Chapter 48

275 23 0
                                    

~~~ Happy Reading ~~~


Mereka berdiri di tepi papan catur raksasa, di belakang bidak-bidak hitam, yang semuanya lebih tinggi dari mereka dan dipahat dari tampaknya batu hitam. Berhadapan
dengan mereka, jauh di seberang ruangan, adalah bidak-bidak putih.
Harry, (Y/n), Ron, dan Hermione sedikit gemetar. Bidak-bidak catur putih itu tak berwajah.

"Sekarang, apa yang harus kita lakukan?" bisik Harry.

"Jelas, kan?" timpal Ron. "Kita harus bermain untuk bisa sampai ke seberang ruangan."

Di belakang bidak-bidak putih itu mereka melihat pintu lain.

"Bagaimana?" tanya Hermione cemas.

"Kurasa," kata Ron, "kita harus menjadi bidak catur."

Ron berjalan ke arah perwira hitam dan menjulurkan tangan untuk menyentuh kudanya. Langsung saja batu itu hidup. Kudanya mengais-ngais tanah dan si perwira menolehkan kepalanya yang memakai helm untuk menunduk, memandang Ron.

"Apa kami—er—harus bergabung dengan kalian untuk bisa menyeberang?" Perwira hitam itu mengangguk.

Ron menoleh kepada ketiga temannya. "Ini perlu pemikiran...," katanya.

"Kurasa kita harus mengambil tempat tiga bidak hitam..."Harry, (Y/n) dan Hermione tetap diam, mengawasi Ron berpikir.

Akhirnya Ron berkata, "Jangan tersinggung, ya, tapi kalian berdua tak begitu ahli main catur..."

"Kami tidak tersinggung," kata Harry cepat-cepat. "Katakan saja apa yang harus kami lakukan."

"Nah, Harry kau mengambil tempat menteri itu, dan Hermione, kau di sebelahnya, di tempat benteng itu."

"Kau sendiri bagaimana?"

"Aku akan jadi perwira," kata Ron.

"Lalu aku?" tanya (Y/n).

"Kau tunggu saja disitu, (Y/n). Biar kami bertiga yang mengurusnya." jawab Ron.

Bidak-bidak catur itu rupanya mendengarkan, karena begitu Ron berkata demikian, perwira, menteri, dan benteng berbalik memunggungi bidak-bidak putih dan berjalan turun dari papan catur, meninggalkan tiga petak kosong yang segera ditempati Ron, Harry, dan Hermione.

"Putih selalu melangkah duluan dalam permainan catur," kata Ron, menyipitkan mata memandang ke seberang. "Ya...lihat..."

Satu pion putih melangkah maju dua petak. Ron mulai mengarahkan bidak-bidak hitam. Mereka bergerak diam mengikuti perintahnya. Lutut Harry gemetar. Bagaimana kalau mereka kalah?

"Harry, bergerak diagonal empat petak ke kanan."

Pukulan pertama mereka terjadi ketika perwira hitam satunya ditawan. Si ratu putih membantingnya ke lantai dan menyeretnya ke luar papan. Si perwira tergeletak tak bergerak, dalam posisi tengkurap.

"Apa boleh buat," kata Ron, yang tampak terguncang. "Kau jadi bebas menawan si menteri itu, Hermione, ayo.

Setiap kali salah satu anggota mereka kalah, bidak-bidak putih itu tak menunjukkan belas kasihan. Segera saja sekumpulan bidak hitam lemas terpuruk di sepanjang dinding. Dua kali, Ron menyadari tepat waktu bahwa Harry dan Hermione dalam bahaya. Dia sendiri melesat ke sana kemari di papan, menawan bidak putih hampir sebanyak bidak hitam
yang kalah.

"Kita hampir sampai," mendadak Ron bergumam. "Biar aku berpikir, biar aku berpikir..."

Si ratu putih menolehkan wajahnya yang kosong ke arahnya.

"Ya...," kata Ron pelan, "ini satu-satunya cara... aku harus ditawan."

"TIDAK!" Harry, (Y/n) dan Hermione memekik.

The Daughter of A Villain Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang