2.OBSESI

44 4 0
                                    

Hai semua ... Bantu vote dan tinggalkan komentar kalian ya, terimakasih.☺️

Happy reading 💕


Sepulang dari kampus, Barbie mengajak Renata untuk membeli beberapa peralatan menggambar miliknya yang sudah habis. Barbie mengekspresikan segala sesuatu yang dia rasakan pada sebuah gambar atau lukisan. Dan semua itu tentu hanya Barbie yang paham makna dari gambar atau lukisannya yang menurut Renata penuh misteri, karena setiap kali ia menanyakan langsung pada si pemilik gambar, Barbie hanya tersenyum tanpa menjelaskan apapun. Renata sendiri tidak pernah memaksa Barbie untuk bercerita jika bukan dia yang menginginkannya sendiri.

Setelah tiba di toko yang menjadi tempat langganannya, Barbie membeli semua yang ia butuhkan. Mereka segera mencari apa saja yang akan dibeli, lalu beberapa menit kemudian menuju kasir untuk membayar.

Baik Renata dan Barbie selalu pada tujuan awal, mereka memiliki kesamaan dalam hal belanja. Yaitu sama-sama tidak suka berlama-lama disana hanya karena bingung harus memilih barang satu dengan barang yang lain. Bagi mereka, yang paling penting adalah fungsinya. Kini Barbie dan Renata melanjutkan perjalanan mereka menuju rumah. Lebih tepatnya perjalanan menuju rumah Barbie.

Kedua orang tua Renata tinggal di Bali karena tugas dinas disana. Renata lebih memilih tinggal dengan kakaknya dan sebulan sekali ia mengunjungi papa mamanya bersama sang kakak.

"Tumben sepi sekali rumah ini jam segini, emang mama kamu masih di toko?" tanya Renata setelah ia dan Barbie tiba di rumah.

"Sepertinya, iya. Kamu kayak nggak tahu mama aja sih, Ren. Toko roti itu adalah salah satu dreams mama aku sejak dulu, tentu saja mama lebih betah lama-lama tinggal di toko daripada di rumah sendiri," terang Barbie sambil berjalan menuju dapur untuk mengambil air minum.

Renata hanya mengangguk sambil tersenyum tipis. Sebenarnya bukan kali pertama bagi Renata untuk datang ke rumah Barbie, hampir setiap hari ia menghabiskan waktu sepulang kuliah di rumah Barbie. Tak ayal, kedekatan Renata dengan keluarga Barbie pun terjalin hangat.

"Nih, minum dulu," ucap Barbie sambil menyodorkan segelas air putih dingin kepada Renata yang sejak tadi duduk di sofa ruang tengah keluarga.

Perbincangan keduanya berlanjut di dalam kamar Barbie yang ada di lantai atas. Mereka sudah lelah sekali dan merasa ingin beristirahat sejenak sebelum keduanya menyusul sang pemilik rumah ke toko roti.

Ditempat berbeda, Catherine sedang merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Ia menghela napas panjang karena merasa lelah setelah berjam-jam menghabiskan waktunya di Mall bersama Diska dan Amora. Saat hendak bangun dari tempat tidurnya, Catherine mendapati sang mama sudah berdiri tepat di depan pintu kamar.

"Dari mana saja kamu seharian ini? Kenapa tidak menjawab telepon dari mama, apa kamu sengaja?" Tanya wanita paruh baya yang masih terlihat modis dari segi penampilannya.

Namun Catherine tidak menjawab, dia justru sibuk melepaskan aksesoris yang melekat pada tubuhnya di depan meja rias. Wanita paruh baya itu merasa geram karena tidak mendapatkan jawaban, ia pun berjalan menghampiri Catherine dan berdiri tepat dibelakang Cartherine sambil melipatkan kedua tangannya di atas dada.

"Catherine! Mama Tanya kamu barusan, kamu dengar tidak?!" Tanya wanita itu lagi dengan nada yang terdengar kesal.

Catherine kembali menghela napas, lalu memalingkan tubuhnya ke belakang. "Apa sih, Ma? Bisa nggak sih, sekali saja Mama nggak usah tahu apa yang Catherine lakukan. Aku itu butuh privasi," jawab Catherine tidak bersemangat.

"Oh ... jadi kamu sudah berani lawan Mama, begitu! Ingat ya, Catherine, sebentar lagi akan ada pemotretan buat iklan majalah sampul. Dan Mama minta kamu harus benar-benar fokus. Jangan sampai kamu mengecewakan Mama. Semua ...."

"Stop, Ma! STOP! Sudah berapa kali Mama bicara hal ini sama Catherine, hampir tiap hari dan tiap jam Mama selalu bicara hal yang sama. Aku udah capek dan bosan mendengar itu terus. Please, bisa nggak Mama ganti topik lain," keluh Catherine pada sang Mama.

Mendengar kata-kata yang dilontarkan Catherine padanya, Veronica justru semakin kesal sehingga spontan mendaratkan tangannya tepat di pipi kanan Catherine. Suara cukup keras terdengar di seisi kamar.

"Bisa-bisanya kamu bicara seperti itu sama Mama. Kamu seharusnya senang karena Mama sudah membuat kamu menjadi seperti ini. Harusnya kamu berterima kasih sama Mama karena selalu support kamu menjadi salah satu model yang paling bersinar. Ini impian kamu dan harusnya kamu pun bisa menjaga itu! Dasar anak nggak tahu terima kasih!" hardik Veronica setelah menampar putri semata wayangnya beberapa detik lalu.

Catherine seolah sudah kebal dengan perilaku sang mama, ia hanya tersenyum sinis.

"Kalau sudah puas, lebih baik Mama keluar dari kamar Catherine. Aku mau istirahat, dan satu lagi, aku juga gak akan capek mau ingatkan lagi sama Mama, kalau sejak awal yang menginginkan untuk menjadi model bukan Catherine, melainkan Mama sendiri. Itu obsesi Mama sejak dulu, apa yang Catherine lakukan sekarang, semua itu demi mewujudkan obsesi Mama." Pungkas Catherine lalu pergi meninggalkan sang mama yang masih berdiri mematung di dalam kamar.

Tidak tahu harus kemana, Catherine segera mengemudikan mobil dan melaju dengan cepat meninggalkan rumah. Setiap kali ia bertemu dengan sang mama, sudah bisa dipastikan akan terjadi yang namanya pertengkaran antara anak dan ibu. Dan selalu saja Catherine pergi meninggalkan rumah untuk menenangkan diri. Tidak ada yang tahu kemana Catherine pergi, bahkan tidak ada yang akan mencarinya ketika dalam kondisi seperti ini. Veronica sendiri lebih memilih menenangkan diri dengan berkumpul dengan rekan sesama bisnisnya. Membiarkan hubungan ibu dan anak yang seharusnya terjalin hangat menjadi hambar bahkan tidak karuan.

"Fucking Shit!" ucap Catherine meluapkan emosi sembari memukul setir mobilnya berulang kali cukup keras. Dia benar-benar marah, kesal, bahkan kecewa atas apa yang terjadi pada dirinya. Selama ini tidak ada yang tahu bagaimana kehidupan seorang Catherine sesungguhnya. Seperti apa keluarga yang dinilai banyak orang harmonis dengan segala kesibukan yang ada pada seisi rumah.

Masih dengan perasaan bercampur aduk, Catherine kembali melaju menembus kepadatan kota.

***


Matahari mulai berganti warna, Barbie dan Renata terbangun dari tidurnya. Mereka melirik ke arah jam yang terpatri tepat di atas pintu kamar. Jarum jam menunjukkan tepat pukul tiga sore. Mereka menyandarkan tubuh sejenak mengumpulkan kesadaran sampai akhirnya memutuskan untuk bergantian mandi.

"Nggak kerasa baju aku disini lebih banyak ketimbang yang ada di rumah," gumam Renata setelah keluar dari kamar mandi yang hendak mengambil baju ganti miliknya di lemari Barbie.

"Hem... baru nyadar ternyata," sahut Barbie yang masih bergulat dengan guling.

"Maklumin aja ya, Bie. Kan aku emang banyak menghabiskan waktu disini sama kamu," ucap renata sambil terkekeh.

Bukan tanpa alasan mengapa baju Renata ada di lemari Barbie, sudah pasti karena bentuk tubuh mereka jauh berbeda. Tidaklah mungkin seorang Renata yang terbiasa mengenakan pakaian dengan size S atau M, tiba-tiba harus memakai pakaian Barbie dengan size XL. Bisa dibayangkan baju Barbie akan menjadi selimut Renata.

"Udah cepetan bangun, nanti mama kamu nunggu, loh!" seru Renata meminta Barbie agar segera bangun dari tempat tidur.

Mereka berdua harus ke toko roti untuk membantu mama Barbie menutup tokonya. Hal yang menjadi rutinitas keduanya saat sore hari.

No Tears Left To Cry (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang