2. Cakrawala

5.5K 513 84
                                    

"Selamat sore, Captain."

"Ya. Selamat sore juga."

"Terimakasih untuk penerbangannya, Captain."

"Ya. Sama-sama. Terimakasih juga untuk semua kerjasama baiknya."

"Ditunggu untuk penerbangan selanjutnya, Captain."

"Ya. Besok sore, kita sudah harus siap dengan penerbangan jarak jauh lagi."

"Selamat beristirahat. Dan terimakasih untuk perjalanan udara yang selalu menyenangkan, Captain."

"Ya. Dan tetap mohon bantuannya untuk penerbangan selanjutnya. Mari bekerjasama dengan baik seperti biasanya."

"Siap, Captain!"

Dengan senyum bahagia, aku segera undur diri setelah selesai berpamitan bersama semua awak pesawat yang menyertaiku selama penerbangan di udara.

Ya. Perjalanan udara yang selalu berhasil membuatku merasakan banyak sekali hal berbeda ketika sedang melakukannya. Sebab walau tempatnya sama, perjalanannya berulang kali ke sana, atau bertemu dengan orang-orang yang seperti pernah kutemui sebelumnya, tapi adrenalin dan perasaannya pasti tak akan pernah serupa.

Ada hal yang tak bisa kujelaskan dengan kata-kata ketika kedua tanganku sedang bergerak menerbangkan pesawat di udara. Melayang di langit dan melewati setiap gumpalan awan serta mengarungi samudera di atasnya. Semua istimewa. Juga jadi hal menyenangkan yang akan selalu sangat kusuka.

Tapi satu yang tak bisa kulupa. Bahwa di dalam setiap tugas terbang yang kupunya, tanggungjawab besar selalu kubawa serta. Bahwa aku harus bisa berusaha sangat keras dan disiplin untuk mengantarkan para penumpang dengan aman dan selamat sampai tempat tujuan mereka.

Yang walau resiko yang kuemban memang selalu sangat besar di setiap perjalanannya, tapi aku menikmatinya. Sebab aku juga selalu percaya, bahwa Allah akan menjaga dan melindungi setiap hamba-Nya yang beriman di mana saja sedang berada.

Menelusuri setiap ruang di dalam pesawat yang baru saja selesai kuterbangkan, mata elangku justru terpaku pada sebuah buku yang tergeletak sendirian.

Meraihnya, pandangan mataku langsung tertuju pada huruf A besar yang ada di bagian sampulnya.

Menelitinya, sepertinya, ini adalah buku catatan pribadi jika dilihat dari bagaimana coretan tinta dan rangkaian kata yang ada di dalamnya.

Jadi segera menolehkan kepalaku ke kanan dan ke kiri, aku ingin mencari tahu siapa pemilik buku yang sedang kugenggam saat ini.

"Ini buku milik siapa?"

Pramugara dan pramugari yang masih sibuk merapikan pesawat segera menolehkan kepalanya padaku.

"Maaf, Captain. Tidak tahu."

"Bukan milik kalian?"

"Bukan, Captain." Jawab mereka serentak disertai dengan sebuah gelengan.

"Apa milik penumpang?" gumamku sendirian. Sampai akhirnya aku memutuskan untuk mengeratkan buku yang kutemukan dalam sebuah genggaman.

"Baiklah. Kalau begitu, buku ini akan saya bawa dan saya simpan. Jadi kalau ada seseorang yang merasa kehilangan, kalian bisa langsung mencari buku ini pada saya."

"Baik, Captain."

Kembali melangkahkan kedua kakiku, senyum segera terbit di wajahku. Saat akhirnya bisa menghirup udara segar di negara kelahiranku.

Merenggangkan kedua tanganku, rasanya sudah sangat tak sabar ingin segera bertemu dan berkumpul kembali dengan orang-orang tercintaku.

Jadi setelah berhasil mengambil koper dan semua barang bawaanku, aku segera meraih ponselku, untuk menghubungi seseorang yang pasti sudah selalu menunggu kepulanganku.

Jatuh Cinta Di Udara ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang