Sinar matahari pagi yang berwarna keemasan menyeruak masuk ke kamar melalui celah tirai, membuat Barbie menyadari bahwa hari sudah pagi. Dia bangun dari tempat tidur setelah beberapa kali menggosok-gosok mata dengan tangan agar pandangannya mulai kembali terang, kemudian melirik ke arah jarum jam yang ada di atas meja sebelah tempat tidur. Tepat pukul 07.00 pagi, saatnya ia harus bangkit dan menuju kamar mandi. Pagi ini dia ada kuliah manajemen pemasaran yang diberikan oleh salah satu dosen favoritnya.
Di dalam kamar mandi, seperti biasa Barbie mendendangkan lagu-lagu yang sudah sebulan lalu dinyanyikan setiap hari. Tingkat kebosanan seorang Barbie tergolong unlimited. Butuh waktu lumayan lama untuk berganti sesuatu yang menyenangkan.
Dibawah, Riyanti tengah sibuk menyiapkan sarapan. Stevano, papa Barbie sudah bersiap di meja makan sambil membaca koran hariannya.
"Barbie belum siap juga, Ma?" tanya Stevan pada istrinya yang baru saja menaruh sepiring ayam goreng lengkuas kesukaan keluarga mereka di atas meja makan.
"Sepertinya belum, semalam Mama lihat dia nonton film kartun terbaru sampai tengah malam, Pa. Pasti tadi dia bangun kesiangan," jawab Riyanti menjelaskan.
"Anak itu masih aja nggak berubah. Sudah 21 tahun tontonan dia film anak-anak," ucap Stevano masih fokus dengan koran ditangannya.
Dua menit kemudian, terdengar suara kaki menuruni anak tangga. Rupanya Barbie sudah bersiap untuk bergabung bersama papa dan mamanya di meja makan.
"Pagi Ma ... pagi Pa ...." sapa Barbie dengan senyuman lebar kepada kedua orang tuanya.
"Pagi juga, Bie ...." Sahut keduanya bersamaan.
"Kamu semalam tidur jam berapa, Bie?" tanya Riyanti kemudian setelah putri semata wayangnya itu duduk.
"Jam 23.30, Ma. Kenapa?" jawab Barbie dengan santai sembari mengambil roti dan mengoleskan selai cokelat di atasnya.
Mendengar jawaban Barbie, baik Riyanti dan Stevano hanya saling memandang dan menggelengkan kepalanya. Mereka tahu betul jika sang putri selalu begadang jika melihat film kesukaannya. Padahal sudah seringkali mereka menasehati Barbie agar tidak tidur larut malam, tapi Barbie tetap saja melakukan itu.
Percakapan mereka selesai dan berlanjut pada sarapan bersama.
Beberapa menit kemudian, Stevano pamit untuk segera berangkat ke kantor. Barbie sendiri masih menunggu Renata menjemputnya. Sudah sebulan ini Barbie berangkat dengan Renata karena sepedanya masuk bengkel dan belum juga selesai. Jika berangkat dengan sang papa, itu terlalu pagi.
"Papa berangkat dulu ya, Bie. Kamu nanti hati-hati kalau berangkat sama Renata. Ingat! Jangan ngebut dijalan." Begitu kalimat yang diucapkan Stevano, papa Barbie setiap hari sebelum berangkat kerja.
Seperti yang dikatakan banyak orang, jika cinta pertama sang putri adalah ayahnya. Meskipun Stevano tidak bisa mengekspresikan perasaannya secara terang-terangan, tapi Stevano memiliki bahasa kasih untuk Barbie dengan caranya sendiri.
Barbie mengacungkan jempol sebagai bentuk persetujuan atas apa yang dikatakan sang papa padanya. Mulutnya masih asyik menikmati ayam goreng lengkuas buatan sang mama yang diwariskan dari neneknya.
"Bie, itu Renata sudah di luar," ucap Riyanti setelah mengantar suaminya ke depan.
"Oke, Ma. Suruh tunggu sebentar. Nanggung nih, tinggal sedikit aja," jawab Barbie yang sebisa mungkin menghabiskan ayam goreng di piring.
"Hem ... lanjutkan, Bie. Masih banyak juga," sahut Renata dari luar.
Barbie hanya cengar-cengir mendengar ucapan sahabatnya. Dia tahu betul jika ucapan Renata adalah ucapan sindiran, tapi tidak dihiraukannya.
***
Setelah satu jam perjalanan dari rumah, Barbie dan Renata tiba di kampus. Mereka segera menuju ruangan tempat mereka ada kelas hari ini. Masih ada dua puluh menit lagi kelas dimulai, Renata mengajak Barbie ke toilet untuk merapikan pakaian juga rambut mereka.
Ketika di toilet, Renata dan Barbie mulai merapikan rambutnya.
"Pinjam jepit dong," ucap Barbie ketika mendapati ikat rambutnya putus.
"Ambil aja di tas make up," jawab Renata yang masih sibuk menyisir rambutnya.
Setelah mendapat persetujuan dari Renata, Barbie segera mengambil tas makeup milk Renata yang ada di dalam tas.
Saat mencari jepit yang dimaksud, Barbie tidak sengaja memegang satu benda yang dianggapnya aneh. Dia penasaran dan mengambilnya, menenteng dengan tatapan penasaran. Benda itu sebuah kalung liontin perak yang terlihat menarik mata."Ren, kalung kamu bagus banget ... Kok nggak pernah kamu pakai?" tanya Barbie yang masih terpukau dengan liontin ditangannya.
"Kalung? Kalung apaan?" Renata bingung. Lalu ia berbalik dan sekejap mengambil kalung liontin itu dari tangan Barbie.
"Eh! Kok main ambil saja, sih! Aku kan masih mau lihat ...." ucap Barbie protes.
Namun Renata hanya membisu, dia tidak berkata apa-apa sepersekian detik. Dia hanya tersenyum tipis kepada Barbie. Membuat Barbie bingung karena tidak mengerti dengan apa yang dilakukan sahabatnya itu.
"Kelas, yuk! Nanti telat!" Ajak Renata setelah itu.
"Tapi Ren ... Aku penasaran sama kalung kamu tadi," ucap Barbie kembali membahas kalung milik Renata.
"Sudahlah, tidak usah bahas kalung itu lagi. Itu cuma benda yang harusnya sudah aku buang sejak lama. Cuma belum sempat aja," jelas Renata singkat.
Barbie pun mengangguk setuju, ia merasa jika Renata tidak nyaman saat dirinya membahas lebih jauh tentang liontin itu.
Setibanya di kelas, mereka berdua mengambil tempat duduk yang masih kosong karena sebagian sudah di tempati yang lain.
Catherine beserta dua selirnya, Diska dan Amora tengah sibuk merias wajah mereka. Sementara anak-anak yang lain ada yang sibuk main sosial media dan ada juga yang asik bergosip ria. Membahas bermacam-macam topik. Mulai dari serial drama Korea, brand makeup terbaru, mahasiswa keren, atau salah satu artis Indonesia yang sedang mendapat skandal. Semua dibahas secara detail dan serius. Tapi tidak dengan Barbie juga Renata. Mereka berdua justru asyik mendengarkan musik dari handphone Renata lewat headset.
Tidak lama kemudian, dosen pun datang. Kelas dimulai selama dua jam secara kondusif. Semua mendengarkan materi yang di terangkan Pak Anwar tentang management pemasaran.
Setelah dua jam, akhirnya materi yang diberikan Pak Anwar selesai. Semua mahasiswa meninggalkan ruangan. Barbie dan Renata menuju perpustakaan untuk meminjam buku sebagai salah satu referensi tugas yang diberikan Pak Anwar sebelum mengakhiri sesi materinya.
"Ren, Zefan nanti sore ke toko lagi nggak, ya?" tanya Barbie dengan volume kecil.
"Enggak tahu," jawab Renata datar.
Barbie memanyunkan bibirnya, dia tidak puas dengan jawaban Renata. Tapi Barbie sadar jika pertanyaan yang dilontarkannya pada Renata salah sasaran.
"Kenapa sih dia ilfill banget tiap dengar nama Zefan? Heran!" gumam Barbie sendiri.
Tapi sayangnya, Renata tetap bisa mendengar ucapan sahabatnya itu. Dan dengan spontan Renata memukul pelan kening Barbie lalu meninggalkannya begitu saja tanpa berkata sepatah katapun. Hal itu membuat Barbie terkaget-kaget.
KAMU SEDANG MEMBACA
No Tears Left To Cry (SELESAI)
RomanceBarbie Graciella Wibowo selalu hidup dalam zona nyamannya. Dia juga selalu insecrue dan khawatir akan hidupnya yang dianggap sebagai sebuah kesalahan. Beberapa kali ia berusaha untuk hidup atas kehendaknya, namun apa yang menurut kita baik belum ten...