Chapter 10

991 168 5
                                    

~~~ Happy Reading ~~~

"Di rumah asrama manapun aku nanti, kuharap tidak serumah dengan dia," kata Ron.

Dilemparkannya kembali tongkatnya ke dalam kopernya. "Tongkat bego—dikasih George, pasti dia tahu tidak manjur."

"Di asrama mana kakak-kakakmu?" tanya Harry.

"Gryffindor." Aura tidak pede menyelimuti wajahnya lagi. "Ibu dan ayahku juga di situ. Aku tak tahu apa yang akan dikatakan mereka kalau aku tidak bisa masuk situ. Kurasa
Ravenclaw tidak terlalu buruk, tetapi bayangkan kalau mereka menempatkan aku di Slytherin."

"Vol-maksudku, Kau-Tahu-Siapa dulu di asrama itu?"

"Yeah," kata Ron.

Dia terenyak kembali di tempat duduknya, kelihatan tertekan.

"Eh, Ron, ujung kumis Scabbers warnanya lebih muda, ya," kata Harry yang berusaha mengalihkan pikiran Ron dari asrama-asrama. "Apa yang
dilakukan kedua kakakmu yang sudah meninggalkan Hogwarts?"

(Y/n) menepuk pelan pundak Ron dan memasang senyuman lebarnya. ''Jangan patah semangat, Ron. Aku tahu kamu bisa melakukannya!"

Ron sedikit tersenyum dan merasa moodnya kembali setelah (Y/n) memberikan dorongan penyemangat kepadanya. Harry bertanya-tanya dalam hati, apa yang dilakukan seorang penyihir setelah sekolahnya selesai.

"Charlie di Rumania mempelajari tentang naga dan Bill di Afrika melakukan sesuatu untuk Gringotts." mood Ron kembali seperti semula dan dia membahas suatu berita yang lumayan panas. "Apa kamu sudah dengar tentang Gringotts? Beritanya ramai di Daily Prophet, tetapi kurasa Muggle tidak membaca koran itu. Ada yang mencoba merampok ruangan besi yang pengamanannya sangat ketat."

Harry terbelalak. "Benarkah? Apa yang terjadi pada mereka?"

"Tidak ada, itulah sebabnya ini jadi berita besar. Mereka tidak tertangkap. Ayahku bilang pastilah penyihir hitam yang hebat kalau dia bisa lolos dari Gringotts, tetapi katanya mereka tidak mengambil apa-apa. Itu yang aneh. Tentu saja semua orang jadi takut kalau hal semacam ini terjadi, siapa tahu Kau-Tahu-Siapa berada di
belakang semua itu."

Harry mencerna berita ini dalam benaknya. Dia mulai dirasuki rasa takut setiap kali Kau-Tahu-Siapa disebut-sebut. Dia menduga ini bagian dari memasuki dunia sihir, tetapi lebih nyaman bisa
mengucapkan "Voldemort" tanpa perlu cemas.

(Y/n) juga khawatir kalau semua ini ada kaitannya dengan sang ayah. Dia hanya ingin memiliki keluarga yang harmonis. Sudah cukup dia kehilangan sosok ibunya, dia tidak mau kehilangan sosok ayahnya lagi.

"Siapa tim Quidditch favorit kalian?" tanya Ron.

"Er—aku tak kenal tim Quidditch mana pun." Harry mengaku.

"Apa!" Ron tercengang. "Oh, tunggu saja, ini permainan paling hebat sedunia...."

Langsung saja Ron nyerocos menjelaskan tentang empat bola dan posisi tujuh pemainnya, menceritakan pertandingan-pertandingan besar yang pernah ditontonnya bersama
kakak-kakaknya dan sapu terbang yang ingin dibelinya jika dia punya cukup uang.

Dia juga menerangkan aturan-aturan mainnya ketika pintu kompartemen mereka tergeser terbuka lagi.
Tetapi kali ini yang datang bukanlah Neville yang kehilangan katak ataupun Hermione Granger. Tetapi ada 3 anak laki-laki masuk dan Harry langsung mengenali yang di tengah.

Si anak laki-laki pucat yang ada di toko jubah Madam Malkin. Dia memandang Harry dengan lebih
berminat daripada waktu di Diagon Alley.

"Apa rumor itu benar? Di seluruh gerbong anak-anak mengatakan Harry Potter ada di kompartemen ini." dia menatap ke arah Harry
"Jadi, rupanya kau, ya?"

"Ya," kata Harry.

Dia memandang dua anak lainnya. Mereka besar dan kelihatannya
sadis sekali. Berdiri di kanan-kiri anak pucat itu, mereka kelihatan seperti pengawal.

"Oh, ini Crabbe dan ini Goyle," kata si pucat sambil lalu, ketika melihat siapa yang
dipandang Harry.

"Dan namaku Malfoy, Draco Malfoy."

Ron terbatuk, yang mungkin dilakukannya untuk menyamarkan kikikan. Draco Malfoy
memandangnya.

"Kau pikir namaku lucu, ya? Aku tak perlu tanya siapa kau. Ayahku bilang semua Weasley berambut merah, punya bintik-bintik di pipi, dan punya lebih banyak anak daripada yang sanggup mereka tanggung."
Dia kembali memandang Harry. "Kau akan segera tahu beberapa keluarga penyihir jauh lebih baik daripada yang lain, Potter. Jangan sampai berteman dengan orang yang salah. Aku bisa membantumu dalam hal
ini."

Dia mengulurkan tangan untuk menjabat tangan Harry, tetapi Harry tidak menerimanya.

"Kurasa aku bisa menentukan sendiri mana orang yang salah, terima kasih," katanya Harry dengan nada bicara yang dingin.

Wajah Draco Malfoy tidak berubah merah, tetapi rona merah jambu muncul di pipinya yang pucat.

~~~ Bersambung ~~~

The Daughter of A Villain Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang