30.KUCING DAN TIKUS

4 2 0
                                    

Setelah mengakhiri telepon, Arga segera menjemput Tania di apartemen. Rona bahagia tidak dapat disembunyikan dari wajahnya. Sejak berangkat, Arga selalu saja tersenyum sendiri. Sang kakak, Rebecca yang menyadari jika adiknya itu memang tengah berbahagia hanya bisa ikut tersenyum lega. Rebecca sendiri percaya jika Tania dapat membuat Arga bahagia, begitu pula dengan sebaliknya.

"Arga, hari ini kamu mau ajak Tania kemana?" tanya Rebecca di meja makan saat mengetahui Arga turun dari tangga.

"Ih, kepo sekali sih kakak aku ini!" seru Arga menggoda sang kakak sambil tersenyum.

"Bukannya kepo, tapi sekedar mengingatkan. Tania itu gadis baik-baik, jika kamu berani mempermainkan dia seperti gadis-gadis yang tidak jelas lainnya, kakak akan membuat kamu menyesal." hardik Rebecca serius.

"Waw! Kejam sekali. Sepertinya Tania sudah menggantikan aku jadi adikmu," kata Arga sembari mengambil sepotong roti dan mengecup kening Rebecca lalu pergi.

Rebecca menggelengkan kepalanya melihat tingkah dan ucapan adik semata wayangnya itu.

Arga berlalu meninggalkan rumah, menyusuri jalan menuju apartemen Tania. Di sepanjang perjalanan Arga tak henti-hentinya bersiul dan bernyanyi seolah menggambarkan isi hatinya yang tengah berbunga-bunga. Kacamata hitam dan tatanan rambut maskulin yang menjadi kebanggaannya tidak pernah gagal untuk membuat dirinya terlihat begitu menawan. Setidaknya itu yang ia rasakan dengan penuh kepercayaan tinggi.

Tania sendiri masih sibuk merias diri di depan cermin. Mengenakan dress berwarna peach dan memulas bibirnya dengan lipstik berwarna nude membuat dirinya terlihat natural seperti biasanya. Tania masih tidak percaya jika dirinya dan Arga kini telah menjadi sepasang kekasih. Dirinya juga tidak percaya bahwa sosok Arga yang telah membuat hatinya kembali mencinta setelah sekian lama. Masa lalu percintaan yang begitu menyakitkan telah usai, Tania yakin jika  keputusan yang diambil sekarang akan membawanya pada hubungan yang serius. Bersama Arga, dirinya melabuhkan semua harapan yang dulu pernah mati. Meskipun Tania tidak tahu akan seperti apa nanti hubungan mereka, setidaknya Tania sudah mencoba untuk kembali membuka hati, merajut kembali impian indah yang selalu ingin ia realisasikan.

Setelah beberapa menit sibuk dengan pikirannya, Tania tersadar setelah mendapati telepon dari Arga yang mengatakan jika dirinya sudah menunggu di bawah. Segera Tania bergegas meninggalkan kamar dan turun untuk bertemu dengan Arga.

"Hai," sapa Tania saat berdiri tepat di depan Arga.

"Hai, sayang." balas Arga dengan percaya diri.

Tania tersenyum malu, sementara Arga hanya cengar-cengir saja. Sejujurnya keduanya masih merasa canggung dengan status baru mereka. Seperti biasa, Arga segera membukakan pintu mobil untuk kekasihnya itu. Tania segera masuk ke dalam dan memasang belt pada tubuhnya.
Arga pun segera duduk di kursi kemudi lalu menancapkan gas untuk pergi ke salah satu tempat yang sudah dia pesan untuk sarapan bersama.

Lima menit keduanya hanya terdiam membisu. Tidak ada obrolan yang berarti. Hal itu membuat keduanya merasa serba salah, mereka sendiri tidak tahu mengapa bisa seperti itu. Padahal biasanya setelah di dalam mobil keduanya bisa membicarakan banyak hal. Namun setelah memutuskan pacaran, rasanya menjadi orang asing kembali. Tak ingin hal itu berlangsung lebih lama lagi, Arga membuka obrolan meskipun dia sendiri tidak tahu apakah itu penting atau tidak bagi mereka.

"Eh, kamu hari ini datang ke butik telat nggak masalah kan?" tanya Arga basa-basi. Pertanyaan konyol yang terlontar dari mulutnya.

"Iya, nggak apa-apa. Aku sudah bilang sama Ningsih dan Fara untuk handle sementara butik." jawab Tania santai.

"Bagus lah kalau begitu," ucap Arga.

"Kok bagus? Apanya yang bagus?" tanya Tania penasaran.

"Ya bagus aja, setidaknya kita bisa lebih lama berdua," jawab Arga mulai kembali berlaga menggoda Tania.

"Dasar ...." sahut Tania tersenyum.

Arga pun ikut tersenyum. Suasana kini sudah mencair seperti biasanya. Mereka membicarakan beberapa hal yang membuat keduanya tidak lagi merasa canggung.

Perjalanan dua puluh menit, akhirnya Tania dan Arga tiba di salah satu cafe shop untuk minum kopi dan sarapan bersama. Sebenarnya itu bukanlah tempat yang ingin dituju, namun karena permintaan Tania akhirnya Arga terpaksa membatalkan acara sarapan di restoran yang sudah dia pesan sebelumnya. Padahal Arga sudah menyiapkan segalanya disana, merogoh kocek yang tidak sedikit pula untuk booking satu restoran. Tania tidak tahu jika Arga sudah reservasi tempat, jika saja dia tahu mungkin dirinya tidak akan meminta Arga untuk mengajaknya sarapan di cafe shop yang beberapa waktu lalu ingin ia kunjungi.

Meskipun begitu, Arga sendiri tidak memperdulikan hal lain kecuali kebahagian Tania. Bagi dirinya, Tania adalah sebuah permata yang ingin selalu ia jaga sebaik mungkin. Mengenai hal-hal kecil seperti itu baginya tidak masalah. Terlebih masalah uang. Arga berpikiran jika uang bisa dia cari, tapi Tania bukanlah gadis yang bisa dia cari lagi. Arga bahkan rela mengorbankan segalanya demi Tania, semua itu dilakukannya karena ia tidak ingin kehilangan Tania.

"Kamu pernah kesini?" tanya Arga pada Tania setelah mereka duduk di salah satu kursi cafe shop.

"Belum, ini kali pertama aku kesini," jawab Tania.

Suasana disana ramai meskipun di pagi hari, menurut berita cafe shop itu selalu ramai tidak pernah sepi karena makanannya unik dan enak. Untuk itu Tania penasaran ingin mencicipi makanan disana namun tidak memiliki waktu. Sekarang saat Arga mengajaknya sarapan dan kebetulan sekali melewati tempat itu, akhirnya Tania meminta Arga untuk mengajaknya sarapan disana.

Tidak lama kemudian, pelayanan cafe mengantarkan makanan dan minuman yang mereka pesan. Seperti yang dibicarakan orang-orang jika makanan disana unik dan enak. Tania terpukau dengan nasi goreng yang di taruh di dalam nanas dengan berbagai macam topping sea food. Belum lagi jus yang di taruh di dalam gelas karakter lucu. Tania berulang kali mengabadikan pemandangan di meja makan dari layar handphone miliknya. Arga hanya tersenyum bahagia melihat kekasihnya itu bahagia dengan hal kecil.

"Sudah, ayo kita makan." ajak Arga meminta Tania untuk segera menghentikan aksinya memfoto makanannya.

Tania tersenyum malu, dia menyadari jika ia bertingkah seperti anak kecil ketika melihat sesuatu yang lucu dan menggemaskan. Meskipun begitu Arga tidak merasa risih, justru ia semakin menggilai sosok Tania yang memiliki banyak sekali kejutan.

"Apa kamu tidak malu aku ajak makan disini?" tanya Tania memastikan jika Arga nyaman.

"Tentu tidak sama sekali, asalkan sama kamu semua bagiku terasa nyaman dan baik-baik saja." jawab Arga meyakinkan.

"Terimakasih, Arga." ucap Tania seraya tersenyum lega.

"Sama-sama, Sayang." balas Arga yang membuat Tania tersenyum malu.

"Kenapa? Apa ada yang salah?" tanya Arga penasaran dengan senyuman Tania ketika ia memanggil dengan panggilan sayang.

"Nggak ada yang salah, aku cuma ngerasa masih nggak percaya aja kalau sekarang kita pacaran. Rasanya baru kemarin kita bertemu, lalu berteman dan setelah itu berpacaran." terang Tania.

"Aku pun begitu, aku sendiri masih tidak percaya jika kamu mau menerima aku. Tapi aku rasa ... memang tidak akan ada gadis yang bisa menolak ketampanan seorang Arga. Bukan begitu?" ucap Arga dengan percaya diri.

Tania mencubit lengan Arga pelan. Lalu keduanya tertawa.

No Tears Left To Cry (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang