62.KEMBALI

0 0 0
                                    

"Clarissa, cepatlah pulang. Malam Minggu nanti akan ada tamu penting yang datang ke rumah kita. Jangan sampai kamu tidak datang." Terdengar suara di seberang telepon sana meminta gadis berusia 25 tahun yang kini tengah duduk bersandar menikmati secangkir Moccacino di salah satu sofa coffe shop untuk segera pulang.

Gadis itu adalah Clarissa Angelina yang sudah tiga tahun ini bekerja dan menjabat sebagai sekretaris di salah satu perusahaan Event Orgainizer ternama di kota Westminster, London.

Setelah selesai dengan minumannya. Clarissa segera meninggalkan tempat itu dan kembali ke apartemen, tempat yang menjadi saksi bisu perjalanan karirnya di London tiga tahun terakhir.

Setibanya di kamar, Clarissa langsung sibuk mengeluarkan koper dari lemari pakaian yang sudah lama tidak digunakannya untuk berpergian. Maklum saja, dua tahun belakangan dirinya amat sangat sibuk dengan segudang pekerjaan yang menanti. Sehingga membuat dirinya tidak pernah memiliki kesempatan untuk pulang ke negaranya, Indonesia. Setiap kali ia rindu dengan keluarganya, mereka salurkan dengan bantuan video call di sela-sela kesibukan masing-masing.

Kali ini Clarissa sepertinya harus pulang ke Indonesia demi memenuhi panggilan sang mama yang sudah memintanya untuk pulang dari sebulan lalu. Clarissa tentu tidak semudah itu untuk pulang dan meninggalkan pekerjaannya, ia harus menyelesaikan semua tugas dan meminta asistennya untuk menghandle semua pekerjaannya selama pulang ke Indonesia nanti.

Rencana kepulangan Clarissa kali ini bukan tanpa alasan, sebab akan ada momen besar yang terjadi dalam keluarganya. Saudara satu-satunya, Kalina yang merupakan kakak kandung Clarissa akan menikah dengan pria yang tentunya beruntung telah memilihnya.

Meski Clarissa tahu jika Kalina akan menikah, namun sosok pria beruntung itu belum juga diberitahu oleh Kalina dan kedua orangtuanya dengan dalih ingin membuat dirinya terkejut. Termasuk memberitahu nama calon pengantin pria.
Mau tidak mau, sebulan ini Clarissa dihantui rasa penasaran akan sosok calon saudarinya.

Tiba-tiba terdengar suara bel berbunyi dari luar, Clarissa segera melihat siapa yang ada di depan pintu apartemennya lewat layar CCTV. Setelah mengetahui siapa orang itu, Clarissa pun membuka pintu.

"Clarissa!" seru seorang pria yang sejak beberapa waktu lalu berdiri di depan pintu apartemennya dengan membawa beberapa kantong makanan di tangan kanan juga tangan kirinya.

"Masuklah, Ramon. Apa saja yang kau bawa ini. Setiap hari kulkasku penuh karena mu," ucap Clarissa mengomentari bawaan pemuda bernama Ramon itu.

"Sudahlah, jangan protes. Sebelum kamu pulang ke Indonesia, kita harus mengadakan pesta perpisahan. Anggap saja begitu, oke?" kilah Ramon mencari alasan.

Mendengar ucapan Ramon, Clarissa hanya bisa tersenyum. Pasalnya setiap hari Ramon datang ke apartemennya dengan membawa segudang makanan untuknya. Tentu saja Clarissa senang karena ulah Ramon membuatnya tidak perlu mengeluarkan uang untuk belanja makanan.

"Mon, selama aku pergi. Kamu jangan lupa bereskan apartemen ini. Awas saja kalau sampai aku balik apartemen ini malah berantakan dan kotor. Aku akan ikat kamu di pohon natal bulan Desember nanti!" ancam Clarissa yang membuat Ramon mencebikkan bibirnya.

Dua tahun lalu Clarissa dan Ramon telah memutuskan untuk menjalin hubungan persahabatan setelah keduanya dipertemukan dalam satu kejadian lucu namun juga cukup menegangkan.

Ramon yang telah lama tinggal di London banyak membantu Clarissa saat itu. Termasuk mendapatkan pekerjaan Clarissa saat ini, itu semua tidak terlepas dari bantuan Ramon.

