menjabal kedua tangan sang gadis kembali. "[Y/n], bantu aku untuk mengumpulkan tiga liontin milik Pazuzu lagi! Kali saja dengan itu, ramalan tentang aku akan terbunuh hilang! "
"Berikan aku waktu untuk berpikir," pinta [Y/n], memijat pelipis. "Aku harus mengajak Poseidon ketemuan. Ieró poulí!" seru [Y/n]. Beberapa menit setelah ia memanggil mantra itu, sebuah lingkaran muncul, memunculkan seekor burung pengantar pesan peliharaan Hermes.
-- bersambung --
Published : Thu, Sep 15, 2022
Jangan lupa vote dan komen ceritaku, makasiii
KAMU SEDANG MEMBACA
✔ Tyrant of the Ocean [ Poseidon X Reader ] || Record of Ragnarok
Fanfiction[Poseidon x Reader] Seluruh lautan adalah kekuasaannya. Menjadi dewa terkuat adalah hasil dari garis hidupnya. Dan menjadi bagian "12 Olympian Gods" adalah bukti kekuatannya. Dia adalah dewa yang mendeklarasikan bahwa dewa adalah makhluk yang palin...