"Zefan ini kenapa, sih?! Sudah hampir seminggu dia nggak kasih kabar!" geram Catherine di kamarnya saat bersama Diska dan Amora.
Keduanya saling melempar pandangan, mereka tidak tahu menahu kenapa Zefan menghilang tanpa kabar setelah kepergiannya menjenguk Renata dan Barbie di rumah sakit.
Diska dan Amora sendiri sudah saling berkomitmen untuk tidak membuka hal ini pada Catherine demi kebaikan bersama. Untuk itu mereka berdua bersikap tidak tahu menahu soal kejadian yang menimpa Renata dan Barbie beberapa waktu lalu.
"Tenanglah, Catherine. Aku yakin Zefan baik-baik saja. Seperti yang kamu katakan, mungkin saja dia sedang ada masalah yang membuat dirinya ingin menyendiri," cetus Amora mencoba menenangkan Catherine yang kesal.
"Iya, Ren. Benar yang dikatakan Amora. Sebaiknya kamu ke salon, deh. Creambath, spa atau apalah yang bisa buat kamu tenang. Gimana?" sahut Diska memberi ide.
Catherine menarik napas dalam-dalam, lalu beberapa saat berpikir. Sampai akhirnya Catherine setuju dengan usulan Diska. Mereka bertiga akhirnya pergi ke salon tempat biasanya mereka bertiga melakukan perawatan. Ada perasaan lega yang dirasakan Diska dan Amora karena berhasil membuat Catherine tidak jadi emosi tinggi.
Di kediaman keluarga Stevano, semua orang telah bersiap untuk pergi ke rumah sakit. Barbie dan khususnya Renata hari ini memiliki jadwal kontrol. Karena itulah Stevano harus mengambil cuti kerja demi mengantar ke rumah sakit. Riyanti sendiri sudah tidak menerima pesanan kue atau roti semenjak Barbie mengalami kecelakaan.
Kondisi Barbie sudah sehat seperti sedia kala, tinggal Renata yang masih harus menjalani terapi beberapa kali lagi. Selama tinggal di rumah Barbie, Renata setiap pagi dan sore belajar berdiri dan berjalan dengan Barbie juga Riyanti di halaman depan rumah. Dan progres kesembuhan Renata dinilai cukup cepat.
Hal serupa disampaikan oleh dokter Riyan selaku therapist yang menangani Renata. Beliau mengatakan jika Renata memiliki semangat sembuh yang tinggi sehingga mempercepat kesembuhan kakinya. Meski rasa sakit masih mendera, namun Renata tidak mau kalah dengan rasa itu.
"Baiklah. Kalau begitu selamat bertemu lagi Minggu depan," ucap Dokter Riyan kepada Renata setelah melakukan terapi dan konsultasi.
"Baik, Dok. Terimakasih banyak atas bantuannya," ujar Renata yang kemudian meninggalkan ruangan.
Barbie, Stevano, dan Riyanti yang menunggu di luar pun akhirnya berdiri setelah menunggu beberapa menit di luar ruangan.
Stevano dan Riyanti mengajak Barbie juga Renata makan siang di salah satu restoran yang tidak jauh dari rumah sakit. Dalam obrolan makan siang mereka, Stevano menanyakan bagaimana persiapan Renata ke Bali nantinya. Karena tidak mungkin ia akan pergi tanpa membawa kursi roda. Dan tentunya kedua orangtuanya pun akan mengetahui kebenaran dari apa yang terjadi kepadanya.
"Om dan Tante tidak perlu khawatir. Sebenarnya kata dokter Riyan tadi, semua sudah lebih baik. Mungkin tidak perlu menggunakan kursi roda jika Renata sudah lebih kuat berjalan."
"Ren, itu luka dalam. Bukan luka luar yang tergores aja. Kamu itu baru saja operasi. Saran Tante, sebaiknya lebih aman kamu pakai kursi roda itu atau tongkat," sergah Riyanti yang tidak setuju dengan ucapan Renata.
Barbie dan Stevano pun kali ini setuju dengan ucapan Riyanti. Mereka semua tidak ingin mendukung keinginan gila Renata yang dapat membahayakan kesehatannya.
Melihat dirinya tidak memiliki pendukung sama sekali, Renata tidak memiliki pilihan selain mengikuti keinginan mama Barbie.
"Sebenarnya Om rasa tidak masalah kalau kamu memakai kursi roda ini nantinya. Bagaimanapun mereka adalah orang tua dan keluarga kamu, sudah sepantasnya mereka tahu kondisi kamu yang sebenarnya. Yang paling penting kamu sudah sembuh, mereka melihat kamu juga baik meskipun masih harus di kursi roda." ujar Stevano menjelaskan pada Renata.
"Baiklah, Om. Renata akan ikuti apa yang Om dan Tante mau. Bagaimanapun, keluarga ini sudah seperti keluarga Renata sendiri. Makanya Renata tidak ingin membuat kalian semua kecewa," jawab Renata yang membuat Stevano, Barbie dan Riyanti tersenyum penuh haru.
***
Biru yang tengah sibuk di kamarnya sejak beberapa jam lalu terpaksa harus keluar kamar setelah pembantunya memanggil.
"Ada apa, Mbak?" tanya Biru pada pembantunya itu setelah membuka pintu kamarnya.
"Maaf, Mas Biru. Diluar ada tamu, katanya teman kampus Mas Biru."
"Teman kampus? Siapa?" tanya Biru lagi.
"Maaf, Mas. Tadi saya lupa tanya namanya," jawab pembantu Biru yang memang memiliki kebiasaan lupa menanyakan nama setiap kali ada tamu yang datang.
Biru sempat berpikir siapa gerangan yang datang ke rumahnya. Padahal tidak ada satupun yang tahu alamatnya kecuali Renata dan Barbie. Tapi tidak mungkin mereka berdua karena keduanya tengah sakit. Hal itu membuat Biru langsung turun dari kamarnya dan bergegas keluar rumah.
Di luar, sosok laki-laki dengan jaket parka sedang berdiri menghadap taman.
"Zefan?" ucap Biru menyebut nama sosok teman yang pembantunya katakan tadi.
Biru bisa dengan mudah mengenali sosok Zefan meski tidak begitu mengenalnya dengan baik.
"Hai, Bi. Sorry banget aku harus datang kesini. Tapi aku nggak tahu lagi harus kemana. Karena setelah ucapan kamu di rumah sakit waktu itu, aku jadi kepikiran dan mencoba mencari tahu kebenarannya." Zefan langsung to the point saat bertemu dengan Biru.
Biru hanya berdiam diri mendengar ucapan Zefan. Setelah Zefan selesai dengan ucapannya, barulah Biru mengajak Zefan untuk masuk ke dalam rumah. Bagaimanapun, Biru tahu sopan santun menerima tamu di rumahnya.
"Duduklah dulu, biar Mbak indah siapkan minuman untukmu," ucap Biru mempersilahkan Zefan agar duduk di ruang tamu.
Biru pun memanggil Mbak Indah. Pembantunya agar menyiapkan camilan dan minuman untuk mereka berdua.
"Ternyata rumah kamu keren sekali. Bay the way, aku tahu kamu pasti bingung kenapa aku bisa sampai ada disini, tahu alamat rumah kamu padahal kita tidak pernah bicara ataupun dekat sebelumnya. Aku bisa jelaskan itu nanti," papar Zefan mendahului sebelum Biru mempertahankan hal itu kepadanya.
"Baiklah, katakan saja nanti. Tapi ada hal penting apa yang ingin kamu katakan sampai harus datang kesini," tanya Biru tanpa basa-basi.
"Seperti yang aku katakan tadi. Ini semua karena ucapan kamu waktu itu di rumah sakit yang menuduh dalang dibalik kecelakaan Renata dan Barbie adalah Catherine," ujar Zefan mulai membuka obrolan yang memang menjadi alasan ia datang ke rumah Biru.
"Lalu? Apa aku salah? Atau sebaliknya?" tanya Biru dengan begitu santainya. Ia bahkan menyunggingkan senyuman saat mendengar nama Catherine disebut.
Zefan sebenarnya masih tidak percaya dengan apa yang dikatakan Biru. Tapi setelah beberapa hari merenung dan berpikir, Zefan pun mulai menaruh kecurigaan yang sama terhadap Catherine. Yang tak lain adalah kekasihnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/318970267-288-k988821.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
No Tears Left To Cry (SELESAI)
RomanceBarbie Graciella Wibowo selalu hidup dalam zona nyamannya. Dia juga selalu insecrue dan khawatir akan hidupnya yang dianggap sebagai sebuah kesalahan. Beberapa kali ia berusaha untuk hidup atas kehendaknya, namun apa yang menurut kita baik belum ten...