"Bagaimana dengan rencanamu selama di Indonesia. Apakah sudah kau pikirkan?" tanya Ramon penasaran dengan apa yang akan dilakukan sahabatnya itu di negaranya.

"Belum,  mungkin aku akan mengunjungi beberapa tempat bersejarah bagiku dulu. Dan ...."

"Dan bertemu dengan pria itu! Benar tidak dugaan ku?" sahut Ramon dengan cepat menyelesaikan kalimat Clarissa yang sempat terjeda.

Clarissa mengangguk setuju dan tersenyum lebar. Sahabatnya itu selalu bisa menebak apa yang menjadi isi kepalanya selama ini.

"Berjanjilah padaku, jika nanti kalian bertemu. Kau harus segera menyatakan perasaanmu selama ini kepadanya. Tidak usah malu karena kau perempuan. Yang terpenting apa yang ada di hatimu sudah tersampaikan," tutur Ramon menasehati.

"Baiklah. Aku akan melakukannya! Doakan aku, Mon. Semoga saat kami bertemu, dia pun memiliki perasaan yang sama sepertiku," ungkap Clarissa penuh harap.

Ramon mengangguk antusias. Dirinya tahu betul bagaimana Clarissa teramat mencintai sosok pemuda yang ada di negaranya. Beberapa kali Ramon mengenalkannya pada salah satu temannya, Clarissa selalu menolak dengan alasan sudah memiliki tambatan hati. Sungguh cinta yang amat dalam.

***

Tepat pukul 03.00 pagi waktu Westminster, London. Clarissa segera bergegas menuju bandara dengan diantar Ramon menggunakan mobil pribadinya. Semalam Ramon juga membantu Clarissa membereskan semua barang-barang yang akan dibawanya pergi.

Sepanjang perjalanan Clarissa hanya memikirkan bagaimana nanti saat dirinya bertemu dengan Bara, satu-satunya pria yang dicintainya sejak dulu. Kepulangan Clarissa kali ini akan membuat sejarah dalam hidupnya dengan menyatakan cinta lebih dulu kepada seorang pria yang menjadi tetangga sekaligus teman masa kecilnya.

Setelah menempuh perjalanan cukup jauh, akhirnya Clarissa dan Ramon tiba di London Heathrow. Pesawat Clarissa akan terbang 2 jam lagi. Ramon kembali membantu Clarissa mengangkat koper-koper itu ke atas Trolley.

"Thank you, Ramon. Maaf sudah banyak merepotkanmu," ucap Clarissa pada sahabatnya itu.

Sementara Ramon selalu saja terharu saat Clarissa mengatakan hal itu. Raut wajah keduanya kini sama-sama dirundung sendu karena sebentar lagi mereka akan berpisah selama dua Minggu. Padahal biasanya hampir setiap hari mereka bersama.

"Sampaikan salam sayangku pada keluargamu disana. Termasuk Bara, bilang padanya aku akan datang jika dia sampai menolakmu!" goda Ramon sebelum Clarissa masuk untuk boarding.

"Miss you, Ramon. Jaga dirimu baik-baik!" pamit Clarissa saat memeluk Ramon erat.

"Miss you too, Sa! Kamu juga jaga diri baik-baik disana, cepatlah kembali dengan berita baik. Dan satu lagi! Hubungi aku selalu." Pesan Ramon melepas kepergian Clarissa ke Indonesia.

Kini keduanya sudah berpisah. Ramon menunggu di parkiran bandara sampai pesawat yang ditumpangi Clarissa terbang di langit. Cukup lebai, tapi begitulah Ramon.

Perjalanan ke Indonesia dimulai, Clarissa harus menikmati waktu di dalam pesawat selama 16 jam untuk tiba di Indonesia. Selama itu pula Clarissa mulai memikirkan kalimat apa yang akan digunakannya untuk menyatakan cinta pada Bara.

Waktu terus berjalan, perjalanan 16 jam pun berakhir. Clarissa kini sudah turun dari pesawat dan segera melangkahkan kakinya ke pintu kedatangan internasional. Dirinya sudah menghubungi keluarganya dua jam lalu, tentu saat ini keluarganya sudah menunggu di dekat pintu kedatangan. Benar saja, Kalina dan kedua orangtuanya berdiri menunggunya tidak jauh dari pintu itu. Mereka semua langsung  bergantian memeluk Clarissa.

No Tears Left To Cry (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang