45. Liontin Abu

297 36 26
                                    

Babilonia yang terik telah mereka gapai. Alastor dan anak bungsu Naram Sin, tanggal dari unta. Di belakang mereka terdapat [Y/n] yang mengekor, hanya saja, dewi itu memakai kuda.

Mereka berhenti di depan pintu rapuh, pembatas ruangan bawah tanah yang lembab. Alastor membuka pintu, tetesan rembesan yang sudah berkali-kali ia lihat, sama sekali tak menjijikkan di matanya. Padahal, wanita yang ia bawa ke Valhalla, sudah bergetar sejak tadi.

"Alastor, Kau ... tidak ke papa?" tanya wanita itu, ragu. "Bukannya papa meminta agar kita segera memberi liontin biru itu ketika mendapatkannya? [Y/n] sudah menyerahkan diri ke kita loh Alastor, jangan sia-siakan waktunya. "

[Y/n] menatap hadapannya, senyap, dalam beberapa menit. Sebelum akhirnya ia terkekeh, merangkul anak bungsu Naram Sin. "Bicara apa sih, Tanteku yang satu ini? Surai perak bergelombang, mata biru bagai lautan. Bibir merah alami. Dan tubuh putih, seputih salju. Dia adalah pria yang akan membunuh Naram Sin. Apa Tante tahu maksudku?"

Anak bungsu Naram Sin, terbelalak. Ia sigap, menoleh [Y/n] yang menatap mayat ibu tua nan mulai membusuk. Sudut mata wanita itu menitikkan air mata, ia menangkupkan kedua tangan di wajah. "Jadi, Kau dan Alastor membohongi kami?"

[Y/n] mengangkat bahu. Tangan kanannya, menggenggam liontin yang menggantung di leher. Ia tersenyum, memejamkan mata, sambil berucap kecil. Saat Alastor membalikkan badan, [Y/n] melepas liontinnya.

"Nih, Alastor." [Y/n] menyodorkan liontin biru. Suaranya begitu lembut, tatapannya pun sama. Perasaan yang pernah ada pada Alastor, seperti tak pernah hilang.

Alastor menyipitkan mata. Namun, [Y/n] sama sekali tak menunjukkan kebohongan. Dia masih sama seperti gadis naif yang lama. Nan selalu menghormati Alastor. Meski pria itu berkali-kali berhasil membuat ia berada di bawah pengaruhnya.

"Ngomong-ngomong, di mana kalung yang lain?" [Y/n] mengangkat salah satu alis. Alastor mengernyit. "Itu, kalau Kamu ingin bekerja sama sengan Pazuzu, Kamu harus mengumpulkan tiga kalungnya, 'kan?"

"Oh." Pria itu membuka jas dan kemeja putih setengah rusak yang ia pakai. Kulit perut yang selama ini terbungkus, terpampang nyata sekarang. Dia memiliki tubuh normal, tak seperti Poseidon. Tepatnya, ia memiliki tubuh proporsional. Dan dua kalung yang menggantung di lehernya, adalah penambah pesona Alastor sekarang.

[Y/n] tersenyum, hingga matanya memejam. Tangannya yang ia gunakan untuk memegang liontin biru, membenarkan diri. Mencari-cari posisi. "Otot yang tidak terlalu mengerikan. Aku suka tubuh ... "

Gadis itu membuka mata, membuka mulut lebar. "Poseidon!"

Saat ia menyeru nama Poseidon, air berkecepatan tinggi menyembur dari liontin biru. Liontin biru yang tepat berseberangan dengan liontin nan tergantung di leher Alastor, adalah hal yang paling tak Alastor duga.

Liontin yang pernah mendorong Zeus, dewa kuat, kembali unjuk gigi. Barang itu berhasil menghasilkan suara retakan pada lawan mainnya. Alastor dibuat terbelalak, menatap liontin abu yang hancur.

"Sial! Kenapa tidak rusak kedua-duanya?" gusar [Y/n], menjauhkan liontin biru dari Alastor. Gadis itu terkekeh, canggung. "Maaf, hehe."

[Y/n] membalikkan badan, ia menarik tangan anak bungsu Naram Sin. Sang Dewi mendobrak pintu, mereka berdua kabur tak tentu arah. Alastor tak tinggal diam, memang itulah yang menjadi alasan mengapa [Y/n] tiba-tiba melarikan diri.

"Kau bersembunyilah, Alastor tidak akan mengejarmu lebih lanjut!" titah [Y/n], dengan napas menderu. Ia berbicara dengan anak Naram Sin, tanpa menatap. Suara langkah yang cukup ramai, ditambah Alastor yang mengejar. Begitu menarik perhatian.

Mereka menyisir keramaian, meskipun itu adalah pasar. Atau beberapa orang tunawisma. Keselamatan mereka, keamanan liontin biru, adalah prioritas utama. Namun siapa sangka, kalau Alastor jauh lebih kejam dari dugaan Sang Dewi Pencipta?

✔ Tyrant of the Ocean [ Poseidon X Reader ] || Record of RagnarokTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang