"Fix! Ini benar-benar keren!" seru Amora histeris setelah melihat tabloid remaja Minggu ini yang terpampang nyata wajah sahabatnya, Catherine.
Sementara Catherine hanya tersenyum bangga dan percaya diri seperti biasanya. Diska, juga ikut senang atas pencapaian Catherine.
"Berarti hari ini bakalan ada traktiran, dong ...." sahut seseorang dari belakang. Orang itu tak lain adalah, Zefan. Kekasih Catherine yang baru saja masuk ke kelas.
Senyum Catherine semakin mengembang. Dia segera berdiri menyambut kedatangan kekasih tercintanya, kemudian mendaratkan ciuman di pipi kanan juga kiri Zefan. Pemandangan yang seharusnya tidak pantas di lakukan di lingkungan kampus, hanya saja bagi Catherine peraturan adalah sesuatu yang lumrah untuk dilanggar.
"Congratulation, Honey." ucap Zefan setelah melepaskan pelukannya dari tubuh indah Catherine.
"Thanks, kamu tumben jam segini kesini. Memangnya nggak ada kelas?" tanya Catherine.
"Kebetulan jam nya kosong. Dosennya lagi berhalangan dan cuma ngasih tugas aja. Jadi aku pikir lebih baik bertemu kamu," jelas Zefan yang membuat Catherine tersipu malu. Sementara Diska dan Amora hanya memasang wajah iri karena melihat keromantisan diantara Zefan dan Catherine.
Tidak lama kemudian, Barbie dan Renata masuk ke dalam kelas. Mereka cukup terkejut melihat Zefan berada di dalam kelas mereka juga. Dan seperti biasa, saat melihat Zefan, kedua mata Barbie berbinar sempurna. Ada sedikit guratan di bibirnya.
"Kebiasaan, deh!" ucap Renata mengomentari ulah Barbie.
"Ya ampun, Ren. Cuma lihat, masa nggak boleh, sih?"
"Lama-lama juling itu mata!" imbuh Renata lagi dengan nada kesal seperti biasa.
Mendengar ucapan Renata, Barbie mencebikkan bibirnya. Barbie pun tetap saja berusaha mencuri pandangan ke arah Zefan yang tengah bermesraan dengan Catherine.
"Kalau begitu, aku keluar dulu, ya? Nanti aku tunggu kamu di tempat biasa." Pamit Zefan pada Catherine sebelum meninggalkan kelas.
"Oke, Honey. Tunggu aku." Balas Catherine setelah itu.
Mengetahui Barbie melihatnya sejak tadi, Catherine kemudian menghampirinya.
"Sudah puas lihat pacar orang?!" ucap Catherine dengan nada tidak suka.
Barbie tidak menghiraukannya. Dia lebih memilih diam setiap kali Catherine dan teman-temannya mencibir atau mengatakan sesuatu yang tidak mengenakkan di telinga. Bukan karena ia takut, melainkan ia lebih memilih untuk menghindari konflik.
Tapi tidak dengan Renata, dia justru lebih memilih meladeni Catherine atau orang-orang yang suka membuat masalah pada Barbie. Kali ini Renata pun berdiri dari tempat duduknya dan berhadapan langsung dengan Catherine.
"Eh, itu mata punya Barbie sendiri. Ngapain kamu heboh. Lagipula terserah dia mau lihat siapa, termasuk kekasih kamu yang sok keren itu!" cetus Renata membela Barbie.
"Lagi-lagi jadi bodyguard nya si Barbie Wakanda ini. Memangnya nggak capek selalu belain dan sok jadi pelindung." ucap Catherine pada Renata ketus.
Wajah Renata memerah, tangannya mulai mengepal. Dan Barbie tahu jika sahabatnya itu sudah berada di titik emosi tinggi. Tak ingin situasi semakin memanas, Barbie cepat-cepat menarik tangan Renata agar kembali duduk. Tapi sayangnya Renata masih tersulut emosi. Diska dan Amora serta anak-anak lainnya mulai bergerombol di belakang melihat ketegangan diantara mereka.
"Ren, please ... Ayo duduk. Nanti dosen datang kamu kena masalah ...." bujuk Barbie.
"Biarin, Bie. Orang seperti ini itu harus dilawan. Jangan mentang-mentang orang tuanya donatur di kampus, dia jadi seenaknya aja buat gara-gara. Apalagi tukang bully macam mereka harusnya dilaporkan kepada pihak berwajib. Biar tahu rasa!" tegas Renata masih dengan emosi.
Barbie menyadari ucapan Renata tidaklah salah, apa yang dilakukan Renata semua itu juga demi membelanya. Tapi dia juga tidak suka jika Renata nantinya mendapat masalah karena berurusan dengan Catherine yang diketahui orang tuanya memiliki sedikit pengaruh di kampus.
"Ren ... Ayolah...." ucap Barbie memohon agar Renata tidak lagi melanjutkan perdebatannya dengan Catherine.
***
Masih dengan perasaan kesalnya, Renata kembali meluapkan emosinya pada sebuah botol minuman yang beberapa waktu lalu diberikan Barbie untuknya.
Barbie tahu jika Renata kecewa dengannya karena membuat Catherine merasa menang dengan perdebatan yang terjadi di kelas tadi.
Dia memilih untuk diam dan membiarkan Renata sedikit lebih tenang agar dia bisa mengajaknya bicara dan meminta maaf.
Cukup lama diam, akhirnya Renata sudah terlihat lebih tenang. Barbie pun mengajaknya berbicara. Tapi sebelum itu, ia meminta maaf atas ulahnya tadi.
"Lain kali jangan halangi aku lagi, Bie! Aku tadi sudah ingin memberi pelajaran kepada gadis angkuh, sombong dan sok yes itu!" protes kesal Renata membuka pembicaraan. "Dan kalau saja wajah melas kamu itu nggak kamu tunjukkan tadi, aku pasti sudah membuat wajah si nenek sihir itu babak belur biar nggak ada lagi agensi yang pakai dia buat jadi model!" imbuhnya lagi masih dengan nada kesal.
Merasa bersalah, Barbie membiarkan Renata meluapkan kekesalannya.
"Sudah berapa kali aku katakan, cowok seperti Zefan itu cuma buat masalah. Masih saja kamu suka sama dia, cari cowok lagi selain dia aja lah, Bie. Masih ada ribuan di dunia ini cowok yang lebih baik dari dia. Apa mau aku Carikan?"
"Maafkan aku, Ren. Tapi kamu juga tahu, kalau suka sama orang enggak bisa di konsep. Kita jatuh cinta sama siapa dan kapan bukan keinginan kita ya, kan?" jawab Barbie berdalih.
Renata menghela napas panjang. Sudah menjadi senjata andalan bagi Barbie ketika Renata memberikan ceramah tentang melupakan Zefan. Dan lagi-lagi Renata hanya pasrah menerima jawaban Barbie. "Terserah kamu saja, Bie. Capek kasih tahu kamu!"
"Jangan marah lagi dong Renata cantik ... Lebih baik sekarang ayo kita pelukan," ajak Barbie menggoda Renata.
Meskipun ia kesal dengan ulah Barbie yang keras kepala, Renata tidak pernah bisa marah lama kepadanya. Dengan segera Renata menyambut pelukan Barbie. Mereka pun berpelukan dan tertawa lagi setelah itu.
Sepuluh menit kemudian keduanya pergi ke kelas selanjutnya untuk mengikuti mata kuliah terakhir. Meskipun diyakini rasa kesal akan kembali muncul saat bertemu dengan Catherine, Barbie akan berusaha untuk membuat suasana hati Renata agar terus baik-baik saja.
Saat berjalan menyusuri koridor, Barbie kembali mengingatkan Renata agar tidak terpancing emosi. "Ren, nanti ketemu Catherine nggak usah diladeni ya? Biarkan saja. Aku nggak mau kamu kena masalah. Lagipula buang-buang energi, nanti aku traktir ice cream yang baru buka di ujung jalan deh, gimana? Itung-itung sebagai bentuk permohonan maaf juga rasa terimakasih aku karena kamu sudah baik sama aku," bujuk Barbie yang membuat Renata melemparkan tatapan tajam kearahnya.
"Hem ... Nyogok nih ceritanya?" respon Renata dengan cepat.
Barbie mengedipkan mata beberapa kali seperti yang dilakukan anak kecil agar mendapatkan sesuatu yang diinginkannya. Alhasil, Renata setuju dengan tawaran yang diberikan Barbie. Merasa puas, Barbie tersenyum girang disusul gelengan kepala Renata.
KAMU SEDANG MEMBACA
No Tears Left To Cry (SELESAI)
Любовные романыBarbie Graciella Wibowo selalu hidup dalam zona nyamannya. Dia juga selalu insecrue dan khawatir akan hidupnya yang dianggap sebagai sebuah kesalahan. Beberapa kali ia berusaha untuk hidup atas kehendaknya, namun apa yang menurut kita baik belum ten...