44. Kematian Poseidon

360 43 23
                                    

"Satu-satunya dewi di bawah pimpinan dewa berambut perak ikal. Mengetahui liontin biru berada, tetapi itu bukanlah milik ayah para dewa. Daun merahnya gugur, ombak lautan datang padanya. Jiwanya tersesat tak ada yang mau menyelamatkan. Ia dipaksa untuk memilih dua pilihan sulit, menetap atau meninggalkan," gumam Sang Dewi Pencipta, tatapannya kosong. Setelah sekian lama ia akhirnya mendapatkan mimpinya yang hanya berupa tulisan, di mana mimpi itu menggambarkan masa depannya.

Gerbang kamarnya terbuka. Sudah seminggu ia berada di istana Olimpus dan Alastor sama sekali belum menjemputnya. Padahal, para dewa Olimpus sudah sibuk dengan tugasnya dan beberapa dari mereka telah meninggalkan istana ini. Begitupula dengan Poseidon yang sejak beberapa hari yang lalu, telah meninggalkan istana, memutuskan untuk ke Aegae, pulau kecil yang berdiri sebaris dengan lubang masuk menuju Atlantis.

Ia tak bisa lari dari istana, kekuatannya tak cukup kuat untuk mengalahkan Zeus. Apa mungkin Alastor sedang mengujinya? Ah, itu bisa jadi, bukan?

"Nona maaf mengganggu di kala anda termangu. Saya sudah mengetuk pintu kamar Anda berkali-kali. Tuan Poseidon sudah tiba beberapa jam yang lalu dan mengajak Anda untuk berjalan-jalan." Sang Dewi mendelik, wajahnya menatap Proteus yang membungkuk.

Ia pun mengangguk. Memakai pakaian ala wanita Yunani Kuno, lantas meninggalkan kamarnya. Langkahnya menuju ruangan Poseidon.

"Mohon jangan buat saya marah lagi, Nona. Tuan Poseidon tak sehina yang Anda kira." Proteus menekankan kata marah. Kedua tangannya yang terbalut sarung tangan putih berbahan kain, membuka secara jantan pintu besar ruangan Poseidon.

Kamar yang sudah lama tak pernah [Y/n] lihat, akhirnya kembali tampak, meski beberapa dekorasi mengalami perubahan. Manik mata Sang Dewi menatap Poseidon  yang tertidur dengan buku-buku tentang laut milik leluhurnya yang berserakan di meja kerja. Pria itu sangat tampan dan waspada meskipun tengah terlelap. Sang Dewi juga melihat tumpukan kertas berisi keluhan makhluk laut, yang tampaknya sedang diusahakan agar masalah itu selesai. Padahal, jabatannya telah dihapus.

"Apakah menjadi dewa tingkat tinggi selelah itu?" gumam Dewi Pencipta, tangan kanannya hendak mengambil salah satu buku milik Poseidon. "Rupanya Kau peduli dengan bawahanmu, ya. Meskipun Kau sudah tidak jadi penguasa laut lagi. "

"Ayo, kita jalan-jalan," ujar Dewa Laut tiba-tiba. Tangannya mencengkeram tangan Sang Dewi yang hendak mengambil bukunya. Ia pun menatap Poseidon yang sedang mengalihkan wajah. Pipi pria itu, memerah. "Seharusnya kalau masuk, Kau harus ketuk pintu dulu."

***

Perjalanan calon suami istri itu berlangsung hening. Mereka enggan memulai percakapan. Apalagi Poseidon tengah sibuk melihat sekitarnya, mencari perpustakaan lepas. Jelas, perempuan di sisinya semakin enggan untuk berbicara dengannya.

"Ketemu, tentang laut," ujar Poseidon memberhentikan langkahnya di depan perpustakaan lepas yang di rak buku utamanya terdapat banyak buku tentang laut.

"Tuan Poseidon. Bukannya Kau sudah tahu segala hal tentang laut?" tanya [Y/n], acuh tak acuh.

"Aku hanya ingin bernostalgia dengan bacaan yang dahulu Kak Hades berikan." Jawaban Poseidon mendapat anggukan kepala dari Sang Dewi. "Apa Kau sudah baca buku yang kuberi waktu itu?"

"Buku?" [Y/n] mengangkat salah satu alis, kepalanya sontak menoleh. "Untuk apa aku membacanya?"

Poseidon menatap [Y/n], lara. Seharusnya aku memberi buku itu ke Amfitrit, bukan ke dia. Sepertinya memang Amfitrit lah wanita yang Odin maksud waktu itu.

✔ Tyrant of the Ocean [ Poseidon X Reader ] || Record of RagnarokTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang