Meringkuk dalam kenyamanan tempat tidur berukuran king size yang terasa bagaikan rahim seorang ibu, Elena mengambang diantara tidur dan bangun. Dari tempat terpisah yang jauh, otaknya berusaha menyuruhnya bangun bersiap-siap dan pergi bekerja, tapi tubuhnya tidak merespon. Anggota tubuhnya seakan sudah lumpuh dalam waktu satu malam. Bahkan kelopak matanya pun menolak untuk membuka. Dia hanya berbaring di sana, tidak menarik napas dan menghembuskan napas perlahan-lahan setengah bermimpi, terasa damai.
Cahaya membutakan berkelebat cepat ketika tirai ditarik."Apa yang ....?" batinnya.
Elena membenamkan diri mencari perlindungan, lalu buru-buru kembali ke balik selimutnya. Sambil bernapas di balik kegelapan yang hangat, dia mendesah lega. Seumur hidup Elena menikmati hubungan asmaranya dengan tempat tidur, entah itu tempat tidur tingkat masa kanak-kanaknya, atau matras single dengan pegasnya yang payah di salah satu tempat kos saat kuliah terasa seperti mematahkan punggungnya. Untungnya sekarang dia memiliki lebih banyak uang untuk membeli tempat tidur mahal. Layaknya seorang kekasih, mereka punya sisi baik dan buruk, tapi Elena memuja dan tidak pernah menyesalinya.
Sialnya saat itu itu adalah hari Jumat pagi, dan sebagai seorang designer di salah satu agensi desain grafis di west London dia harus bangun untuk pergi bekerja. Mengerang lirih Elena bermain-main dengan pikiran untuk kembali tidur selama lima menit. Matahari bersinar menembus jendela dan sebagai latar belakang didengarnya suara TV di dapur.
"Harley pasti meninggalkannya dalam keadaan menyala lagi," pikirnya merasakan gelombang kejengkelan. Hidup bersama seseorang selama 2 tahun berarti mengetahui semua kebiasaannya yang menjengkelkan. Dan salah satu kebiasaan buruk Harley adalah bangun, menyalakan TV portable di dapur lalu begitu perhatiannya teralihkan dia akan lupa pada TV yang menyala itu.
Namun tentang waktu perhatian Harley sangat pendek. Dia adalah jenis pria yang memulai sesuatu dengan niat baik tapi kemudian melenceng, berubah pikiran dan tak pernah menyelesaikannya. Misalnya mengisi bak mandi tapi tidak jadi masuk ke dalamnya, memasukkan roti ke dalam pemanggang tapi tidak pernah memakannya. Dan yang paling menjengkelkan lagi bagi Elena adalah mereka sudah bertunangan tapi tidak pernah menikah!
"Sayang, apa kau sudah bangun?" tanya seorang pria saat mengetahui Elena telah membuka kelopak matanya.
"Uh ... jam berapa sekarang?" gumam Elena sambil berkedip-kedip dengan mata mengantuk, ia berusaha memfokuskan pandangan pada sosok kelabu di depannya yang tidak lain tunangannya sendiri, Harley.
"Setelah delapan, Sayang."
"Apa! Setengah delapan?" pekiknya, tubuhnya lalu melompat terbangun karena kesal. Seharusnya dia bisa tidur damai selama 45 menit lagi tanpa harus berdialog dengan Harley. Kini Elena merasa seperti orang bingung tidak tahu harus memulai dari mana. Dengan cepat Elena menyingkirkan rambut kusutnya dari mata, lalu dia mengedip lagi. Tidak lama kemudian pandangannya menjadi fokus pada satu objek yang menarik. Dalang dari kejahatan tak bermoral ini hanya mengenakan selembar handuk dan sedang berdiri di depan pintu membawa pan cook dan segelas coklat hangat dengan sebatang lilin pesta merah muda menyala tertancap di tengah-tengahnya. Elena dapat merasakan benih-benih kejengkelan itu mengering lalu menghilang dengan sendirinya.
"Selamat ulang tahun ... selamat ulang tahun, Sayang ...." Pria itu mulai menyanyi. Suaranya bernada bariton yang sangat bagus, Harley terus mendendangkan seluruh baitnya lagi. "Selamat ulang tahun Elena sayang ... selamat ulang tahun tunangan ku yang paling cantik."
Mata Elena berkaca-kaca karena terharu, rasa kesal yang semula bersemayam di lubuk hatinya kini berganti menjadi rasa haru juga bahagia karena tunangannya memberi surprise. Elena sendiri lupa jika hari ini adalah hari ulang tahunnya, mungkin efek tidur mengakibatkan proses berpikirnya menjadi lebih lambat, tapi kini bercak-bercak keengganan yang terakhir sudah menguap dan segalanya berubah. Elena tersenyum pada Harley yang baru saja keluar dari kamar mandi, rambut pirang gelapnya masih basah, kacamata berbingkai kulit ular itu berembun dan tetesan air beraroma jambu juga jeruk mengalir di bahu lebarnya lalu turun ke celah di antara otot dadanya. Untuk seorang pria yang berusia mendekati akhir 30-an, tubuhnya masih sangat gagah. Elena selalu suka dan bangga dengan tubuh tunangannya itu.
Dalam empat ulang tahun yang pernah Elena lewatkan bersama Harley, pria itu tidak pernah sekalipun membangunkannya untuk menyanyikan selamat ulang tahun, apalagi membawakannya sarapan di tempat tidur. Harley tidak suka semua hal sentimental yang konyol seperti itu, lagipula biasanya dia terlalu sibuk dengan pekerjaannya, selalu terburu-buru pergi ke kantor dan selalu berjanji untuk menebusnya nanti dan nanti. Karena itu Elena tidak dapat lagi menyembunyikan perasaannya saat pria yang menjadi tunangannya selama dua tahun itu melakukan hal yang selama ini diinginkannya.
Pikiran Elena mulai berdengung dengan kecepatan penuh, memeriksa berbagai kemungkinan jika tunangannya itu belum sempat membelikannya hadiah, apalagi dia harus lembur untuk malam ini. Mungkin juga dia lupa memesan tempat di restoran untuk mengajaknya dinner romantis lalu mengajaknya menikah! Satu impian yang ingin segera diwujudkan seorang Elena Fairly setelah bertunangan dengan Harley Davidson dua tahun lalu.
"Tidak bolehkah seorang pria memberi ucapan selamat ulang tahun pada tunangannya tanpa perlu ada hal yang salah?" Harley menyela pikiran Elena .
"Tidak," jawab Elena menguap sambil menggelengkan kepalanya.
Ekspresi tersinggung Harley memudar menjadi angkatan bahu menyiratkan pengakuan. "Kau mengenalku terlalu baik."
Elena dapat merasakan suasana hatinya yang bagus akan segera tergencat oleh salah satu alasan Harley, dan seraya melipat lengan dia bersandar ke atas bantal, lalu berubah menjadi seorang hakim dalam balutan handuk tak berpakaian.
"Kalau begitu ayo, mengakulah!" Elena menuntut pengakuan, tapi tetap tersenyum. Well, bisa dibilang ini adalah semacam gencatan senjata balik untuk Harley disaat bermain teka teki kepadanya.
"Baiklah, sebenarnya ada sebuah kasus. Aku sudah bekerja mati-matian menanganinya selama ini, dan besok akan diadili di pengadilan." Terang Harley mengaku.
"Jadi ... kita tidak bisa keluar malam ini? Bukan begitu, Harley?" tanya Elena memastikan bahwa tak akan ada makan malam romantis dan ajakan untuk menikah di malam ulang tahunnya. Dengan perasaan kecewa Elena berusaha memaklumi pekerjaan tunangannya itu. Sudah tidak terhitung banyaknya rencana yang harus dibatalkan karena komitmen pekerjaan Harley. Kalau bukan pesta minum-minum untuk menyambut klien asing, ya makan malam perusahaan, atau rapat setelah kerja, dan alasan teggat waktu yang mendesak. Semua itu menjadi dasar batalnya semua acara yang membuat Elana muak.
"Sebagai salah satu pengacara terbaik di London, Harley selalu dibuat sibuk. Sesaat Harley mendesah, " Sori, Sayang ... hanya saja aku sudah bekerja keras untuk kasus ini dan ... well ... aku tahu ini bukan alasan, tapi aku belum sempat membelikan mu kado." Imbuh dia lagi sambil melepas kacamatanya,
KAMU SEDANG MEMBACA
No Tears Left To Cry (SELESAI)
RomanceBarbie Graciella Wibowo selalu hidup dalam zona nyamannya. Dia juga selalu insecrue dan khawatir akan hidupnya yang dianggap sebagai sebuah kesalahan. Beberapa kali ia berusaha untuk hidup atas kehendaknya, namun apa yang menurut kita baik belum ten...