📚 Alya
"Mamas ih. Jorok."
"Apa si, Dek? Orang lagi enak kok diteriakin kaya begitu?"
"Ya Mamas ngapain lap tangan pakai bajunya Adek? Jorok banget ih. Pakai tisu dong."
"Kan yang paling deket, Adek. Jadi sekalian lah."
"Mamas!"
Aku sungguhan geregetan sekali dengan Mas Agam yang masih saja nekat menggunakan ujung lengan bajuku untuk membersihkan tangannya.
"Kalau Mamas masih tetep nakal kaya gitu, Adek gigit ya tangannya."
"Coba aja kalau berani."
Aku langsung menunjukan senyum jahilku. Lengkap dengan tanduk tak kasat mata yang pasti sudah keluar di atas kepalaku.
Jadi saat Mas Agam sudah kembali jahil mengotori lengan bajuku, pergelangan tangan kekar dan berurat milik Mas Agam langsung kuhadiahi dengan gigitan sadis dari gigi-gigiku.
"AW! Aduh! Adek! Lepasin! Kok ya malah berubah jadi kaya Grandong gigit-gigit kaya gini."
Aku cengengesan dan langsung menjulurkan lidahku. Tak peduli dengan Mas Agam yang sedang merintih kesakitan karena gigitan bengisku.
"Salah siapa tadi nantangin? Giliran sekarang digigit beneran, kok ngamuk?"
"Awas aja. Mas balas ya."
Belum sempat aku menghindar dan melarikan diri, tapi Mas Agam sudah langsung menggigit pipiku dengan tega sekali.
"Aduh! Sakit! Ibu! Mamas nakal sama Adek!"
"Rasain. Biar impas."
"Bapak! Mamas nakal! Pipinya Adek habis digigit!"
Aku mengusap-usap bagian pipiku. Tapi Mas Agam justru sudah tertawa bahagia sekali karena berhasil menghindari lemparan bantal dariku.
"Pipi empuk emang nggak boleh dianggurin!"
"Awas aja! Besok Adek tembak."
"Halah. Angkat senapannya aja nggak kuat!"
Aku langsung bersungut-sungut. "Bapak! Ibu! Mamas nakal sama Adek!"
"Astaghfirullah. Ini anak dua, kalau lagi jauhan suka pada kangen. Tapi kalau lagi kumpul kok ya ada aja yang bisa diributin," kata Ibu yang kini sudah ikut mengusap-usap bagian pipiku.
"Mamas gigitnya beneran, Bu. Sakit. Giginya Mamas kaya nancep di pipi Adek."
"Coba. Sini. Ibu lihat."
Menangkup wajahku, Ibu malah jadi terkekeh setelah mencium pipiku. "Nggak bengkak kok pipinya. Nggak ada bekas gigi juga. Cuma bau ilernya Mamas aja."
"Ibu ih."
Aku merengek.
Tapi Bapak dan Ibu malah tertawa.
"Udah. Sana. Adek cuci muka. Atau lap aja wajahnya. Sama ganti baju. Tuh. Udah gede. Masa makan jagung bakar aja belepotan."
"Mamas duluan yang jahilin Adek."
"Iya. Habis ini, Bapak suruh Mamas yel-yel biar Adek nggak ngambek lagi."
"Yang banyak ya, Pak. Terutama, yang terpesona. Sama minta Mamas hentak-hentak kaki juga biar makin semangat."
Bapak tertawa sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Nggak Mamas. Nggak Adek. Emang sama aja. Suka sama-sama jahil dan ngeledekin terus. Kalau belum ada yang nangis, kayaknya, bakal susah buat berhenti."
KAMU SEDANG MEMBACA
Jatuh Cinta Di Udara ✔
RomanceJANGAN LUPA FOLLOW YA 😊😍 Mari kita dukung para penulis yang sudah berusaha keras mempublikasikan dan menyelesaikan setiap tulisannya dengan memberikan apresiasi pada karya serta kehadirannya 😊 ***** [COMPLETED] Memang benar ya, jatuh cinta itu bi...