23. Perkenalan

2.5K 292 84
                                    

✈ Ardiaz

Waktu pagi telah tiba. Dan kini aku sudah sampai di kediaman besar kedua orangtua Alya.

Keluar dari mobilku, senyum bahagia jelas langsung terbit di wajahku, saat kini kedua kakiku sudah mulai melangkah untuk mendekati Bapak yang telah menungguku.

Sambutan teramat hangat yang sungguhan sangat berhasil untuk menghangatkan hatiku. Saat melihat bagaimana Bapak sudah bangkit berdiri dan menghentikan semua kegiatannya karena ingin bertemu tatap dan menjawab salam dariku.

Yang membuatku merasa, bahwa semoga, niat baikku yang ingin segera meminang Alya, benar-benar sudah diberikan izin dan restu oleh semua anggota keluarga.

Ya. Mudah-mudahan Allah senantiasa memberikan kemudahan dan jalan yang lancar untuk semua usahaku yang ingin segera mempunyai istri sebaik Alya.

Aamiin.

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam. Wah. Sudah sampai ya. Kok cepet banget?"

Segera mencium punggung tangan Bapak, aku juga jelas langsung memberikan jawabanku. "Nggih, Pak. Hari ini, Alya pasti akan sangat sibuk dengan semua jadwal dinasnya. Jadi Diaz langsung ke sini pagi-pagi."

"Iya. Tahun ajaran baru dan pendaftaran sekolah, sudah mau dimulai hari ini. Jadi Adek memang pasti akan sibuk sekali."

"Nggih, Pak."

"Kalau begitu, ayo, masuk. Kita sarapan sama-sama dulu sebelum berangkat kerja dan melaksanakan kesibukan yang lainnya. Ibu sama Adek lagi asik banget masak di dapur."

Informasi begitu manis yang membuat senyum bahagia terlihat makin cerah di wajahku. Sampai akhirnya berubah jadi kekehan karena Mas Agam yang menolak uluran tangan dariku, dan malah melemparkan sapu yang sejak tadi ia genggam ke arahku.

"Nggak usah senyum-senyum genit kaya gitu. Kutinju mukamu, baru tahu rasa ya kamu."

Bapak tertawa. Dan langsung menepuk-nepuk bahu tegap Mas Agam yang sudah tegas sekali mendelikan kedua matanya.

"Jangan galak-galak gitu dong, Mas. Nanti adiknya makin takut lho."

"Masih calon, Pak. Jadi memang harus sering ditatar. Biar nggak berani macam-macam."

Aduh.

Sambutan dan peringatan yang memang sangat menakutkan. Tapi tetap saja membuat hatiku jadi diliputi banyak sekali kesenangan.

Karena setelah bertemu dan berinteraksi dengan para Mamas kesayangan Alya. Aku jadi tahu dan menyadari bagaimana sifat dan karakter mereka. Terutama, dari bagaimana Mas Agam yang memang begitu ketat dalam memberikan penjagaannya bagi Alya.

Jadi ya. Tak apa. Aku tetap bahagia. Sebab aku sadar dan tahu betul bahwa sikap tegas dari Mas Agam adalah supaya aku benar-benar bisa untuk menjaga adik kesayangannya.

Memang seorang kakak yang penyayang sekali. Meski delikan tajam dari Mas Agam padaku juga belum mau untuk berhenti.

"Sapu dulu itu. Baru kamu boleh masuk buat ketemu sama Adek."

"Nggak usah, Mas. Ayo. Masuk aja. Biar nanti Bapak dan Agam yang selesaikan."

"Jangan nanti-nanti, Pak. Pekerjaan itu nggak boleh ditunda-tunda. Kalau memang bisa sekarang, ya sekarang. Nggak usah baik banget buat kasih kelonggaran sama dia."

"Tapi tugas nyapu di rumah bukan kewajibannya Diaz, Agam."

"Kata Bapak, dia mau jadi adikku. Jadi ya harusnya dia juga mau dong berlatih tentang gimana Adek waktu di rumah."

Jatuh Cinta Di Udara ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang