Semalaman Barbie benar tidak bisa tidur. Ia sama sekali tidak bisa membayangkan bagaimana nanti di kampus bertemu dengan Renata ditengah persoalan diantara mereka berdua. Kalau saja dirinya bisa memilih untuk pindah kampus, mungkin itu sudah dilakukannya. Sayangnya ia masih bergantung pada kedua orangtuanya.
Pagi ini, Barbie harus kembali kuliah. Riyanti sendiri sudah berulangkali memanggilnya untuk sarapan bersama di bawah. Namun, tubuhnya merasa berat sekali untuk beranjak dari kamar. Stevano dan Riyanti sempat khawatir jika Barbie tidak masuk kuliah lagi. Maka Riyanti putuskan untuk mendatangi langsung Barbie di kamarnya.
"Bie... Sudah siap belum? Ayo sarapan sama-sama. Papa sudah nungguin di bawah," panggil Riyanti saat di depan pintu kamar Barbie.
Barbie tentu saja mendengar panggilan mamanya. Dengan berat hati, ia pun segera membuka pintu.
"Iya, Ma." Jawabnya datar.
Riyanti tahu betul bahwa ekspresi putri nya itu tidak bersemangat. Karena itulah Riyanti sekali lagi mengingatkan Barbie agar fokus pada kuliahnya.
"Mama tahu semua ini nggak mudah buat kamu. Tapi Mama yakin kamu bisa, semangat!" ucap Riyanti memberikan semangat.
Barbie hanya tersenyum tipis. Dia tidak benar-benar yakin bahwa apa yang dikatakan mamanya akan berhasil.
Kini, di ruang makan semua berkumpul untuk menikmati makanan yang sudah tersaji. Melihat Barbie kembali masuk kuliah, Stevano merasa lega.
"Nanti kalau pulang kuliah, kamu naik ojek online saja. Biar Mama yang pesankan, oke?" kata Riyanti setelah semua selesai sarapan.
"Iya, Ma. Nanti Barbie kabari kalau sudah selesai kuliah," jawab Barbie menanggapi ucapan sang mama yang tahu jika ia tidak akan pulang bersama Renata seperti biasa.
Lima menit kemudian Stevano dan Barbie bersiap untuk pergi bersama. Riyanti sendiri sudah bersiap untuk ke toko juga.
Dalam perjalanan menuju kampus, Barbie hanya diam seribu bahasa. Menyandarkan kepalanya di dekat kaca pintu mobil dengan tatapan lesu tidak bersemangat. Tidak seperti biasanya dimana ketika ia bersama sang papa, Barbie selalu membuat banyak topik pembicaraan yang kadang membuat Stevano kelabakan untuk menanggapi. Kali ini justru kediaman Barbie membuat Stevano juga merasa kehilangan keceriaan sang putri.
"Kalau sudah setuju maju sebaiknya maju terus, Bie. Jangan setengah-setengah," celetuk Stevano sembari fokus mengemudi.
"Maksudnya, Pa? Barbie nggak paham," tanyanya.
"Maksudnya, hadapi saja masalah kamu. Kalau bisa dibicarakan, bicarakanlah. Jangan lari dari masalah," terang Stevano.
Barbie hanya termenung menatap jalanan sambil memainkan jemarinya. Sementara Stevano tidak lagi melanjutkan ucapannya karena tidak ingin menganggu suasana hati Barbie yang belum juga membaik.
Di dalam ruangan Renata hanya diam. Semua orang tahu jika Renata sedih karena Barbie tak kunjung masuk kuliah, tapi mereka tidak tahu jika alasan Barbie tidak masuk selama beberapa hari karena ada masalah dengan Renata. Renata sendiri selalu saja mengatakan jika Barbie tengah tidak enak badan dan butuh istirahat di rumah. Sebisa mungkin Renata mencari alasan dan menutupi hubungan persahabatan diantara mereka yang tengah tidak baik-baik saja.
Tak lama setelah itu Barbie tiba di kampus. Ia menarik napas panjang lalu menghembuskannya perlahan. Tangannya dingin seperti es, jantungnya berdegup kencang saat berjalan menyusuri koridor kampus menuju ruang kelas hari ini. Otaknya berimajinasi tentang apa yang akan dia lakukan saat bertemu dengan Renata. Apa dia harus jaga jarak? Apa dia harus pindah tempat duduk? Itu yang menjadi pikirannya selama berjalan.
***
Dari kejauhan Zefan yang sejak tadi sudah melihat kedatangan Barbie di gerbang kampus akhirnya memiliki ide untuk mendatanginya untuk mengajaknya bicara. Zefan merasa idenya itu akan berhasil membuat hubungan kedua sahabat yang tengah berjarak kembali membaik. Setidaknya Zefan sudah mencoba meski ia sendiri tidak tahu harus mengatakan apa pada Barbie.
"Bie!" Panggil Zefan dari jarak 500 meter.
Karena sibuk bergulat dengan pikirannya, Barbie tidak mendengar panggilan Zefan yang berada tepat di belakangnya.
Merasa tidak ada respon. Zefan berlari mengejar ke arah Barbie yang terus melangkahkan kakinya menuju ruangan. Zefan hanya memiliki kesempatan ini sebelum Barbie masuk kelas.
"Bie!" Panggil Zefan setelah berhasil meraih tangan Barbie.
Dan tentu saja Barbie terkejut dengan perilaku Zefan padanya. Matanya pun membulat sempurna dan tidak bisa berkata apa-apa.
"Sorry, Bie. Bukan maksud aku untuk berbuat kurang ajar sama kamu. Tadi aku panggil kamu berulang kali, namun kamu malah jalan terus." Zefan menjelaskan atas sikapnya barusan pada gadis itu karena tidak ingin Barbie salah paham.
"O-oke," jawab Barbie terbata karena canggung. Dia sudah salah paham atas apa yang dilakukan Zefan padanya beberapa detik lalu. "Ada apa?" tanya Barbie lagi setelah menyadari jika Zefan pasti ingin mengatakan sesuatu. Barbie harap itu adalah kata-kata indah yang membuatnya bisa pingsan karena bahagia.
"Iya, aku ingin bicara sama kamu berdua. Bisa?"
Jantung Barbie berdegup lebih kencang dari sebelumnya. Ia takut jika Zefan benar-benar sudah tertarik kepadanya. Jika tidak, mana mungkin Laki-laki yang tidak pernah meliriknya kini ada di depannya dan sempat meraih tangannya. Barbie sungguh kegirangan atas pikirannya sendiri. Bibirnya pun menunjukkan ekspresi bahagia itu. Sehingga Zefan sudah bisa menebak bahwa Barbie tengah salah paham atas sikapnya.
Namun Zefan tidak ingin merusak pikiran Barbie dulu karena ia ingin mengajak Barbie bicara secara nyaman agar gadis itu bisa memahami apa yang akan ia katakan.
"Kapan?" tanya Barbie dengan senyum mengembang sempurna.
"Sekarang, Bie. Bisa, kan? Mumpung dosen kamu belum datang."
Barbie pun langsung setuju dengan ajakan Zefan tanpa ragu-ragu. Kini keduanya berjalan beriringan menuju taman. Dan tanpa disadari, Amora melihat mereka berdua setelah keluar dari perpustakaan. Amora tidak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya. Karena itu ia berusaha menyusul Zefan dan Barbie dari belakang. Tapi saat hendak melangkah, Catherine dan Diska memanggilnya.
Amora ingin rasanya menceritakan apa yang baru saja dia lihat pada Catherine juga Diska saat keduanya bertanya mau kemana ia pergi. Tapi Amora lebih memilih untuk merahasiakannya terlebih dahulu sebelum ia benar-benar yakin jika apa yang dilihatnya tadi benar. Zefan dan Barbie berjalan beriringan menuju taman. Satu pemandangan yang langka dan hampir membuat matanya ingin copot. Amora penasaran dengan hubungan keduanya, ia pun berencana untuk mencari tahu hal itu.
Karena merasa taman bukan tempat yang tepat baginya untuk bicara pada Barbie, akhirnya Zefan memutuskan untuk mengajak Barbie keluar kampus sebentar. Mengingat jadwal dosen Barbie masih ada satu jam lagi. Zefan punya waktu setidaknya satu jam untuk memperbaiki hubungan Renata dan Barbie yang buruk karenanya. Lagipula, Zefan juga ingin menegaskan bahwa ia hanya menganggap Barbie sebagai teman baik dan sampai kapanpun akan begitu. Perasaannya tidak bisa lebih dari sekedar teman.
KAMU SEDANG MEMBACA
No Tears Left To Cry (SELESAI)
RomanceBarbie Graciella Wibowo selalu hidup dalam zona nyamannya. Dia juga selalu insecrue dan khawatir akan hidupnya yang dianggap sebagai sebuah kesalahan. Beberapa kali ia berusaha untuk hidup atas kehendaknya, namun apa yang menurut kita baik belum ten...