Chapter 34

396 52 2
                                    

~~~ Happy Reading ~~~

Dumbledore telah meyakinkan Harry dan (Y/n) agar tidak mencari-cari Cermin Tarsah lagi dan selama sisa liburan Natal, Jubah gaib tetap terlipat di dasar koper Harry. Harry ingin sekali segera melupakan apa yang pernah di lihatnya di cermin. tetapi tidak bisa. Dia mulai mendapat mimpi buruk. Berkali-kali dia bermimpi tentang orang tuanya yang menghilang dalam kilatan cahaya hijau sementara terdengar tawa tinggi melengking.

"Lihat, kan, Dumbledore benar. Cermin itu bisa membuatmu gila," kata Ron, ketika Harry bercerita tentang mimpi buruknya.

Hermione, yang kembali sehari sebelum semester baru dimulai, punya pandangan lain tentang kejadian itu. Dia setengahnya merasa ngeri membayangkan Harry meninggalkan
kamar, berkeliaran di sekolah selama tiga malam berturut-turut ("Bagaimana kalau Filch menangkapmu!") dan setengahnya merasa kecewa karena dia tidak berhasil menemukan siapa Nicolas Flamel. Mereka sudah nyaris kehilangan harapan menemukan Flamel dalam buku
perpustakaan, meskipun Harry masih yakin dia pernah membaca nama itu entah di mana.

Begitu semester baru mulai, mereka kembali membuka-buka buku selama sepuluh menit dalam waktu istirahat mereka. Waktu Harry bahkan lebih sedikit dari kedua temannya, karena
masa latihan Quidditch sudah mulai lagi. Wood melatih timnya lebih keras dari sebelumnya. Bahkan hujan yang turun terus menggantikan salju tidak mematahkan semangatnya. Si kembar Weasley mengeluh Wood telah menjadi fanatik, tetapi Harry memihak Wood. Jika mereka memenangkan pertandingan berikutnya, melawan Hufflepuff, mereka akan menyusul Slytherin dalam Kejuaraan Antar-Asrama untuk pertama kalinya dalam tujuh tahun.

Lepas dari keinginan untuk menang,
Harry menyadari bahwa mimpi buruknya berkurang jika dia kelelahan sehabis berlatih. Kemudian, dalam satu sesi latihan di bawah hujan deras dan berlumpur, Wood menyampaikan kabar buruk kepada timnya. Dia baru saja marah besar kepada si kembar Weasley yang tak henti-hentinya saling serang dan berpura-pura terpeleset dari sapu mereka.

"Kalian bisa tidak sih berhenti main-main!" teriaknya.

"Tindakan seperti itulah yang akan membuat kita kalah dalam pertandingan! Snape akan jadi wasit kali ini dan dia akan mencari-cari segala alasan untuk mengurangi angka
Gryffindor!"

George Weasley benar-benar jatuh dari sapunya mendengar ini.

"Snape jadi wasit?" katanya dengan mulut penuh lumpur.

"Kapan dia pernah jadi wasit pertandingan Quidditch? Dia pasti tidak akan bersikap adil jika ada kemungkinan kita menyusul Slytherin." Anggota tim lain mendarat di sisi George
untuk ikut mengeluh.

"Bukan salahku," kata Wood. "Yang jelas kita harus menjamin bahwa kita bermain
bersih, sehingga Snape tak akan punya alasan untuk menyalahkan kita."

Boleh saja begitu, pikir Harry, tetapi dia punya alasan lain tidak menginginkan Snape berada di dekatnya selagi dia bermain Quidditch. Anggota tim yang lain masih tinggal mengobrol seperti biasanya seusai latihan, tetapi Harry langsung kembali ke ruang rekreasi Gryffindor. Ron dan Hermione sedang bermain catur di situ. Ada juga (Y/n) yang kebetulan sedang membaca buku mantra di samping Hermione.

Catur adalah satu-satunya kegiatan yang Hermione bisa kalah, sesuatu yang
menurut Harry dan Ron sangat baik untuknya. Kalian pasti berpikir kenapa (Y/n) bisa masuk ke ruang rekreasi Gryffindor, padahal dia adalah anak dari asrama Slytherin. Jawabannya mudah saja, karena (Y/n) berbeda dengan anak-anak Slytherin yang memiliki sifat sombong. Sehingga semua orang dari luar Slytherin menyukainya.

"Jangan dulu bicara padaku," kata Ron ketika Harry duduk di sebelahnya.

"Aku perlu konsen..." Terlihat olehnya wajah Harry.

The Daughter of A Villain Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang