36. Tujuan Alastor

272 45 15
                                    

Langit biru tua, menghiasi beberapa belahan dunia. Berbagai jenis kelelawar mulai menampakkan diri. Dan wanita-wanita malam, mulai menjual diri.

Pada jembatan tua penghubung daratan yang di sela sungai, hadir pria yang tengah mengacak-acak rambut. Ia mengusap poni ke belakang, lalu meremas kedua pelipis. Setelahnya, mengusap wajah kasar.

"Sejak kapan aku labil begini, Proteus?" gerutu Poseidon.

Memanggil nama itu, berarti menyuruh sang pemilik nama untuk menampakkan diri. Proteus pun menampakkan diri, ia memberi hormat. Usai kembali berdiri tegak, ia menatap punggung atasannya yang tengah gundah. Namun ia bingung ingin menjawab apa, akibat ia takut salah bicara. "Mohon katakan padaku, Proteus."

Tuannya sudah meminta mohon, harga diri tuannya sudah diturunkan untuk meminta pendapat Proteus. Tak seharusnya Proteus enggan untuk menjawab. Ia pun mulai membuka mulut, meski tenggorokannya serasa sangat serak. "Mungkin karena Tuan sudah berumur ribuan tahun. Saya dengar, pria kalau sudah tua masa pubertasnya kembali."

Wajah Poseidon berubah kecut. Ah, bukan itu jawaban yang ingin ia dengar. Proteus sudah terlewat jujur sekarang. Walau demikian, karena Poseidon yang meminta pendapatnya, ia memutuskan untuk menahan amarah. Lagipula jawaban Proteus cukup rasional.

"[Y/n], sekarang umur delapan belas tahun, ya?" tanya Poseidon, Proteus mengangguk. "Ah, dia pasti juga lagi masa-masa labilnya sekarang. Sepertinya move on dari dia memang pilihan terbaik. Aku merasa seperti mantan pedofil sekarang."

Proteus mengangkat alis, raut wajahnya tak terima. "Suatu saat Nona [Y/n] dan Tuan tidak akan labil! Memangnya Tuan ingin membiarkan [Y/n] menikah dengan Alastor? Anda pasti tahu betul bagaimana Alastor itu! Anda harus menyelamatkan Nona [Y/n], Tuan!"

"[Y/n] tidak bisa diselamatkan. Bersatu dengan dia juga malah membuatku mati di ramalan. Dia sudah masuk ke perangkap Alastor. " Poseidon menatap hampa telapak tangan.

"Tidak mungkin, " lirih Proteus, gentar.

"Mungkin." Poseidon meyakinkan.

Proteus membuka sedikit mulut, ia senyap sekejap. Pikirannya memutar otak, menerka-nerka alibi apa yang harus ia lontarkan agar atasannya tak menyerah. "Benthesikime, Triton, dan Rhodes sedang apa, ya, sekarang, Tuan Poseidon? Biasanya Nona [Y/n] sedang meniduri mereka. Meskipun dia adalah gadis nakal yang labil, tetapi ia sangat penyayang. Anak-anak sangat bahagia bersama Nona [Y/n]."

Poseidon mencengkeram pembatas jembatan.

"Lalu di tengah keasikannya bersama anak-anak, Tuan Poseidon datang mengajak ribut. Meskipun Anda mencintainya, Anda senang membuat Nona marah. Bagi Anda wajahnya ketika marah pasti lucu, Anda seringkali mengecup bibirnya ketika itu terjadi. Dan ketika gadis itu sudah tidur, Anda mencium dahinya. Kecupan di dahi, itu berarti cinta Anda sangat tulus. Semuanya Anda buktikan dengan setia ke Nona [Y/n]. Bahkan ingin menerima gadis itu kembali meski sudah tak perawan. Anda juga mulai menunjukkan keroyalan pada lautan dan meminta tolong aku untuk mencari kalung milik Nona. Apa setelah melangkah sejauh itu, Anda ingin menyerah, Tuan Poseidon? Kalau memang Anda sakit hati dengannya, bukankah sikap Tuan Poseidon yang kukenal adalah dengan memberi makhluk yang menyakiti Anda pelajaran? Namun Anda tidak melakukan itu, Anda belum bisa melepas Nona [Y/n]. Dia gadis yang berbeda dan spesial, 'kan, Tuan? Anda harus menurunkan sedikit harga diri Anda untuk mendapatkan apa yang Anda inginkan."

Poseidon kembali mengusap wajah kasar. Dia menghembuskan napas, berat. Lalu menatap sungai dengan tatapan berbinar. "Sejak kapan Kau jadi memihak [Y/n], Proteus? Kau juga baru saja menentang ucapanku. Hippocampus!"

Kendaraan Poseidon membingkas cepat, Proteus sampai dibuat tersentak. Dewa itu tak memasang wajah ekspresi apapun, ia naik ke kereta perangnya. Lantas duduk dengan gagah.

✔ Tyrant of the Ocean [ Poseidon X Reader ] || Record of RagnarokTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang