Rebecca tersenyum bahagia, bagaimanapun Arga membuat masalah dan selalu menyusahkan dirinya, tetap saja ia tidak bisa marah sama sekali pada Arga. Rebecca hanya mampu mengomel karena menunjukkan rasa sayangnya pada Arga, dan Arga tahu akan hal itu.
"Baiklah, ayo kita pulang." Ajak Rebecca setelahnya.
"Kenapa harus pulang? Sebaiknya kita pergi ke tempat Tania," ucap Arga yang membuat Rebecca membulatkan mata ke arah Arga.
"Kenapa?" tanya Arga yang tidak mengerti dengan ekspresi kakaknya.
Dengan menghela napas dalam-dalam, Rebecca pun mengatakan jika dirinya ingin pulang untuk saat ini. Dan tentunya Arga pun harus ikut dengannya untuk pulang ke rumah.
"Tidak ... ayolah ... jangan bilang kau sedang menghukum ku!" seru Arga yang mulai mengerti maksud dari sang kakak.
Rebecca hanya tersenyum mendengar ucapan adiknya.
"SHIT! Yang benar saja. Aku bukan anak kecil lagi Rebecca ... tidak seharusnya kau menghukum ku seperti ini." Protes Arga.
Namun Rebecca tidak menghiraukan kicauan Arga dan justru mulai memasang earphone di telinganya, lalu memutar musik. Arga tidak dapat membantah. Dirinya memang kesal karena sang kakak memperlakukannya seperti anak kecil, tapi ia menyadari jika bukan karena kakaknya mungkin dirinya kini masih meringkuk di dalam bersama para satpam menyebalkan tadi.
Akhirnya Arga mulai menyalakan mobil kemudian melaju meninggalkan parkiran rumah sakit.
Sepanjang perjalanan Arga hanya memanyunkan bibirnya. Sedangkan Rebecca sedari tadi tengah sibuk menelepon sekretarisnya untuk membicarakan beberapa hal. Melihat kakaknya telah mendapatkan masalah dengan salah satu client yang tidak terima karena jadwal meeting mereka di undur, mereka akhirnya membatalkan kerja sama dengan kakaknya. Dan itu semua tentu karena Rebecca memilih untuk menemuinya.
Arga merasa sangat bersalah atas apa yang dia lakukan kepada kakaknya. Terlihat jelas wajah sedih Rebecca.
Mobil pun berhenti tiba-tiba karena Arga telah menepikan mobilnya. Rebecca bingung mendapati Arga yang mematikan mesin mobilnya.
"Ada apa? Kenapa berhenti? Apa kamu ingin pergi dan menemui Tania?" tanya Rebecca tanpa jeda.
Tanpa basa-basi, Arga pun memeluk kakaknya. Membuat Rebecca tersentak kaget dengan ulah adiknya.
"Kak, maafkan aku!" ucap Arga menyesal.
Rebecca tersenyum, dia pun membalas pelukan Arga.
"Maaf untuk apa, jika untuk yang tadi sudahlah. Aku sudah memaafkan mu. Jangan terlalu berlebihan, Bro!" balas Rebecca yang mengomentari sikap adiknya.
"Bukan. Maaf karena aku, kamu gagal mendapatkan proyek. Aku benar-benar minta maaf, Kak." Arga mengutarakan maksudnya.
Rebecca tidak dapat menutupi rasa harunya karena ucapan sang adik.
"Hei ... sudahlah. Jangan dipikirkan, soal itu sudah resiko pekerjaan. Lagipula aku sebelumnya sudah menyadari jika mereka mungkin tidak akan terima, dan kemungkinan mereka pasti membatalkan. Tapi itu tidak jadi masalah, jangan merasa tidak enak. Kamu tahu bukan, jika yang aku miliki di dunia ini cuma kamu. Uang bisa dicari, tapi saudara sepertimu ... aku rasa tidak akan pernah ada lagi di dunia ini." Terang Rebecca yang diikuti ledekan untuk Arga."Hem ... bagus sekali! Setelah membuatku terbang tinggi karena ucap mu, seketika kau buat aku terjatuh juga karena ucapan mu."
Rebecca tertawa lepaskan, diikuti Arga setelahnya. Kedua kakak beradik itu ini lagi-lagi saling berpelukan.
"Oke, sekarang ayo kita pulang. Jangan berharap meski kamu telah membuatku terharu aku akan membiarkanmu pergi begitu saja," hardik Rebecca pada Arga.
"Tidak ... tidak, aku mendengarkan mu. Ayo kita pulang. Aku juga lelah ingin tidur." Sahut Arga.
Kini keduanya kembali melanjutkan perjalanan ke rumah.
***
Ditempat yang berbeda, Tania dan Marco kini sedang berada di apartemen Xaviera. Karena kondisi Marco yang tidak dapat ditebak dan dengan alasan Marco merindukan Xaviera. Untuk itu beberapa hari belakangan Marco tinggal di apartemen Xaviera. Lagipula Xaviera belum juga pulang dari luar negeri untuk melakukan pemotretan dengan majalah ternama di Jepang.
"Apa kamu yakin tidak ingin mengatakan pada Xaviera tentang kondisi kamu, Marco?" tanya Tania seraya mengulurkan segelas air putih pada Marco.
"Entahlah, aku sendiri bingung. Disisi lain aku ingin sekali memberi tahu keadaanku pada Xaviera. Tapi disisi lain juga, aku tidak ingin Xaviera sedih dan kepikiran. Kamu juga tahu dia tidak bisa sedikit saja melihatku sakit. Jika dia tahu penyakit yang aku derita sekarang. Aku tidak tahu lagi apa yang akan terjadi padanya,"
Tania menepuk pundak Marco sebagai bentuk dukungan. Ia tahu betul bagaimana perasaan Marco saat ini. Mungkin saja jika itu terjadi padanya, ia juga tidak akan bisa tenang. Tania merasa sekarang memang bukanlah waktu yang tepat untuk Marco ataupun dirinya menceritakan pada Xaviera.
Xaviera sendiri saat ini sedang banyak-banyaknya mendapat job pemotretan. Dan itu semua dengan agensi-agensi terkenal yang namanya sudah mendunia. Itu semua di lakukan karena kesempatan bagi Xaviera sebelum dirinya menikah dengan Marco.
"Baiklah, lebih baik kamu pulang, Tan. Kamu juga pasti lelah bukan, seharian mengantarku ke rumah sakit. Dan sekarang kamu menemaniku di sini. Terimakasih banyak, Tan. Maaf telah merepotkan mu," ucap Marco menyesal.
"Hei ... apa yang kamu katakan. Bukankah kita adalah teman? Dan sudah sewajarnya jika kita saling membantu. Jadi, tolong. Jangan pernah merasa kamu telah menyusahkan aku. Karena aku sendiri merasa tidak keberatan atas hal itu," terang Tania pada Marco.
Marco mengangguk. Dia begitu bersyukur karena ada Tania di dalam hidupnya. Dimana perempuan itu sudah seperti saudarinya sendiri.
Tania meminta Marco untuk beristirahat, sementara ia ke dapur membuatkan bubur dan sup untuk Marco. Karena setelah pulang dari rumah sakit, mereka berdua sengaja mampir ke mini market untuk membeli beberapa sayuran dan daging untuk dimasak.
Tania membuatkan sup ayam jamur untuk Marco, serta bubur. Tentunya dua masakan itu adalah masakan yang sering sekali ia masak di apartemen. Kini Tania sudah sangat piawai sekali dalam urusan masak memasak. Meski tidak semua masakan ia kuasai dan masih harus belajar dari YouTube. Tapi rasanya tidak pernah mengecewakan.Satu jam Tania disibukkan dengan segala macam bahan makanan di dapur. Akhirnya semua makanan ready dan sudah tertata rapi di atas meja makan. Rupanya Tania bukan hanya membuat dua menu untuk dihidangkan, tapi ada empat menu yang salah satunya adalah menu penutup. Sebuah pudding buah mangga yang ia buat sendiri setelah menghaluskan di mesin blender.
Saatnya Tania membangunkan Marco yang masih berbaring di atasnya tempat tidur.
"Marco ... ayo kita makan," ajak Tania saat sudah berada di kamar Marco.
Rupanya Marco sedang sibuk melihat fotonya bersama Xaviera diberbagai momen yang kemudian diabadikan dalam sebuah album.
"Apa semuanya sudah siap?" tanya Marco seraya menutup kembali buku album itu dan menaruhnya di atas meja.
"Sudah, ayo kita makan. Aku sudah membuatnya seenak mungkin. Semoga tidak mengecewakan," ucap Tania yang sedikit tidak percaya diri dengan masakannya.
Marco tersenyum, ia beranjak dari tempat tidur dan berjalan menghampiri Tania yang masih berdiri menunggu di pintu kamar.
"Tenanglah, aku yakin rasanya pasti enak. Apalagi kamu membuatnya untuk ku dengan kasih sayang, tidak mungkin aku tidak akan makan Tania," ujar Marco yang kemudian mengacak-acak rambut Tania.
KAMU SEDANG MEMBACA
No Tears Left To Cry (SELESAI)
RomantizmBarbie Graciella Wibowo selalu hidup dalam zona nyamannya. Dia juga selalu insecrue dan khawatir akan hidupnya yang dianggap sebagai sebuah kesalahan. Beberapa kali ia berusaha untuk hidup atas kehendaknya, namun apa yang menurut kita baik belum ten...