Chapter 15

896 144 8
                                    

~~~ Happy Reading ~~~

Dan nyanyian pun membahana:

"Hogwarts, Hogwarts, Hoggy Warty Howgwarts,
Ajarilah kami sesuatu,
Biar kami tua dan botak
Atau muda dan masih lugu,
Kepala kami kosong melompong
Masih perlu banyak diisi,
Dengan Hal-hal menarik dan berguna,
Agar kami jadi orang yang berarti,
Ingatkanlah kembali hal-hal yang telah kami lupakan,
Dan ajarilah kami segala yang perlu kami ketahui,
Bimbinglah kami sebaik-baiknya,
Kami akan belajar sepenuh hati."

Masih-masing mengakhiri lagu ini pada saat yang berlainan. Akhirnya hanya tinggal si kembar Weasly yang menyanyikannya dengan gaya mars pemakaman yang amat lambat.
Dumbledore bertindak sebagai dirigen, memimpin baris-baris terakhir nyanyian mereka
dengan tongkatnya, dan ketika mereka selesai bernyanyi, Dumbledore adalah salah satu dari
mereka yang bertepuk tangan paling keras.

"Ah, musik," katanya seraya menyeka matanya. "Lebih magis dari segala yang kita pelajari di sini! Dan sekarang, waktunya tidur! Berangkat!"

Murid-murid kelas satu Gryffindor mengikuti Percy menembus kerumunan yang ramai mengobrol, meninggalkan Aula Besar dan menaiki tangga pualam. Kaki Harry terasa berat seperti timah lagi, tapi kali ini karena dia lelah sekali dan kekenyangan. Dia sudah sangat
mengantuk sehingga tidak memperhatikan orang-orang dalam lukisan yang tergantung di
sepanjang koridor berbisik-bisik dan menunjuk-nunjuk saat mereka lewat, atau bahwa Percy membawa mereka melewati pintu yang tersembunyi di balik panel sorong dan permadani
hiasan dinding.

Mereka menaiki lebih banyak tangga lagi, menguap dan menyeret kaki-kaki mereka, dan Harry baru bertanya-tanya dalam hati berapa jauh lagi yang harus mereka tempuh, ketika mendadak mereka berhenti. Seikat tongkat melayang-layang di depan mereka dan ketika Percy melangkah maju, tongkat-tongkat itu melayang membenturnya.

"Peeves," Percy berbisik kepada anak-anak kelas satu. "Hantu jail."

Dia mengeraskan suaranya. "Peeves!Perlihatkan dirimu."

Terdengar bunyi keras tidak sopan, seperti udara yang dikeluarkan dari balon.

"Kau ingin kupanggilkan Baron Berdarah?"

Terdengar bunyi pop dan sesosok laki-laki kecil, dengan mata nakal berwarna kelam dan mulut lebar, muncul, melayang bersila di udara, memegangi tongkat-tongkat tadi.

"Oooooooh!" katanya sambil tertawa nakal. "Kelas satu! Asyik!"

Mendadak dia menyambar ke arah mereka. Anak-anak menunduk.

"Enyah kau, Peeves. Kalau tidak si Baron akan dengar tentang semua ini. Betul!" bentak Percy.

Peeves menjulurkan lidah dan menghilang, menjatuhkan tongkat-tongkat itu ke kepala
Neville. Mereka mendengarnya
meluncur pergi, menyenggol baju-baju zirah sampai berkelontangan.

Sedangkan di tempat (Y/n), dia dan seluruh anak kelas satu di asrama Slytherin mengikuti sang prefek. Sang prefek menjelaskan seluruh aturan di asrama Slytherin. Ketika sudah sampai, masing-masing dari mereka masuk ke dalam kamar asrama bersama dengan teman asrama mereka.

Tapi (Y/n) berbeda, dia malah di khususkan. Katanya ini permintaan dari Salazar Slytherin. Kakek leluhurnya meminta prefek Slytherin untuk memberikan kamar asrama yang hanya di tempati (Y/n) seorang saja. (Y/n) sendiri hanya dapat menghela nafasnya. Dia sendiri tak dapat menentang perkataan dari kakek leluhurnya.

Kembali lagi di tempat Harry Potter berada.

"Kalian harus berhati-hati terhadap Peeves," kata Percy, ketika mereka melanjutkan perjalanan lagi. "Si Baron Berdarah-lah satu-satunya yang bisa mengontrolnya. Dia bahkan tak mau mendengarkan kami, para Prefek. Nah, kita sampai."

Di ujung koridor tergantung lukisan wanita amat gemuk memakai gaun merah jambu.

"Kata kunci?" katanya.

"Caput Draconis," jawab Percy dan lukisan itu mengayun ke depan.

Ternyata di dinding di belakangnya ada lubang. Mereka semua masuk melewati lubang itu, Neville perlu
didorong dan tiba-tiba sudah berada di ruang rekreasi Gryffindor, ruangan bundar nyaman penuh sofa empuk.
Percy menyuruh anak-anak perempuan melewati satu pintu menuju ke kamar tidur mereka, dan anak laki-laki lewat pintu yang lain. Di puncak tangga melingkar, jelas mereka berada di salah satu menara. Akhirnya mereka menemukan tempat tidur mereka.

Lima tempat tidur besar dengan kelambu beludru merah tua. Koper-koper mereka sudah dibawa
naik. Sudah terlalu lelah untuk mengobrol mereka memakai piyama dan langsung rebah di tempat tidur.

"Makanannya enak sekali, ya?" gumam Ron kepada Harry dari balik kelambu. "Minggir, Scabbers. Dia menggerogoti sepraiku."

Harry mau bertanya kepada Ron kalau-kalau dia tadi makan kue tar karamel, tetapi keburu tertidur. Harry berharap kalau (Y/n) akan baik-baik saja di Slytherin, karena dia melihat orang-orang di sana tidaklah menyenangkan. Dirinya tak ingin kalau sikap sahabatnya itu berubah menjadi negatif setelah bergabung dengan Slytherin.

Mungkin Harry makan agak terlalu banyak, karena dia bermimpi aneh sekali. Dia memakai turban Profesor Quirrell, yang terus berbicara kepadanya, menyuruhnya segera
pindah ke Slytherin, karena sudah takdirnya begitu. Harry berkata kepada si turban, dia tidak
mau pindah ke Slytherin. Turban itu makin lama menjadi makin berat. Dicobanya menariknya, tetapi si turban melilitnya semakin ketat sampai kepalanya sakit dan ada Malfoy, menertawakannya sementara dia berkutat dengan si turban.

Kemudian Malfoy berubah
menjadi si guru berhidung bengkok, Snape, yang tawanya melengking dan dingin. Ada sebuah cahaya hijau muncul dan dari cahaya itu muncul suara yang sangat ia kenali.

"Harry, ayo bangun!"

Harry terbangun, berkeringat dan gemetar. Dia membalikkan tubuh dan langsung tertidur lagi, dan ketika terbangun keesokan paginya, dia sama sekali tak ingat lagi mimpinya.

~~~ Bersambung ~~~

The Daughter of A Villain Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang