✈ Ardiaz
Menatapi dua perempuan cantik teramat berarti dalam hidupku, yang saat ini sedang berceloteh dengan begitu riang di sisi kursi kemudiku, pagi hari ini sungguhan jadi terasa cerah sekali untukku. Seperti senyum bahagia yang kini sudah terukir semakin sempurna di wajahku.
Karena ini memang pemandangan teramat manis yang akan selalu sangat kusuka. Di mana dua kesayangan Ardiaz bisa saling bercerita dan tertawa bersama.
Manis sekali.
"Duh. Sekarang, ada yang maunya deket-deket dan nempel-nempel terus nih sama Tante Alya."
"Bukan Tante Alya lagi, Papa. Tapi Ibun. Ibunnya Shilla."
Aku langsung mengeluarkan kekehanku.
"Iya. Ibun. Ibun kesayangannya Papa."
"Kesayangan Shilla juga, Papa."
"Tapi Ibun paling disayang sama Papa. Banyak banget. Soalnya Ibun kesayangannya Papa."
"Kesayangannya Shilla!"
Astaga. Bahkan Arshilla jadi berani meninggikan suaranya saking geregetan karena ledekan yang kuutarakan padanya.
Memang dasar Arshilla anaknya Ibun.
"Kok Shilla jadi marah-marah si sama Papa?"
"Shilla bukan marah-marah sama Papa."
"Terus kenapa Shilla jadi kelihatan sebel kaya gitu sama Papa? Hm?"
"Habisnya, Papa ledekin Shilla terus si dari tadi."
Aku terdiam.
Karena ingin mendengar lanjutan kalimat sungutan yang akan Arshilla katakan.
"Jadi tadi, Shilla bilang, kalau Ibun kesayangannya Shilla juga. Soalnya Shilla lagi ingetin Papa. Biar Papa nggak lupa. Kalau Ibun juga kesayangannya Shilla."
"Iya deh. Iya. Ibun kesayangannya Papa dan Shilla."
"Nah gitu dong, Pa. Baru betul. Ibun kesayangannya Kakung. Uti. Pakdhe Andri. Pakdhe Agam. Budhe Anggun. Mas Arkan. Sama Eyang juga."
"Iya. Ibun kesayangan semuanya."
"Iya. Jadi Papa nggak boleh ledek-ledek Shilla lagi ya."
"Kapan Papa pernah ledek-ledek Shilla?"
"Sering. Itu. Barusan. Papa juga lagi ledek-ledek Shilla. Iya, kan? Ayo. Cepet ngaku. Papa nggak boleh usil ya sama Shilla."
"Emang Papa ledek-ledek gimana?"
"Ya itu tadi. Pakai ngeledekin kalau Shilla maunya deket-deket dan nempel-nempel terus sama Ibun."
"Ya kan memang begitu kenyataannya. Iya, kan?"
"Ya iya si."
Jawaban begitu pasrah dari Arshilla, membuatku jadi kembali tertawa.
"Kalau iya, terus kenapa Shilla mau protes sama Papa?"
"Bukan protes, Papa. Tapi Shilla bilang kaya tadi, soalnya Shilla tahu, kalau Papa juga lagi mau ngeledekin Shilla. Nggak boleh gitu ya, Pa. Nanti Shilla bilangin sama Eyang lho. Sama Pakdhe Agam juga. Papa mau?"
"Ya habisnya Papa gemes si. Sekarang, Shilla peluk-peluk Ibun terus. Deket-deket sama Ibun terus. Nempel-nempel sama Ibun terus. Pangku sama Ibun terus. Gandengan tangan sama Ibun terus."
"Ya memang kenapa?"
"Ya kan Papa iri. Pengin juga bisa kaya gitu."
Alya tertawa. Tapi Arshilla justru langsung memperdengarkan cibirannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jatuh Cinta Di Udara ✔
RomanceJANGAN LUPA FOLLOW YA 😊😍 Mari kita dukung para penulis yang sudah berusaha keras mempublikasikan dan menyelesaikan setiap tulisannya dengan memberikan apresiasi pada karya serta kehadirannya 😊 ***** [COMPLETED] Memang benar ya, jatuh cinta itu bi...