Chapter 36

376 58 0
                                    

~~~ Happy Reading ~~~

Tinggi di angkasa, Snape berputar di atas sapunya, tepat ketika kelebatan warna merah meluncur melewatinya, hanya beberapa senti darinya. Detik berikutnya, Harry sudah menghentikan tukikannya, kedua lengannya terangkat penuh kemenangan, Snitch tergenggam di tangannya. Penonton meledak riuh-rendah. Sungguh ini rekor, tak seorang pun ingat Snitch pernah
berhasil ditangkap secepat ini.

(Y/n) menepuk tangannya. Dia senang karena Harry memenangkan pertandingan ini.

"Ron! Ron! Di mana kau? Pertandingan sudah selesai! Harry menang! Kita menang! Gryffindor memimpin!" teriak
Hermione, melonjak-lonjak kegirangan di tempat duduknya dan memeluk Parvati Patil yang duduk di depannya.

Harry melompat turun dari sapunya, tiga puluh senti dari tanah. Dia tak mempercayainya. Dia telah berhasil, permainan telah usai, padahal baru berlangsung tak lebih dari lima menit.
Ketika anak-anak Gryffindor membanjir masuk lapangan, Harry melihat Snape
mendarat di dekatnya, wajahnya pucat, bibirnya tegang. Kemudian Harry merasakan sentuhan tangan di bahunya, ia mendongak dan memandang wajah Dumbledore yang tersenyum.

"Bagus sekali," kata Dumbledore pelan, sehingga hanya Harry yang bisa
mendengarnya.

"Senang melihatmu tidak terus memikirkan cermin itu... kau menyibukkan diri... luar biasa...." Snape meludah dengan getir ke tanah.

Harry meninggalkan kamar ganti sendirian beberapa waktu kemudian, untuk mengembalikan Nimbus Dua Ribu-nya ke dalam ruang penyimpanan sapu. Belum pernah dia merasa seriang ini. Dia benar-benar telah melakukan sesuatu yang bisa dibanggakan sekarang dan tak seorang pun bisa mengatakan lagi dia cuma sekadar nama terkenal. Udara malam belum pernah seharum ini. Dia melangkah di atas rumput lembap, mengenang
kembali kejadian satu jam terakhir ini. Kilasan yang membahagiakan, anak-anak Gryffindor berlarian mendekat untuk mengangkatnya ke atas bahu mereka.

Ron dan Hermione di kejauhan, melonjak-lonjak kegirangan. Ron bersorak walaupun hidungnya berdarah.
Harry telah tiba di kamar sapu. Dia bersandar di pintu kayu dan mendongak menatap Hogwarts, dengan jendela-jendelanya yang berkilau merah tertimpa cahaya matahari terbenam. Gryffindor memimpin.

Dia telah berhasil, dia telah membuktikan kepada Snape dan ngomong-ngomong tentang Snape.
Sesosok tubuh berkerudung menuruni undakan depan kastil dengan cepat. Jelas tak ingin dilihat orang, dia berjalan secepat mungkin menuju ke Hutan Terlarang. Kemenangan memudar dari benak Harry saat dia mengawasi sosok itu.

Dia mengenali gaya jalannya. Snape, sembunyi-sembunyi ke dalam Hutan ketika yang lain sedang makan malam, apa yang sedang terjadi sebetulnya?
Harry kembali melompat ke atas Nimbus Dua Ribu dan terbang. Melayang diam-diam di atas kastil, dia melihat Snape berlari memasuki Hutan. Dia membuntuti.

Pepohonan begitu lebat sehingga dia tidak bisa melihat ke mana Snape. Harry terbang berputar-putar, makin lama makin rendah, menyentuh ranting-ranting atas pepohonan, sampai dia mendengar suara-suara. Dia meluncur ke arah suara-suara itu dan mendarat tanpa bunyi di pohon beech besar di dekatnya. Hati-hati dia merambat di salah satu dahan, memegang sapunya erat-erat, mencoba
mengintip melalui celah-celah dedaunan.

Di bawah, di tempat terbuka yang teduh, Snape berdiri, tetapi dia tidak sendirian.
Quirrell juga ada di sana. Harry tidak bisa melihat ekspresi wajahnya dengan jelas, tetapi dia tergagap lebih parah daripada biasanya. Harry berusaha keras menangkap apa yang mereka bicarakan.

"... tid-tidak tahu kenapa kau m-m-mau b-bertemu di sini, Severus..."

"Oh, kupikir kita harus merahasiakan ini," kata Snape, suaranya dingin.

"Murid-murid kan tidak boleh tahu tentang Batu Bertuah." Harry membungkuk ke depan.

Quirrell menggumamkan sesuatu. Snape menyelanya. "Apa kau sudah menemukan cara bagaimana bisa melewati binatang piaraan Hagrid itu?"

"T-t-tapi, Severus, aku..."

"Kau tak ingin aku jadi musuhmu, kan, Quirrell," kata Snape, maju ke depan satu langkah.

"A-aku t-tak tahu apa..."

"Kau tahu persis apa maksudku." Seekor burung hantu menjerit keras dan Harry nyaris terjatuh dari pohon. Dia berhasil menenangkan diri dan sempat mendengar Snape berkata,

"... hokuspokus kecilmu, aku menunggu."

"T-tapi aku t-t-tidak..."

"Baiklah," Snape menukas. "Kita akan mengobrol lagi lain waktu, kalau kau sudah sempat memikirkan hal ini dan memutuskan mau setia kepada siapa."

Snape menyampirkan jubahnya ke atas kepalanya dan melangkah meninggalkan tempat terbuka itu. Hari sudah hampir gelap sekarang, tetapi Harry bisa melihat Quirrell, berdiri diam, seakan membatu.

"Harry, dari mana saja kau?" seru Hermione nyaring.

"Kita menang! Kau menang!" teriak Ron, seraya menepuk punggung Harry. "Dan kupukul mata Malfoy sampai biru dan
Neville mencoba menghadapi Crabbe dan Goyle sendirian! Dia masih
pingsan, tetapi Madam Pomfrey bilang dia akan sembuh. Tahu rasa Slytherin! Semua menunggumu di ruang rekreasi, kita akan pesta. Fred dan George mencuri kue dan makanan lain dari dapur."

"Itu nanti saja," kata Harry tersengal. "Ayo, kita cari ruang kosong dan panggil (Y/n), tunggu sampai kalian mendengar ini...."

Hermione pergi ke perpustakaan dan menarik (Y/n) untuk ikut dengannya. Harry memastikan Peeves tidak ada di dalam sebelum menutup pintu di belakang mereka, baru dia menceritakan kepada ketiga temannya apa yang telah dilihat dan didengarnya.

"Jadi kita benar, rupanya itu Batu Bertuah, dan Snape berusaha memaksa Quirrell membantunya mencurinya. Dia bertanya kalau-kalau Quirrell tahu cara melewati Fluffy dan dia juga bilang soal 'hokuspokus' Quirrell. Kurasa ada yang lain yang melindungi batu, selain Fluffy. Mungkin berbagai jimat dan jampi-jampi, dan Quirrell pastilah telah memberikan
mantra-mantra Anti-Sihir Hitam yang harus ditembus Snape..."

"Jadi, maksudmu batu itu aman hanya jika Quirrell masih bertahan menentang Snape?" tanya Hermione cemas.

(Y/n) juga merasa cemas kalau sampai Baru Berrtuah sampai jatuh ke tangan yang salah.

~~~ Bersambung ~~~

The Daughter of A Villain Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang